Agnes Monica Loves Twitter So Much, How About You?

Fimela Editor diperbarui 12 Apr 2011, 13:40 WIB

Media sosial dengan gambar logo burung berwarna biru muda ini, pertama kali hadir di ranah maya pada 21 Maret 2006 silam dan bulan lalu sudah menginjak usia yang kelima tahun. Ada banyak perubahan yang dibawa oleh Twitter seiring makin banyaknya tren baru yang muncul di era digital. Berikut lima perubahan signifikan yang muncul di era serba Twitter ini:

1. Penyebaran suatu informasi secepat kilat

Seorang anggota parlemen tertangkap basah sedang menonton video porno atau foto-foto lama seorang artis beredar di dunia maya, bukan diketahui pertama kali dari flash news televisi, tapi justru dari Twitter. Berawal dari satu posting satu akun, kemudian di-retweet dan kembali di-retweet oleh yang lain, membuat penyebaran suatu informasi bisa dilakukan hanya dengan modal fingertip dan kurang dari 2 jam! Bukan sekali dua kali tersebar hoax atau berita bohong bahwa seorang selebriti tertentu meninggal atau kecelakaan, dan karena terlalu cepatnya suatu berita disebarkan, kadang belum sempat dicerna dengan baik dan ditelan saja secara mentah oleh para follower yang nggak mempunyai kebiasaan cek dan ricek. Namun, kecepatan ini nggak selalu berarti jelek, karena banyak kabar baik atau aksi penggalangan dana yang bisa digerakkan secara kilat via twitter, seperti yang dilakukan Lady Gaga saat mengumpulkan bantuan untuk korban gempa dan tsunami di Jepang.

2. Nggak ada lagi batas antara selebriti dan fans

Belum lekang di ingatan kalau dulu sempat tren pesan singkat berbayar untuk bisa mendapatkan info terbaru tentang idola. Dan, tren sms berlangganan itu langsung terlibas habis saat di timeline Twitter bertaburan figur publik yang dengan aktif merespon dan menjawab sapaan atau pertanyaan penggemarnya. Masa “kejayaan” fans club yang dulu berbentuk sebuah markas tempat ngumpul, kini bergeser menjadi sebuah alamat akun, seperti yang dibuat untuk Agnes Monica dengan nama akun @AgnezmoFC. Biasanya, akun-akun tersebut dibuat secara sukarela oleh penggemar untuk seorang figur publik.

3. Created "thought leaders"

Menurut data yang didapatkan oleh CNN.com, akun Twitter di seluruh dunia didominasi oleh selebriti dan traditional media outlets atau akun representatif dari channel berita, seperti yang dibuat oleh Fox News atau majalah “In Style”. Namun bila ditilik lebih dalam, besarnya pengaruh dan jumlah follower yang bisa didapatkan, turut pula diraup oleh  blogger, jurnalis, atau podcaster. Akun mereka ber-follower banyak karena postingan tweet mereka berpengaruh dan pantas disimak. Lihat saja berapa jumlah “pengikut” yang dimiliki oleh Ndoro Kakung, blogger senior yang sering menjadi buzzer untuk sebuah brand; Seseq, advertising guy yang banyak menangani klien besar, serta Ligwina Hananto, financial planner yang jago memprediksi kondisi keuangan seseorang dalam hitungan detik. Mereka-mereka inilah yang kerap melahirkan buah pikiran tertentu, yang disetujui oleh orang banyak, sehingga mereka seperti “thought leader” untuk banyak orang.

4. No TV, no cry

Saat pertandingan sepakbola Piala Suzuki AFF tahun lalu, kamu masih terjebak di tengah kemacetan dan jauh dari jangkauan televisi, kekhawatiran tertinggal perkembangan jalannya pertandingan sudah bisa teratasi hanya dengan Twitter. Walaupun kamu sedang tertahan di daerah Radio Dalam, sementara rumahmu masih jauh di Bekasi, kamu tetap bisa tahu bahwa Irfan Bachdim sudah berhasil menggolkan bola atau Markus Horison gagal menangkap serangan bola dari tim lawan, hanya dengan tetap membaca timeline yang bertambah setiap detiknya. Inilah yang bisa disebut Twitter sebagai “second screen” untuk kehidupan urban saat ini. Karena, menurut pengakuan Twitter CEO, Dick Costolo, trafik Twitter meningkat tajam saat penayangan “Glee” dan waktu musin pertandingan Super Bowl berlangsung, dengan trafik update status mencapai hingga 4.000 tweet per detik!

5. Shorter conversation, please!

Memaparkan suatu perasaan atau pendapat dengan batasan 140 karakter memang masih menjadi masalah krusial pengguna Twitter hingga sekarang. Walaupun sudah ada aplikasi opsional seperti TMI atau Twitlonger, tetap saja itu seperti sebuah kecurangan bila mem-posting sesuatu di Twitter, namun melebih batas karakter yang seharusnya. Sebagai solusinya, bila ingin mem-posting suatu berita, cerita, atau informasi yang panjang, beberapa self-aware blogger mem-postingnya dalam beberapa tahap, sehingga nggak akan kepotong dan langsung bisa terbaca jelas di timeline.