Ia sebenarnya bukan nama baru di dunia seni lukis. Sejak tahun 1995, ia aktif ikut dalam group exhibition, seperti Multimedia Exhibition dengan Cemeti Yogyakarta and seniman asal Belanda, serta “Fringers Art” di Toi Moi Gallery, Jakarta, pada tahun 2006. Nggak puas hanya itu, Soni bergerak maju untuk membuat pameran tunggal perdananya bertajuk “Mural exhibition” di Apotik Komik, Yogyakarta, pada tahun 2006 dan setelah ia langsung melaju pesat. Sebenarnya, namanya mulai diperhitungkan serius di dunia seni saat ia masuk sebagai lima besar di Phillip Morris Indonesia Art dan kemudian memenangkan penghargaan bergengsi tersebut lewat karyanya yang berjudul “Bangun dari Mimpi Buruk Yang Indah” pada tahun 2001.
Penamaan “Me, You & Everyone We Know” sebagai tajuk pameran, diambil dari salah satu karyanya yang sudah dipamerkan di pameran tunggalnya pada tahun lalu di bawah nama “Ode to Permata Unguku”. Karya seni berbentuk video ini, dibuat berdasarkan inspirasi yang didapatnya dari lagu ciptaaannya bersama bandnya, yang merujuk ke film karya Miranda July, seorang seniman visual, musisi, dan sutradara film asal Vermont, Amerika Serikat. Dalam video ini, Soni mengombinasikan musik, lukisan, grafiiti, huruf, dan budaya populer dengan berkolaborasi bersama Jimmy Mahardika dan Surya Haninditya.
Sementara, pameran tunggal yang memilih venue di Vivi Yip Art Room ini, merupakan eksibisi ke sekian kalinya yang diselenggarakan di galeri sekitar daerah Warung Buncit ini. Vivi Yip sebagai pemilik galeri, mengatakan bahwa memiliki galeri seni rupa beraliran post contemporary, berlokasi di Ibukota apalagi, ternyata mempunyai nilai bisinis yang tinggi. Perjalanan bisnis galeri mantan eksekutif Balai Lelang Sotheby’s ini berjalan lancar dengan banyaknya pameran yang umumnya eksperimental, yang biasanya digawangi oleh seniman muda. Tak disangka, bisnis yang banyak mengandalkan selera, pemahaman subjektif, intuisi, dan estetika, membuahkan hasil dan mampu berdiri sendiri. Vivi yang sebelumnya menanamkan dana dalan bentuk reksadana, obligasi (ORI), emas, saham, asuransi, valas, hingga kepemilikan tanah, ternyata malah nyaris membuatnya rugi. Dari sini, Vivi berhasil membuktikan bahwa pertumbuhan nilai seni bukan perhitungan matematika yang eksak. Jadi, pastikan kamu bisa menyaksikan sendiri bagaimana karya imajinatif kresi Soni Irawan dalam balutan atmosfer seni di Vivi Yip Art Room! Ceritakan ke kami bagaimana pendapatmu.