BEAUTY INSIDER: Susy Turino, Make Up Artist Bertangan Dingin

Fimela Editor diperbarui 09 Nov 2012, 07:00 WIB
Berbisnis salon, dari iseng jadi uang Tumbuh besar melihat ibu saya sibuk berbisnis salon, sempat membuat saya enggan untuk mengikuti ibu. Namun, bakat itu ternyata tak bisa dibendung. Semasa saya kuliah di Universitas Satya Wacana, Salatiga, saya merasa kalau cara mengisi waktu yang benar setelah pulang kuliah adalah dengan iseng membuka salon. Berawal dari hanya menyediakan tiga tempat duduk dan tiga cermin, salon saya tak disangka penuh dengan ibu-ibu Bhayangkari yang rutin ke salon. Larisnya salon saya, lalu membuat saya bisa menolak uang saku dari orang tua karena pendapatan dari saya sendiri saja sangat mencukupi.
Menaklukkan Jakarta! Setelah menikah, saya pindah ke Jakarta. Saya lalu bekerja di salon Peter Saerang selama dua tahun dan satu salon lainnya selama satu setengah tahun hingga akhirnya saya memutuskan untuk memiliki salon sendiri. Bermitra dengan seorang hairstylist, Pieter Christ, di tahun 2001 mendirikan Kleo Beauty Studio yang pertama di Melawai. Kemudian di tahun 2004 kami membuka Fazio Hair Studio di eX dengan menggandeng Wim Soeitoe yang juga seorang hairstylist dan makeup artist. Usaha ini syukurlah berjalan dengan baik karena saya berpartner dengan orang yang juga memahami dunia salon. Pada pertengahan tahun 2000, menjadi titik peningkatan bisnis saya, karena Ibu Raakhee Punjabi, istri dari Raam Punjabi, bos Multivision Plus, bersedia memasukkan nama salon saya di credit title semua judul sinetronnya. Promosi yang terlihat kecil itu, lalu berefek besar pada perkembangan bisnis karena jangkauan klien saya makin luas. Tak hanya itu, Ibu Raakhee Punjabi kini juga menjadi salah satu shareholder di Fazio. Dalam perkembangan bisnis kami, seorang top stylist di Kleo Melawai, Vonny Kaeng, juga akhirnya menjadi salah satu partner di Kleo Beauty Studio.
Memperkenalkan natural beauty Salah kaprah tentang make up khusus pengantin yang masih sering terjadi adalah riasan yang menempel di wajah harus super tebal. Sementara, yang saya pelajari dari tren rias di Eropa malah seminimal dan sealami mungkin. Saya coba perkenalkan dan aplikasikan tren itu di sini, dan ternyata klien saya menyukainya. Tanpa dempulan bedak tebal dan riasan smoky, pengantin tetap bisa kelihatan cantik dan kekurangan mereka terkoreksi. Sejak itulah gaya make up yang natural tapi tetap bisa mengubah seseorang menjadi cantik ini, menjadi andalan saya yang memang dicari oleh klien. Saya selalu berusaha semaksimal mungkin untuk menyediakan tata rias wajah dan rambut yang menyempurnakan total look sang pengantin.
Perfeksionis itu harus! Saya memposisikan diri sebagai make up artist dan hairdresser khusus pengantin. Itu sebuah profesi yang sulit. Saya harus bekerja keras agar bisa mengubah penampilan calon pengantin. Mengubah di sini bukan berarti menjadi tampak berbeda hingga tak bisa dikenali, namun harus bisa menampilkan versi paling bagus seorang pengantin. Saya harus bisa mewujudkan itu karena pernikahan adalah kejadian penting dalam kehidupan seseorang dan tugas berat itu diserahkan kepada seorang makeup artist. Make up test adalah kesempatan saya untuk mengenali karakter wajah dan rambut calon pengantin yang saya tangani. Biasanya, file klien sudah ada di atas meja kerja saya sebulan sebelum hari H. Seminggu sebelum hari besar itu tiba, saya buka-buka kembali file tersebut dan saya pelajari karakter wajahnya sebelum dan sesudah didandani ketika make up test. Mungkin memang sudah terlihat bagus untuk mata orang awam, tapi menurut saya itu masih bisa disempurnakan lagi. Saya harus perfeksionis karena klien berharap banyak pada saya.
Target pasar, bukan saya yang menentukan Saya dikenal sebagai make up artist dengan jajaran klien dari kalangan high end. Ya, itu memang benar, namun itu melalui proses yang tidak singkat. Saya memulai karier di dua salon yang memiliki positioning sebagai high end salon. Oleh karena itu, ketika saya keluar dari salon tersebut dan memulai bisnis di dunia kecantikan, ada beberapa klien langganan saya dulu, yang beralih ke salon saya dan berlanjut hingga sekarang. Sementara, kalau dikatakan saya harus membuat orang mengantri untuk mendapatkan jasa saya, saya rasa kurang tepat karena apa yang saya lakukan adalah pekerjaan tangan yang terbatas kecepatan dan waktunya. Ini adalah sebuah bentuk penghargaan untuk saya, namun tetap membuat saya tidak mau berhenti untuk belajar dan terus  meningkatkan kemampuan.
Ada harga, ada rupa Tarif jasa saya seringkali simpang siur, karena beberapa kali ada salah paham tentang pemberlakuan harga. Padahal, saya memberlakukan harga yang sama untuk semua klien tanpa membeda-bedakan. Untuk klien yang dirias di salon seharga 22 juta Rupiah. Bila ingin dirias di rumah atau hotel, 35 juta Rupiah, dan untuk yang di luar kota seharga Rp. 49.500.000, Itu semua termasuk make up test yang bisa dipakai untuk foto prewedding dan retouch di hari pernikahan. Angka tersebut bukan sekadar harga mahal, namun jaminan kualitas untuk klien. Semua produk make up yang saya gunakan adalah yang terbaik dan kebanyakan hanya bisa didapatkan di luar negeri untuk mendapatkan hasil akhir yang sempurna sesuai dengan apa yang diinginkan. Ini juga menjadi harga untuk menghargai hasil karya dan kerja keras seorang make up artist dan hairdresser.
Peter Saerang idola saya  Salah satu role model saya dalam berbisnis di bidang ini adalah Peter Saerang. Saat saya masih bekerja dengannya, saya belajar banyak hal darinya. Hingga kini saya selalu menerapkan hal yang saya pelajari waktu itu, mulai dari cara kerja yang cepat, cekatan, tepat waktu, hingga pentingnya berpenampilan stylish agar dapat memberikan impresi yang baik kepada klien. Selain kerja keras, saya juga masih perlu mematok cita-cita tinggi agar terus terpacu untuk lebih baik lagi daripada sekarang. Saya ingin menjadi seorang make up artist yang memiliki brand yang kuat di benak para klien, sehingga tanpa harus melihat contoh hasil karya saya terlebih dulu pun seorang calon pengantin merasa yakin bahwa ia berada di tangan yang tepat untuk momen yang paling istimewa dalam hidupnya.