Jika seseorang memanggilmu dengan nama ejekan dan mengatakan hanya bercanda padahal itu menyinggungmu, mungkin dia benar-benar bermaksud melukai perasaanmu. Pelaku bisa jadi menutupi maksudnya dengan menyalahkanmu yang terlalu sensitif dan mengatakan kamu harus lebih rileks. Padahal, sekali lagi kamu masih tetap menganggap ejekannya berlebihan dan merasa nggak nyaman dengan itu. Hati-hati, dia punya cara membuat apa yang dia katakan dan lakukan padamu seolah wajar dan normal, dan yang di posisi bermasalah adalah dirimu sendiri.
Lalu seseorang yang dekat denganmu sering menjadikanmu tersangka di tiap masalah yang terjadi, dan selalu menyalahkanmu untuk hal-hal yang nggak sepenuhnya atau sama sekali bukan salahmu, juga bisa jadi pertanda kamu mengalami kekerasan emosional. Hubungan kalian sudah jelas bukan hubungan yang sehat karena dia hanya membutuhkanmu jadi kambing hitam untuk melepas tanggung jawabnya, apalagi sampai menyerang dan menghakimimu di depan umum.
Nggak semua pelaku kekerasan, baik verbal maupun fisik, adalah pengguna obat-obatan atau minuman beralkohol, tapi nggak sedikit pencandu yang berperilaku nggak wajar. Penyalahgunaan obat atau minuman itu sangat mungkin jadi pintu gerbang pelecehan emosional dan hubungan yang nggak sehat karena emosi pencandu yang terus ada di bawah pengaruh alkohol.
Bukannya nyaman, kamu justru takut berada di samping teman atau pasanganmu. Mungkin ada yang salah di sana. Apa mereka mengintimidasi, mendominasi, dan menggunakan taktik untuk memperdayamu? Misalnya, mereka sengaja menjebakmu di situasi berbahaya atau memamerkan senjata dan mengatakan nggak takut menggunakannya jika ada yang mengancam mereka, termasuk kamu.
Pelaku pelecehan emosional juga bertingkah seperti majikan dan kamu bawahan yang harus memenuhi semua kemauannya tanpa sedikit pun membantumu menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang dibebankannya padamu.
Perilaku yang paling tampak adalah kecemburuan mereka. Pasangan yang suka melecehkanmu akan memiliki intensitas jealous sangat tinggi, nggak hanya cemburu ketika perhatianmu teralih darinya, tapi juga cemburu melihat keberhasilano orang lain, apalagi melihatmu berhasil atau meraih mimpi. Rasa iri mereka akan kembali memicu kemarahan dan serangan membabi buta berupa hinaan, sindiran, dan segala hal yang menyinggung perasaanmu.
Kalau kamu merasa ada di dalam hubungan yang penuh dengan pelecehan emosional di atas, kamu wajib waspada karena kemungkinan pelecehan itu akan berkembang menjadi kekerasan fisik. Dari yang semula berupa kata-kata kasar dan nggak pantas, bisa berlanjut dengan pukulan dan tindakan kekerasan lain yang mengancam keselamatanmu, disertai ancaman jika kamu mengulangi perbuatan yang nggak dia senangi. Faktanya, nggak hanya laki-laki yang berpotensi melakukan pelecehan emosional. Perempuan nggak jarang menjadi pelaku pelecehan emosional terhadap pasangan maupun orang-orang terdekat karena emosi yang nggak stabil.
Psikolog Nilam Widyarini mengungkapkan, kata-kata kasar dan perintah semena-mena yang diucapkan pasangan tanpa perasaan ibarat majikan pada budaknya termasuk dalam pelecehan emosional. Ironisnya, mereka sering nggak sadar telah melakukan pelecehan tersebut. Karena kekerasan ini sulit dikenali dan dilihat, berbeda dengan kekerasan fisik, maka lebih rentan terjadi, tanpa disadari, dan sulit dibuktikan. Semakin sering melakukannya, seseorang akan makin terbiasa dan makin menganggap tindakannya wajar, sehingga sulit menyadarkan apalagi mengubah kebiasaannya menyinggung perasaan orang. Pernah mengalaminya, Fimelova?