Linda Amalia Sari Gumelar mendapatkan kehormatan untuk membuka acara. Perannya sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, membuat pidato pembukanya banyak menitikberatkan pada data-data statistik tentang perempuan di Indonesia. Unsur pendidikan juga menjadi fokus utamanya agar perihal pemberdayaan perempuan bisa benar-benar diwujudkan secara merata. “Sektor pendidikan adalah kunci pemberdayaan perempuan. Dan, bila perempuan sudah berdaya, harus memberikan pengaruh positif kepada perempuan lain,” ujarnya. Kedua alasan inilah yang membuat sosok sesibuk dirinya tetap menyempatkan untuk berpartisipasi dalam konferensi yang mengetengahkan pemberdayaan perempuan seperti IWOW ini.
Panggung selanjutnya diambil alih oleh publisher sekaligus Fimelista kami, Dian Muljadi. Sosoknya yang pendiam, ternyata menyimpan banyak cerita tentang perjuangannya untuk meniti karier di dunia media, serta pergulatannya untuk berdiri tegak di tengah badai kehidupan pribadi. Dengan tema presentasi “Turbulance is the Best Energy Power”, Dian memukau peserta dengan cerita perjuangannya yang inspiratif. “Badan saya memang tidak sekuat laki-laki, tapi semangat saya boleh diadu dengan siapa pun,” katanya dengan tegas. Persamaan visi inilah yang diakui oleh Rosianna Silalahi sebagai host untuk keseluruhan acara IWOW, membuatnya kagum pada sosok Dian Muljadi.
Nenny Soemawinata kemudian naik ke atas panggung setelahnya. Sosok Managing Director Putera Sampoerna Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada dunia pendidikan, ini menularkan semangat untuk berubah dan melakukan perubahan yang berdampak postif untuk orang lain lewat orasinya yang bersemangat dan mengalir tanpa teks bertitel “Keep Standing Grow Shining in Turbulence”. Untuk soal semangat, Nenny memang adalah pribadi yang tak pernah pantang menyerah. “Perempuan adalah great multitaskers, sanggup melakukan dan memikirkan apa pun, tapi harus tetap fokus!” serunya.
Figur perempuan hebat selanjutnya adalah Okke Hatta Rajasa. Menyandang peran sebagai Ketua Umum Cita Tenun Indonesia, Okke melanglang buana untuk menaikkan derajat tenun Indonesia ke arena Internasional. Menurutnya, selembar kain tenun sangat terkait erat dengan kehidupan banyak perempuan, karena pengrajin tenun sebagian besar adalah perempuan dimana profesi tersebut menjadi sumber nafkah rumah tangga mereka. Inspiratif!
Setelah istirahat makan siang sejenak, acara kembali dilanjutkan. Penampilan Andien membawakan single “Gemilang” menjadi hiburan singkat untuk menyegarkan suasana. Setelah itu, Rosianna memanggil Samuel Mulia, Indy Barends, dan Becky Tumewu yang semuanya adalah Fimelista kami untuk membicarakan tentang “Pencitraan Social Media”. Posisi mereka sebagai figur publik dengan jumlah penggemar dan follower yang tidak sedikit, otomatis berpengaruh pada bagaimana mereka menempatkan diri di hadapan publik. Kombinasi pendapat yang serius khas Samuel, bernuansa positif ala Becky, dan pasti kocak khas Indy, membuat atmosfer ruangan seketika menjadi segar. Istilah “setelah makan siang biasanya tidak bersemangat”, sangat tidak terjadi di acara ini.
Figur perempuan hebat selanjutnya adalah Nadya Hutagalung. Kehadirannya yang sudah ditunggu-tunggu sejak awal acara, membuat suasana hening seketika saat ia mempresentasikan kiprahnya sebagai aktivis lingkungan. Apa yang ia perjuangkan untuk lingkungan sebenarnya sederhana saja. Ia sebagai perempuan, istri, dan ibu, merasa berkewajiban untuk menciptakan dunia yang jauh lebih baik untuk anak-anaknya tumbuh dewasa kelak. “Dunia luar menurut saya menyeramkan. Tapi, apa saya hanya bisa tinggal diam melihat itu? Tidak! Saya bisa membuat perubahan dengan melakukan sesuatu yang kecil, namun berkelanjutan mulai dari lingkungan terkecil saya. Pemberdayaan, bagi saya, memperkuat diri dengan pengetahuan tentang keadaan lingkungan saya yang sebenarnya,” tuturnya.
Posisi Rosianna sebagai host acara, untuk sementara digantikan oleh Alvin Adam. Memasuki sesi perbincangan tentang “Popularity, Sensibility, Sustainability” bersama Titi DJ, bincang-bincang jurnalisme rasa khas Just Alvin mengetengahkan kisah hidup Sang Dewi tentang kariernya yang tetap bertahan hingga sekarang. “Dua puluh tahun lebih berkarier di musik, saya tidak terlalu ingin sering tampil, supaya fans juga rindu. Artis infotainment? Bukan saya,” jawabnya kepada Alvin tentang pertanyaan bagaimana Titi mempertahankan karier bermusiknya di tengah persaingan ketat musisi baru yang bermunculan. Kepopuleran yang menjadi iming-iming adiktif untuk mereka yang berprofesi di dunia hiburan, baginya harus disiasati dengan kepiawaian mempertahankan kualitas dan mencari cara agar selalu dirindukan penggemar. Dan Titi, berhasil melakukannya.
Setelah itu, giliran Fifi Aleyda Yahya dari program “Sudut Pandang” Metro TV yang menjadi host untuk panel diskusi tentang menjalankan usaha kewiraswastaan dengan cara lain. Rakhma Sinseria selaku pendiri Coffee Toffee dan Iim Fahima sebagai CEO Virtual Consulting memberikan pencerahan tentang seluk-beluk berwiraswasta. Keberanian dan kepandaian adalah kombinasi yang tepat untuk diandalkan ketika perempuan memutuskan untuk berwirausaha. Tampak para peserta mengangguk-angguk setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rakhma maupun Iim. Inilah bukti bahwa pengalaman dan kisah inspiratif seseorang memang lebih mudah diterima ketimbang dituturkan secara menggurui.
Perempuan dan uang adalah dua hak yang tak terpisahkan. Pilar ekonomi sebuah rumah tangga, sebagian besar masih dipegang oleh perempuan. Itulah sebabnya, perempuan harus teredukasi dngan baik mengenai hal satu ini. Tema ini sangat berkaitan erat dengan presentasi yang dibawakan oleh pembicara selanjutnya yaitu Anika Faisal, Direktur Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). Menurutnya, pemberdayaan perempuan selanjutnya bisa teralisasi dengan baik bila didukung dengan pendanaan yang baik. Masih banyak ditemui kondisi perempuan harus tersuruk dan tenggelam di kubangan kemiskinan dan kurang produktif. Padahal, dengan berbekal informasi yang cukup dan memercayakan sokongan dana dari perbankan yang tepat, woman empowerment bisa terwujud dan bukan impian lagi.
Konferensi belum sepenuhnya selesai, karena kejutan terakhir untuk acara ini belum diungkap. Kejutan itu adalah penayangan perdana film pendek produksi FIMELA TV, bekerja sama dengan Miles Production, Kick Andy, dan Dove. Film ini mengangkat profil Priskilla Smith Jully. seorang tuna netra yang mendirikan sekolah untuk kaum terpinggirkan di Semarang. Patriotisme yang dilakukannya selama beberapa tahun terakhir ini, memancarkan kecantikan dan kekuatan sejati seorang perempuan, yang sejalan dengan prinsip Dove. Tak pelak, air mata susah ditahan ketika menonton adegan per adegan yang memperlihatkan ketulusan dan cinta Priska yang begitu besar kepada sesama. Usai penayangan, digelar bincang-bincang singkat dengan Lolita Malaihollo selaku Project Director FIMELA TV, Mira Lesmana dan Riri Riza dari Miles Production, serta Eva Arisuci Rudjito selaku Marketing Director Skin Cleansing category Unilever Indonesia. Masing-masing pihak mengaku puas dengan kerja keras mereka menggarap film inspiratif ini, dan berharap bisa lebih sering lagi menggarap proyek seperti ini.
Pemutaran film menjadi penanda bahwa konferensi penuh makna ini telah berakhir. Di barisan kalimat penutupnya, Rosianna menyimpulkan bahwa semua pembicara di konferensi ini memiliki satu benang merah, yaitu sikap patriot yang bisa diaplikasikan dengan berbagai cara dan keberanian yang berbeda-beda. Mereka adalah perempuan yang mewakili begitu banyak perempuan lain yang ada di Indonesia dan masing-masing memiliki kisah kepahlawanan dalam kehidupan mereka. Pesan yang ingin disampaikan adalah: the hero lies in you. Acara ini ingin memberikan contoh bahwa cerita heroik itu bisa terjadi tergantung diri masing-masing. Sambil keluar dari ballroom, terlihat dengan raut muka puas dan senyum mengembang dari seluruh peserta saat meninggalkan tempat acara. Kita tunggu saja, akan bermunculan banyak lagi Nadya Hutagalung atau Nenny Soemawinata lainnya di kemudian hari.