Fimela.com, Jakarta Mengapa jarak Jakarta Pusat dan Barat jadi begitu lapang? Padahal Ibu Kota sedang bermurah hati. Jalannya tak sebegitu macet, lampu merah pun jarang terkena. Ah, ternyata saat itu saya gugup berhitung mundur waktu bertatap muka dengan Agustinus Wibowo.
Agustinus boleh saja tak setenar beberapa travel writer macam Claudia Kaunang atau Alexander Thian, apalagi Marischka Prudence. Namun, lelaki yang terliputi takut Mahameru meletus ketika masih kecil itu adalah penulis perjalanan kesukaan saya.
Bukan hanya soal perbedaan gaya menulis, saya tersentuh akan setiap cerita yang dikisahkan. Seolah benar-benar jujur dan apa adanya. Membuat saya turut merasakan sempit flying coach yang terantuk di jalan-jalan Afghanistan atau ngeri di setapak berliuk tepat di sisi amukan arus Amu Darya.
Saking kagum, saya sendiri sampai tak sadar kalau sebegitu cemas ketika hendak bersua lelaki berdarah Tionghoa itu. Memang untuk kebutuhan pekerjaan, tapi obrolan kami ternyata meluas ke bahasan bukan tentang buku, juga perjalanan.
Pertemuan ini sudah terjadi 2 tahun silam. Namun, saya masih ingat betul bagaimana Agustinus Wibowo dengan begitu menggebu-gebu membuka 'forum' diskusi bersama saya. Bahasannya mungkin bisa jadi pengingat untuk saya, kamu, kita.
Media Sosial Jadi Sumber Kelelahan yang Tak Disadari Banyak Orang?
Sesi wawancara saya soal buku dan perjalanan akbar Agustinus Wibowo menjelajah beberapa negara Asia Tengah sudah hampir berakhir ketika kami tiba-tiba berbelok ke bahasan media sosial dan kelelahan yang ditimbulkan.
Saat itu Agustinus berkata, kurang lebih seperti ini, "Kamu sadar nggak sih? Media sosial itu adalah sumber kelelahan baru. Saya dulu nggak menyadari sampai di suatu titik merasa, 'kok kayaknya megang HP terus ya.".
Lelaki yang menempuh pendidikan tingginya di Beijing, Tiongkok ini kemduian bercerita bagaimana ia merasa energinya terkuras dengan terus scroll media sosial. Belum lagi kegelisahan yang timbul dari sebuah unggahan.
"Saya pernah kayak cemas. Misal, habis update apa di Instagram. 'Aduh, kok nggak ada yang komentar ya? Kok likes-nya sedikit banget and so on'," ucapnya kala itu. Saya sendiri langsung sepakat dengan kegelisahan penulis buku Titik Nol tersebut.
Waktu Jadi Terasa Lebih Panjang Tanpa Gadget?
11 hari meditasi di Myanmar jadi titik balik Agustinus Wiboeo merasa media soal, juga gadget membuat waktunya terasa berkurang, jauh berkurang. "Kalau dari pagi sampai siang, perut sengaja nggak keisi. Laper sih. Cuma haslnya saya juga nggak menyangka bakal sebegini besar," tuturnya.
Perlahan, Agustinus meninggalkan kegelisahannya, juga memutuskan untuk tak sebegitu sering memeriksa media sosial dan melupakan realita di depan mata. Keinginannya sederhana, Agustinus hanya ingin mempunyai waktu lebih panjang untuk diri sendiri.
Seperti saya, kamu mungkin juga tak menyadari betapa gadget mencuri waktu dan membuat berbagai hal jadi tak seimbang. Semoga cerita Agustinus Wibowo ini bisa jadi inspirasi, sekaligus pengingat untuk kembali berbenah kesinambungan dalam hidup. Kalau belakangan merasa terlalu lelah, mungkin cek gadget-nya mesti dikurangi?
Asnida Riani,
Editor Celeb Bintang.com