Dalang Musikal Laskar Pelangi: Riri Riza

Fimela diperbarui 29 Des 2010, 11:03 WIB

FIMELA.com (F): Kenapa Laskar Pelangi? Kenapa Musikal? Kenapa sekarang?

Riri Riza (R): Saya dan Mira suka musikal sejak lama. Dari pertengahan 90an kita memang selalu mencari kesempatan untuk menonton pertunjukan musikal. Termasuk saat pergi ke luar negeri. Suka bukan berarti harus bikin, sebenarnya setelah menonton kita nggak pernah merasa harus membuat pertunjukan musikal. Cuma penikmat saja. Tapi film pertama saya dan Mira, Petualangan Sherina, adalah film musikal. Justru pas kita menemukan cerita Laskar Pelangi dan ketemu teman-teman yang punya mimpi yang sama yang datang dari dunia panggung (Toto Arto dan Jay Subijakto). Jadi mereka-lah yang pertama memberikan ide Laskar Pelangi untuk dibuat pertunjukan musikal. Dan kenapa sekarang? Itu lebih karena momentum, salah satunya ya dengan adanya Theater Besar ini. Theater Besar mungkin saat ini adalah satu-satunya tempat yang pas untuk pertunjukan musikal di Indonesia. Karena dimensi panggungnya, orchestra pit, area kerja di belakang panggung, dan lain-lain yang ada di gedung ini cukup memadai.

Kenapa Laskar Pelangi? Laskar Pelangi adalah sebuah cerita yang punya semua dimensi atau elemen yang bisa dikemas dalam bentuk apa pun. Ada 10 anak yang karakternya berbeda-beda. Ada karakter yang agak-agak antagonis dan protagonis. Dan yang paling penting ada nilai yang diperjuangkan. Untuk sebuah pertunjukan drama atau musikal penting sekali adanya konflik. Contohnya di cerita ini, ada orang-orang yang sudah merasa cukup dengan menjadi kuli dan mengesampingkan pendidikan tapi ada anak-anak yang dalam kondisi yang serba terbatas pengen sekolah. Jadi konfliknya itu sifatnya bertingkat, bisa dibikin komposisi vokal yang bisa dibagi-bagi dan tarian dan gerak juga. Menurut saya cerita Laskar Pelangi ini adalah cerita yang jarang sekali kita bisa dapatkan.

"Menurut saya cerita Laskar Pelangi ini adalah cerita yang jarang sekali kita bisa dapatkan."

 

 

 

 

 

F: As a film maker dan sekarang menyutradarai sebuah pertunjukan yang sifatnya live. So how?

R: Yes, ini pengalaman pertama saya menyutradarai pertunjukan teater atau live. Tapi saya diberikan waktu untuk belajar, walaupun kalau boleh memilih pengen dapat waktu yang lebih panjang. Kita (tim kreator Laskar Pelangi) sudah membicarakan proyek ini selama setahun. Saya juga melakukan riset tentang performing art. Dan kita juga mengajak orang-orang yang kompeten di bidang ini. Jadi proyek ini dalah proyek keroyokan orang-orang yang mengerti dan menguasai bidangnya masing-masing dan saya banyak belajar dari sana. Saya mencoba mengorkestrasi pertunjukan ini. Jadinya learning by doing. Saya baru bisa dibilang memegang (menyutradarai) proyek ini sekitar satu bulan sebelum semua persiapannya lengkap. Bekerja dengan aktor-aktor adalah pekerjaan yang sangat saya nikmati, seperti di dunia film. Di proyek ini saya mencoba melihatnya sebagai komposisi yang beda, yang lebih lebar yaitu panggung.

"Ini adalah proyek keroyokan orang-orang yang mengerti dan menguasai bidangnya masing-masing dan saya banyak belajar dari sana."

 

 

 

 

 

 

 

F: Biasanya kan kalau bikin sesuatu ada tujuan tertentu. Nah, tujuan dibuatnya musikal Laskar Pelangi?

R: Nomor satu yang paling penting adalah idenya. Indonesia punya banyak persoalan, Indonesia itu kaya tetapi lambat untuk menyadari kekayaannya dan tidak menemukan solusi yang tepat untuk kesejahteraan masyarakatnya. Saya ingin sekali menyampaikan hal tersebut. Masyarakat Belitung adalah sebuah potret masyarakat Indonesia pada umumnya, yaitu sebuah masyarakat yang tinggal di tanah yang kaya tetapi justru nggak mendapatkan porsi atau menikmati hasil dari kekayaan tersebut. Tujuan yang kedua, pengennya pesan tersebut bisa disampaikan ke penonton dalam bentuk cerita yang menyentuh. Yang menghibur tapi sekaligus memberikan pelajaran.

 

(Image, dokumentasi Musikal Laskar Pelangi)

Tag Terkait