Fimela.com, Jakarta Menjaga eksistensi sebagai seorang aktor bukan pekerjaan yang mudah. Namun, Donny Damara sudah membuktikan mampu bertahan sampai 30 tahun di industri perfilman tanah air.
***
Pemilik nama lengkap Donny Damara Prasadhana itu sudah memulai karirnya di industri film Indonesia mulai tahun 1988 saat ia berperan sebagai Rendy di film Cinta Anak Jaman. Setelahnya, puluhan film layar lebar sudah tercatat menjadikan dirinya sebagai salah satu pelakon berbagai karakter sampai tahun 2018 ini.
What's On Fimela
powered by
Selain itu Donny juga pernah tampil di beberapa judul sinetron. Donny pernah merah Piala Citra sebagai Aktor Utama Terbaik lewat perannya di film Lovely Man (2012) sebagai seorang transgender. Bahkan Donny juga menang di ajang Asian Film Festival lewat akting memikatnya di film yang disutradarai Teddy Soeriaatmadja itu.
Menjadi aktor lintas generasi nyatanya tak membuat pria berusia 51 tahun itu berpuas diri. Di perjalanan karirnya yang sudah menginjak 30 tahun, nyatanya Donny Damara masih mengidamkan satu karakter yang belum pernah ia mainkan sepanjang karirnya.
"(Peran) Psikopat. Iya, saya pengen banget tuh. Susah menurut saya untuk dia pura-pura nggak kelihatan psikopatnya, jadi saya pengen sih," ucap. Donny Damara saat berbincang dengan Bintang.com, beberapa waktu lalu.
Tak sekedar menyoal peran impian yang belum pernah ia mainkan, dalam sebuah wawancara eksklusif, Donny Damara pun membeberkan seluruh asa yang ia rasakan selama berkarir sebagai aktor layar lebar.
Donny juga menceritakan film terbarunya yang berjudul Guru Ngaji. Di film tersebut Donny Damara harus melakukan riset mendalam untuk menjadi seorang guru ngaji. Apa saja riset dan persiapan yang harus dilakukan Donny Damara? Apa saja kiatnya sehingga masih tetap eksis sampai sekarang. Simak hasil wawancaranya berikut ini.
Donny Damara Sudah Kecanduan Berakting
Berkarir selama 30 tahun sebagai aktor, Donny Damara mengakui jika seni peran tak lagi sebatas pekerjaan bagi dirinya. Jauh dari itu, Donny mengaku sudah kecanduan menjadi sosok lain yang memberikan banyak pelajaran bagi dirinya secara pribadi.
Apa yang membuat Donny Damara bisa bertahan selama 30 tahun di dunia akting?
Saya harus bilang, saya bisa hidup dari sini (seni peran). Salah satu yang menarik buat saya adalah bisa jadi orang lain. Tapi masalahnya saat melakukan itu, kita harus riset dulu. Caranya bisa bertanya. Ada role model tapi tidak duplikasi. Atau bisa juga dengan membaca. Yang penting adalah harus dengan hati.
Lalu apa saja kiatnya?
Jangan malu bertanya ke siapapun itu, entah yang lebih tua ataupun yang baru masuk ke dunia film. Terus juga apapun yang dipercayakan oleh sutradara pada kita, ya udah kita mainkan. Caranya ya riset, nanya, nyari role model. Dan yang penting hati harus ikut, kalau hati kita nggak ikut pasti kelihatan, dan jadi rendah diri.
Pernah merasakan fase terberat atau jenuh, sehingga timbul keinginan untuk meninggalkan dunia akting?
Fase terberat, kalau sampai ingin meninggalkan sih nggak, ini candu kok meski demikian ribetnya. Ini kerja kolektif dari mulai PU (Pembantu Umum) sampai nahkodanya (Sutradara) itu semua berkesinambungan, berhubungan. Satu nyuslek (istilah Donny Damara sebagai ungkapan gagal) ya selesai. Dan seribetnya gimana pun tetap jadi itu film, jadi kalau tiba-tiba kita break syuting atau berhenti sebentar, ada rasa kerinduan. Jadi kalo ditanya ada kejenuhan, jangan sampai ya.
Melihat perubahan industri film dulu dan sekarang, seperti apa?
Secara teknik kamera udah pasti berkembang, cuma yang sama adalah gimana kita reading. Yang kurang sekarang adalah script conference-nya. Sekarang jarang banget kita semuanya ngumpul ngebahas, 'adegan ini mau diapain?'. Terus sekarang produksi film sangat sebentar menurut saya, dulu bisa berbulan-bulan dan harus proses dubbing. Kalau dari segi cerita, pasti jauh berkembang. Karena dunia film tetap berkembang kok dari segi cerita, masalahnya ketika cerita itu dalam satu karya utuh, jangan dicincang terlalu banyak, dihilangkan oleh institusi tertentu, dipotong. Intinya, 'Kalau lu ngeliatnya dari porno yaa bakalan porno terus, tapi kalo lihatnya dari artnya yaa mungkin bisa beda sudut pandangnya'.
Kalau boleh membandingkan, lebih nyaman dulu apa sekarang?
Itu bagaimana nyikapinya aja sih. Yang pasti, kalau saya nggak nyaman dengan satu produksi mending nggak saya ambil.
Kalau boleh tahu, apa pertimbangan utama seorang Donny Damara dalam menerima sebuah tawaran bermain?
Yang pertama sih ceritanya siapa yang nulis, terus director-nya. Tergantung hati aja sih. Saya nggak terlalu pemilih. Saya nggak bisa nentuin lawan main. Saya lihat siapa yang direct, produsernya, ceritanya. Kalau lawan main itu urusan produser dan bisa berubah tiba-tiba.
Apa sih nikmatnya jadi aktor?
Ada satu kepuasan yang tidak bisa diukur ketika saya bisa memerankan sebuah karakter. Itu rasanya cape, tapi seperti orgasme dan kayak lolos dari lubang jarum. Apalagi kalau itu bisa diapresiasi sama penonton, itu yang saya rasain. Saya juga bisa tahu karakter orang-orang dari film.
Sebagai senior, mungkin ada pesan dari seorang Donny Damara untuk aktor muda agar karirnya langgeng?
Jangan malu bertanya, belajar terus, kembangkan diri kita sendiri, dan rendah hati.
Dua Karakter Donny Damara di Guru Ngaji
Sudah berkarir selama tiga dekade nyatanya tak membuat Donny Damara berhenti mengeksplorasi kemampuan aktingnya. Yang terbaru, ia ikut berperan di film Guru Ngaji sebagai Mukri, seorang guru ngaji yang juga menjadi badut penghibur di sebuah desa terpencil.
Secara garis besar, film Guru Ngaji seperti apa ceritanya?
Seperti layaknya laki-laki kan ingin membahagiakan keluarga. Disini tokoh Mukri kesehariannya bekerja sebagai guru ngaji, disamping itu dia juga punya pekerjaan lain yang sebagai badut. Awalnya semua berjalan lancar dan sesuai rencana, tapi kemudian ada masalah dan dilema yang harus dihadapi Mukri.
Apa yang jadi dilema?
Suatu waktu Mukri sedang menghibur di satu panti asuhan non-muslim, nah tiba-tiba pemimpin panti asuhannya bilang, 'minggu depan ngisi acara lagi di sini karena pengisi acaranya sakit, tapi sebagai Santa Clause', di situ konflik kan, karena untuk beberapa daerah di Indonesia jadi guru ngaji ya udah jadi guru ngaji aja, nggak usah dicampur sama pekerjaan lain, jadi badut aja dimarahin dan tanpa sepengetahuan istrinya, apalagi jadi Santa Clause. Jadi gimana caranya, bisa dilihat di film ini.
Pendalaman sebagai Mukri sendiri seperti apa?
Masih banyak guru ngaji di Indonesia yang sekedar dibayar dengan hasil kebun, kebetulan syutingnya di Boyolali, ada satu contoh dimana dia menghadapi ini dengan ikhlas, tentang keikhlasan lah.
Apa kesulitan jadi Mukri?
Kesulitan lebih pada saya sendiri karena untuk mendalami Mukri sebagai muslim saya juga pernah mengalami ngaji, ngantuk, terutama pulang sekolah dulu. Tapi saat saya memerankan tokoh ini, saya takut salah dalam melantunkan ayat.
Kenapa takut?
Kalau membaca (Al Quran) mungkin saya bisa, cuma lantunnya, tajwid-nya itu loh. Karena guru ngaji pasti akan ditiru kan, takutnya saya salah, terus ditiru oleh anak-anak, makanya saya sangat berhati-hati untuk itu. Makanya saat adegan melantunkan ayat tuh saya nggak apa-apa take berkali-kali sampai bener, takut, karena itu sensitif. Sisi lainnya Mukri kan manusia biasa, bisa salah.
Pesan apa yang ingin disampaikan di film Guru Ngaji?
Film ini ada beberapa pesan, toleransi, terhadap umat beragama, antar ras. Bagaimana dia menyikapi hidup, serba kekurangannya. Intinya keikhlasan, dalam arti tidak neko-neko, hidup saya segini aja. Bagaimana dia menyikapi hidupnya.
Setelah Guru Ngaji, akan ada apa lagi dari seorang Donny Damara?
Ada nanti (film) Buffalo Boys, di situ ada Tio Pakusadewo, ada Pevita Pearce, mudah-mudahan Juli ini tayang.
Pada akhirnya, Donny Damara sudah membuktikan kecintaannya pada dunia akting secara perlahan membawanya menjadi seorang legenda di perfilman tanah air. Dengan pengalamannya yang segudang, Donny membuktikan jika legenda pun tetap butuh aktualisasi diri agar filmografi serta pengalamannya bisa meninggalkan sesuatu untuk industri film Indonesia.