Cerita Chitra Subijakto

Fimela diperbarui 14 Mar 2011, 13:29 WIB
2 dari 6 halaman

Next

Chitra baru saja kembali dari Kalimantan, untuk persiapan produksi film baru Rudy Soedjarwo. Kemudian next project-nya adalah film yang diangkat dari buku Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang disutradarai oleh Iva Ifansyah. Sementara film memang jadi prioritas utamanya. Sekarang Chitra memang lebih dikenal sebagai stylist yang mengurusi wardrobe film. Padahal dulu Chitra mengawali karir di dunia fashion sebagai stylist majalah remaja. Diajak karena gayanya yang unik, dan Chitra pun bersedia dengan pemikiran belum banyak majalah remaja saat itu. Sekarang, selain karena jadwal yang padat, Chitra mengaku sekarang sudah banyak stylist majalah yang muda-muda serta jauh lebih mengenal selera pasar.  Film-film yang pernah digarapnya antara lain Brownies, Badai Pasti Berlalu, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Heart, Jakarta Undercover, Drupadi, Under the Tree. "Yang paling berkesan adalah Laskar Pelangi," aku Chitra. "Karena bukunya bagus banget." Dan saat penggarapan, kenyataan yang ada cukup menyentuh hatinya, fakta bahwa di abad 21 ini masih ada yang susah sekolah, dan menghadapi kehidupan yang keras. Tim yang menyenangkan, serta nyambung, serta alam Belitong yang memang sangat cantik membuat Laskar Pelangi paling membekas di hati Chitra.

Saat bekerja Chitra memang sedikit memilih. Yang paling penting buat dia adalah kecocokan antar tim. Karena menurut dia, kalau antar tim sudah cocok, pasti nyambung dan suasana bekerja pasti menyenangkan. Apalagi Chitra merasa bekerja harus dilakukan dengan hati yang senang, biar hasilnya maksimal. Chitra mengaku suka mengerjakan film karena bisa banyak mengkhayal. Penugasan wardrobe satu tokoh bisa membuat dia membayangkan kepribadian si tokoh, umur, pekerjaannya, gaji atau uang jajan, kamarnya, belanja di mana sehingga bisa membangun gaya dan wardrobe tokoh tadi. Termasuk juga brainstorm dengan sutradara, art director, dan kameramen warna yang cocok seperti apa.

 

What's On Fimela
3 dari 6 halaman

Next

Inspirasi bisa datang dari mana saja. Dari teman, mainan, anak, buku, internet. Chitra nggak lupa untuk menyambangi museum, galeri, nonton konser atau musikal. Menurut Chitra, jalan-jalan dan lihat-lihat bisa membuka wawasan dan pikiran. Inspirasi juga bisa datang dari aksesori dan barang khas Indonesia yang dikoleksinya. Ada kalung asal Sumba yang sering disangka orang buatan Jepang. Kain Sumatra yang disangka dibeli di Meksiko. Padahal asli seratus persen Indonesia. Koleksi ini didapatkan Chitra dengan susah payah. Karena termasuk barang-barang yang langka dan berumur. Seringkali saat traveling untuk liburan atau urusan pekerjaan Chitra harus pergi ke kampung terpencil dan mengunjungi rumah penduduk asli. Barang-barang yang dibelinya nggak selalu pakai uang, kadang dibarter dengan barang miliknya, yang kebetulan cocok dengan si empunya barang. Semua koleksinya pasti ada cerita dibaliknya. Koleksi Chitra sendiri kebanyakan berupa aksesori, kain dan tas, benda-benda fashion. Walaupun nggak sedikit printilan interior yang bertebaran di ruang pribadinya. Chitra berniat mengumpulkan barang-barang dari seluruh dunia, dan ditata di rumah. Semua barang tersebut akan jadi peta kenangan tempat-tempat yang sudah dikunjunginya.

4 dari 6 halaman

Next

Chitra bercerita kalau waktu kecil orangtuanya lebih sering mengajak dia dan kakak-kakaknya ke museum, candi, nonton wayang. Istilah Chitra, lihat abu-abu (karena museum, candi terbuat dari batu, abu-abu). Padahal nggak menarik buat Chitra kecil, pengennya diajak ke Ancol atau taman hiburan. Kegiatan ekstra di luar sekolah pun semacam gamelan dan tari Jawa. Ternyata sampai dewasa hal ini cukup tertanam dan membuat dia jadi sadar seni dan kebudayaan Indonesia. Sang Ibu juga berperan dalam menanamkan kecintaan akan fashion Indonesia. Koleksi kain ibunya dulu sering dikomentari nggak menarik, karena warnanya cokelat melulu. Tapi Ibu kemudian menunjukkan kalau kain tradisional nggak cuma cokelat, banyak warna warni yang bagus serta moderen, seperti fuchsia atau tosca. Apalagi saat lagi jalan-jalan ke daerah, rasa apresiasi dan cinta pada kebudayaan Indonesia jadi bertambah.

Orang sekarang selalu pengen tampil moderen, up to date dan menganggap kalau unsur tradisional itu kuno. Padahal campuran antara moderen dan Indonesia bisa stand out, beda dan keren banget. Chitra pengen banget bisa mengajak orang Indonesia untuk bisa menggali apa yang dimiliki Indonesia sehingga bisa membuat sesuatu yang unik dan beda. Dengan bersemangat Chitra bercerita kalau Julie Taymor, sutradara film Across the Universe yang juga sutradara musikal the Lion King, sengaja survey ke daerah-daerah Indonesia, untuk mengambil inspirasi wardrobe dan topeng dari musikal tersebut. "Orang luar seringkali lebih bisa apresiasi Indonesia dibanding orang kita sendiri," keluh Chitra heran.

5 dari 6 halaman

Next

Proyek besar Chitra tahun ini adalah membuat buku tentang fashion, etiket, spiritual journey. "Bahwa fashion itu harus ada unsur misterinya. Harus bisa bikin orang penasaran. Terlihat keren itu harus diawali dari dalam diri kita sendiri. Perempuan harus bisa mengakui kalau dirinya cantik, sehingga bisa percaya diri dan jadinya mau pakai apapun bisa terlihat keren," ungkap Chitra.

Awalnya karena sering diajak jadi pembicara oleh satu produk kecantikan, ke daerah-daerah, dan bertemu dengan banyak perempuan Indonesia. Kemudian timbul ide untuk membuat buku ini. Salah satu alasannya juga karena Indonesia banyak suku serta adat istiadat sendiri, jadi kita harus bisa menyesuaikan diri. Misalnya di Padang, kita harus berpakaian sopan dan tertutup, tapi di Bali nggak masalah pakai baju terbuka. Diundang ke pernikahan, harus berpakaian sopan dan rapi, karena kita harus menghargai orang yang punya acara. Termasuk juga membagi soal inner beauty, menghargai tubuh dan berterima kasih pada apa yang kita miliki, serta melihat sesuatu dari sisi positif. Sementara tulisannya sudah selesai, sekarang lagi proses layout. Buku ini juga akan berisi ilustrasi hasil coretan tangannya serta koleksi aksesori dan benda fashion lainnya.

6 dari 6 halaman

Next

Dalam mengurus dan membagi perhatian untuk kedua anaknya, Naradiya (Adiya) dan Narayana (Naya), Chitra punya taktik tersendiri. Sebulan sekali, dia membuat acara nge-date dengan salah satu anaknya. Jadi pada hari tersebut, dia akan menuruti apapun kemauan si anak. Dari jalan-jalan ke toko buku sampai mau makan apa. Dan di situ Chitra menempatkan diri sebagai teman. Teman hangout dan teman bermain. "Sekaligus jadi anak-anak lagi," tawa Chitra. Dengan begitu Chitra bisa memberikan quality time buat kedua anaknya dengan adil.

Cara mendidik pun sangat terbuka. Anak dibiasakan untuk learning by doing, belajar mengambil keputusan sendiri. Chitra nggak melarang anak tanpa memberi alasan yang jelas, segala hal didiskusikan dan dibahas, dan keputusan terletak di tangan si anak. Yang harus dituruti hanyalah, sepulang sekolah harus belajar, bikin tugas, makan sayur dan jam tidur, serta nggak boleh bohong. Hukuman pun dipilih yang mendidik seperti nyiram halaman atau mencuci mobil. Chitra nggak kepengen anaknya jadi manja, harus bisa mandiri dan melakukan segala sesuatu sendiri, seperti yang diajarkan orangtuanya dulu.

Chitra juga membiasakan anak untuk bisa menghargai susahnya cari uang. Dengan cara membeli mainak sebulan sekali dan beli buku seminggu sekali. Yang memutuskan beli mainan apa adalah si anak, sesuai dengan bujet yang ada. Chitra juga mengikuti ajaran orangtuanya dalam mengenalkan anak dengan kebudayaan terutama kebudayaan Indonesia. Setiap liburan pasti dibuat balance. Misalnya waktu ke Singapura, main ke Universal Studio, tapi juga ke Science Center dan museum.