Fimela.com, Jakarta Swinger, atau saling bertukar pasangan, belakangan ini marak dibicarakan. Perilaku yang tak biasa ini sebenarnya sudah lama terjadi di berbagai belahan dunia. Bahkan, hal ini terang-terangan dituliskan dalam sebuah buku berjudul " A Modern Marriage."
Salah satu penyebab adanya swinger atau orang yang melakukan tukar pasangan seksual adalah ketidakpuasan dalam hubungan suami istri. Hal tersebut diungkap oleh Guru Besar Departemen Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Prof. DR Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, mengomentari kasus tiga pasutri yang tukar pasangan di Malang, Jawa Timur.
"Kalau alasan mereka karena ketidakpuasan bisa dimengerti. Salah satunya memang itu," kata Prof. DR. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS ketika dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu (18/4/2018).
Bila dilihat dari sisi kesehatan, Wimpie mengatakan, praktik bertukar pasangan tidak menimbulkan masalah apabila pelaku dalam komunitas tersebut tidak ada yang menularkan penyakit.
"Kalau dari sudut kesehatan ya, kalau mereka sama-sama sehat tidak ada masalah. Itu dilihat dari kesehatan, bukan moral," tambah Wimpie.
Hal itu akan menjadi berbahaya bila salah satu pelaku tidak sehat atau mengidap penyakit menular seksual, kata Wimpie.
"Hanya saja yang membuat kita merasa aneh adalah kenapa mereka melakukannya dalam bentuk tukar pasangan dan dalam satu komunitas tersendiri," ujarnya.
What's On Fimela
powered by
Sepakat Secara Mental
Sementara, ditilik dari sisi psikologis, Wimpie mengatakan, apabila suami istri telah sepakat melakukan praktik tukar pasangan maka tidak ada masalah yang akan ditimbulkan.
"Artinya mereka kalau sudah masuk dalam komunitas itu, berarti secara mental mereka sepakat," ungkap seksolog yang tergabung dalam Asosiasi Seksologi Indonesia itu.
"Mungkin sudah tidak ada rasa cemburu, yang mungkin tidak semua orang bisa melakukan itu," lanjutnya.
Meski praktik tukar pasangan bisa jadi tak akan menimbulkan risiko kesehatan jika dilakukan dengan aturan tertentu, Wimpie mengatakan, praktik tersebut secara moral tentu tidak dibenarkan, terutama bila dilihat dari sisi agama.
"Kalau secara moral umum kan enggak benar. Apalagi kalau sudah dikaitkan dengan agama," ujar Wimpie.
Mereka yang sudah terbiasa melakukan hal itu, akan menganggap bahwa aktivitas tersebut biasa saja dan tidak melanggar apa pun.
"Kalau bagi mereka tidak apa-apa. Tapi kenapa mereka melakukannya, itu yang patut ditanyakan," Wimpie menegaskan.
Kasus Swinger di Malang
Seperti yang telah diberitakan, petugas Ditreskrimum Polda Jatim membongkar jaringan komunitas perilaku seks tukar pasangan atau dikenal dengan swinger bernama Sparkling.
Salah satu syarat untuk bergabung dengan komunitas tersebut adalah harus memiliki buku nikah dan harus merupakan pasangan resmi.
“Syarat mengikuti kegiatan ini harus pasangan resmi dan punya buku nikah. Mereka akan janjian di suatu tempat untuk melakukan praktik swinger tersebut,” kata Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Yudistira, seperti dikutip dari News Liputan6.com.
Komunitas tersebut sudah terbentuk sejak 2013 dan memiliki 48 pasangan nikah resmi sebagai anggotanya.
Penulis: Giovani Dio Prasasti
Sumber: Liputan6.com