Kumpulan puisi Racun dibagi ke dalam 3 section besar, Otak Beracun, Mulut Berbisa, dan Mata Terperah. Layaknya karya sastra lain yang merupakan cerminan peristiwa sehari-hari, puisi-puisi dalam Racun juga berisi tentang protes terhadap peristiwa-peristiwa kecil yang ada di sekitar. Salah satunya bisa dilihat dari puisi berjudul Radio Gaga.
Mati sudah radioku
Mati sudah lagu indahku
Yang ada hanya lagu merayu
Yang ada hanya lagu selingkuh
Lagu mendayu-dayu
Dengan lirik dan nama yang tak menyentuh
Tak ada lagi penyiar bersuara sendu
Yang ada hanya banci berpura-pura merdu
Yang ada hanya saran dan kritik
Yangada hanya gossip mencekik
Tak ada lagi Angin Mamiri Kupasang
Tak ada lagi Bengawan Solo
Tak ada lagi Heli guk guk guk
Mati sudah radioku
Lebih baik kujual dan kubelikan bulu
Untyk mengilik-ngilik kupingku
Yang rindu untuk dirangsang dan diteluh puluhan lagu
Nggak perlu lagi menggali makna terlalu dalam karena sudah sangat jelas kalau puisi di atas memprotes perkembangan zaman yang dinilai oleh penulis semakin nggak berkualitas. “Buku ini berisi tentang apa yang saya tangkap sebagai orang yang lahir dan besar di Jakarta. Selain itu, ada juga yang menyinggung tentang “penurunan” yang terjadi saat ini,” ujar Eunice Nuh, perempuan di balik PinkGirlGoWild.
Puisi-puisi dalam Racun diselingi dengan gambar-gambar ilustrasi yang juga nggak kalah sarat makna dengan puisinya. Dan di bagian akhir buku, dalam section Mata Terperah, khusus disajikan “puisi” dalam bentuk ilustrasi. “Saya ingin membuat sebuah proyek yang menggabungkan kekuatan tulisan dan visual. Selain itu, di buku yang kedua ini saya ingin menonjolkan minat saya dalam bidang lain, yakni dalam bidang visual,” Eunice manambahkan.
Mulai penasaran sama isi bukunya? Get the book at your nearest bookstore.