Fimela.com, Jakarta Tanggal 30 Maret kemarin genap sudah 11 tahun kematian Chrisye. Penyanyi legendaris dan salah satu yang terbaik di negeri ini menghembuskan napas terakhir pada 30 Maret 2007 karena penyakit kanker paru-paru. Meski sudah tiada, pemilik nama lengkap Chrismansyah Rahadi ini masih dikenang sampai saat ini, terutama lewat lagu-lagunya.
Lalu bagaimana Anda mengenang seorang Chrisye? Pasti beragam carranya. Kalau saya sebagai salah seorang penggemarnya, mengenang Chrisye seperti sebuah mesin waktu. Banyak yang berandai-andai bisa kembali ke masa lalu yang menyenangkan melalui mesin waktu. Bagi saya sebenarnya mesin waktu itu sudah ada, yaitu lagu-lagu Chrisye.
Kalau di dunia film, mesin waktu saya adalah film-film Warkop DKI dan Benyamin S., maka di musik nama Chrisye sudah terpatri sejak saya masih kecil. Adalah kedua orangtua saya yang memperkenalkan saya pada lagu-lagu Chrisye, mungkin tanpa mereka sadari. Menurut cerita ibu, saya sudah mendengarkan lagu Chrisye dari masih di TK sampai masuk SD.
Yang paling diingat adalah album soundtrack film Badai Pasti Berlalu yang sudah dirilis beberapa tahun sebelumnya sudah berulangkali diputar di tape deck maupun radio kaset jadul di rumah kami. Lagu-lagu seperti Serasa, Pelangi, Angin Malam dan tentunya Badai Pasti Berlalu sudah tergiang-ngiang di telinga dan pikiran saya sejak dulu.
Sudah bisa ditebak apa jadinya kalau album musik yang sering saya dengar sejak kecil, belakangan terpilih sebagai album musik Indonesia terbaik sepanjang masa oleh sebuah majalah musik terkemuka? Yup, saya langsung jadi penggemar Chrisye sejak kecil sampai dengan sekarang karena lagu-lagu maupun karyanya dan suaranya memang yang terbaik di negeri ini.
Chrisye dan Orang-orang Tercinta
Seiring bertambah usia dari SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi, lagu-lagu Chrisye sering menandai perjalanan kehidupan saya, terutama momen-momen yang membahagiakan. Rasanya bisa 'merinding' kalau mengingat masa-masa itu apalagi sambil mendengar lagu-lagu klasik Chrisye.
Lagu-lagu seperti Sabda Alam, Juwita, Anak Jalanan dan Galih & Ratna seperti menandai masa-masa kecil yang menyenangkan, masih bisa bermain sepakbola di lapangan luas atau menikmati indahnya udara pagi yang masih segar. Lalu ada lagu Lenny, Selamat Jalan Kekasih dan Metropolitan saat pindah ke lingkungan di tengah kota tapi masih terasa nyaman, masih menikmati lengangnya Jakarta yang terasa damai.
Memasuki pertengahan 80-an, ada lagu-lagu Chrisye yang lebih enerjik seperti Hip Hip Hura, Aku Cinta Dia dan Anak Sekolah, saat televisi hanya menampilkan penyanyi yang benar-benar berkualitas. Saat mengalami cinta pertama, cinta monyet dan saat beranjak remaja. Saat itu juga kita masih bisa menyaksikan penampilan Chrisye di layar televisi seperti di Aneka Ria Safari di TVRI yang membuatnya harus menari dengan lincah, atau lewat video klip ala ‘karaoke’ di acara Selekta Pop TVRI.
Satu hal yang paling saya rasakan di masa-masa itu, orang-orang terdekat yang saya cintai masih ada di dunia ini. Selain masih ada mendiang ayah, masih ada kakek, nenek, paman, tante, sahabat dan orang-orang lain yang membuat hidup saya jadi indah, ramai dan berwarna. Beranjak dewasa, mulai banyak orang-orang tercinta yang pergi meninggalkan dunia ini.
Namun harus harus tetap berjalan bagaimanapun keadaannya. Begitu juga dengan lagu-lagu Chrisye yang terus membuat saya terpukau. Lagu-lagu seperti Pergilah Kasih, Cintamu T’lah Berlalu dan Damai Bersamamu menjadi pertanda kualitas seorang Chrisye yang mampu bertahan di tengah persaingan yang semakin berat.
Di era 90-an yang disebut-sebut sebagai puncak kreatifitas musik Indonesia, Chrisye juga masih mampu memunculkan lagu-lagu hits seperti Kala Cinta Menggoda dan Untukmu. Ditambah lagi daur ulang album Badai Pasti Berlalu yang ditangani Erwin Gutawa, menutup era 90-an dengan gemilang.
Konser Terbaik Chrisye
Di awal era 2000-an, bertambah lagi mesin waktu kenangan tentang mendiang Chrisye. Di bulan Februari saya sekeluarga bersama ayah, ibu, adik dan sepupu saya ikut jadi saksi konser Badai Pasti Berlalu Chrisye di JCC.
Bagi saya itu adalah konser terbaik dan paling berkesan sepanjang saya menyaksikan konser music musisi dalam maupun luar negeri! Kita bisa melihat dan merasakan megahnya lagu-lagu Chrisye yang dibalut iringan orkestra pimpinan Erwin Gutawa, belum lagi sejumlah musisi hebat ikut mendukung konser ini.
Bahkan seorang Guruh Soekarnoputra sempat tampil di atas manggung memainkan gamelan. Kita juga bisa melihat sisi lain Chrisye yang tampil beda dan enerjik saat tampil bareng band Gigi. Kita juga bisa melihat sisi religius seorang Chrisye yang sempat terisak melantunkan lagu Ketika Kaki dan Tangan Berkata yang diiringi pembacaan puisi oleh Taufiq Ismail.
Lalu ada duet Chrisye dengan Waldjinah dan Nicky Astria. Sungguh konser yang komplet dan luar biasa yang pastinya tak akan terlupakan seumur hidup. Bahkan terasa masih terbayang dan tergiang sampai saat ini. Setelah itu Chrisye masih menghasilkan beberapa album dan juga sempat menggelar konser kembali.
Saya juga sempat beberapa kali meliput acara Chrisye seperti peluncuran album, promo album dan konser Dekade yang kembali diadakan di JCC. Saat kesehatannya mulai menurun, Chrisye pun sudah jarang tampil termasuk di televisi. Saat ia akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada 2007 lalu, rasanya seperti kehilangan salah satu anggota keluarga atau saudara kita.
Kangen Chrisye
Tujuh tahun setelah kepergian Chrisye, giliran ayah saya yang dipanggil Tuhan setelah lama dirawat di rumah sakit. Waktu masih dirawat, mendiang ayah juga sempat minta diputarkan lagu-lagu Chrisye.
Beberapa kali air matanya menetes, katanya lagu-lagu Chrisye mampu menyentuh hati dan terasa enak didengar sampai kapan pun. Kini setelah beberapa orang tercinta sudah meninggalkan dunia ini. Hidup tentunya harus terus berlanjut dan tak bisa terus meratapi masa lalu.
Kita memang harus terus maju ke depan, tapi sesuatu yang indah di masa lalu tentu akan terus terkenang. Saya juga masih bisa mengenang Chrisye bersama ibu dan adik saya. Mereka juga antusias waktu ingin menyaksikan film Chrisye di penghujung tahun lalu.
Saya satu kata dengan Ferry Mursyidan Baldan selaku pendiri Komunitas Kangen Chrisye (K2C), film tersebut memang terasa kurang memuaskan, tapi setidaknya film yang diperankan Vino G. Bastian itu bisa sedikit memenuhi rasa kangen kita pada sang legenda. Kalau sesekali ingin mengenang indahnya masa lalu, saya cukup memutar mesin waktu versi saya sendiri.
Saya tinggal memutar lagu-lagu Chrisye, sambil sesekali memejamkan mata, dan saya mulai kembali ke masa lalu, mungkin rasanya seperti potongan lirik lagu Sabda Alam: “…Serasa Pagi Tersenyum Mesra, Bertiup Bayu Membangkit Sukma, Adakah Esok Kau Senyum Jua, Memberi Hangatnya Sejuta Rasa…”.