Fimela.com, Jakarta "Di radio, aku dengar lagu kesayanganmu, kutelepon di rumahmu sedang apa sayangku?". Awal pertama kali saya mendengar lagu tersebut, saya kira judulnya Di Radio, ternyata bukan sama sekali alias salah. Diawali dengan lirik "di radio", membuat banyak orang tertipu dengan lagu ini. Kugadaikan Cintaku, begitu judul yang sebenarnya.
***
Perkenalan saya dengan Soedjarwoto Soemarsono alias Gombloh, yang tak lain adalah pelantun Kugadaikan Cintaku di atas mungkin terbilang telat. Saya mengenal sosoknya ketika ia telah tiada. Itu pun karena tidak sengaja, karena bapak saya ingin membuang kaset-kaset lawas yang sudah tidak didengerkan lagi olehnya. Salah satunya ada Gombloh di sana.
Terlalu kepo dengan Gombloh, membuat saya memutar ulang kaset pita usang tanpa 'rumah' itu. Ternyata ada lagu 'Di Radio' yang sering saya dengar sekilas di kaset itu. Makin penasaran saja saya untuk mendengarkan lagu-lagu berikutnya. "Asyik juga," gumam saya dalam hati.
Anak kelas 4 SD, yang saat itu (seharusnya) lebih akrab dan gandrung dengan boyband seperti Boyzone, Westlife, NSYNC, dan sebagainya, mungkin tampak aneh jika saya mengatakan lagu Gombloh asyik dan bikin saya ingin tahu lebih jauh. Bukan tanpa alasan, menurut saya, lagu dengan lirik nyeleneh seperti yang diungkapkan di lagu Kugadaikan Cintaku itulah yang menarik dan menggelitik.
Saya masih ingat betul, saat itu bahkan saya sampai menuliskan seluruh lirik lagu yang ada di album Apel (1987) ke sebuah buku dan saya jadikan hafalan sampingan selain pelajaran. Hahaha sangat konyol.
Maklum, saat itu saya belum mengenal internet dan lebih banyak mengakses informasi lewat media massa cetak. Karena Gombloh nggak termasuk dalam bagian musisi hits saat itu, bagaimana lagi saya bisa mendapatkan liriknya kalau nggak dengan mendengarkan lalu menuliskannya?
What's On Fimela
powered by
Gombloh Pernah Bagi-bagi BH pada PSK
Beberapa tahun kemudian, setelah saya melek internet, saya jadi bisa lebih banyak untuk mengakses informasi tentang pria kelahiran Jombang tersebut. Mulai dari karya hingga balada kehidupannya. Saya jadi tahu jika ia mengawali karirnya dengan membuat sebuah band bernama Gombloh & The Lemon Tree's Anno '69 dengan 10 album di dalamnya. Keluar dari Gombloh & The Lemon Tree's Anno '69, ia bersolo karir dan menelurkan lima album hingga akhir hayatnya.
Selain itu, saya juga jadi tahu kalau Gombloh rupanya murid yang sering bolos sekolah dan kuliah. Kuliah di ITS (Institut Teknologi Surabaya) sama sekali bukan keinginannya, apalagi menjadi arsitektur. Jiwa seniman yang kental membuat ia kabur dari pulau Jawa ke pulau Bali dan berkesenian di sana.
Lebih jauh, menurut tulisan SERIAL MEMORIES OF GOMBLOH: Anak Juragan Ayam yang Suka Keluyuran di sekaringjagadband.blogspot.co.id yang menyadur dari buku Blues untuk Kim, saya juga jadi tahu kalau Gombloh adalah musisi yang gemar bergaul dengan kaum pinggiran, termasuk pekerja seks komersial (PSK). Bukan untuk menggunakan jasa mereka, melainkan Gombloh menjadikan mereka sebagai kawan sekaligus inspirasinya dalam menciptakan lagu.
Dengan jiwa sosial yang tinggi, Gombloh pernah mendatangi seorang PSK di lokalisasi Jarak, Surabaya, yang sedang sakit dan memberinya uang untuk berobat. Sys NS, yang juga salah satu sahabat Gombloh mengatakan bahwa Gombloh pernah membagi-bagikan BH kepada beberapa WTS. Apa itu tidak edan? :')
Kebyar-kebyar Mendunia
Begitulah Gombloh. Kepopuleran tak membuatnya lupa dengan orang-orang sekitarnya. Berbagi pada kanan kiri atas bawah seperti sudah menjadi kewajiban baginya saat terima honor. Mengalirnya uang ke pundi-pundi Gombloh tentu tak lepas dari kepiawaiannya menciptakan lagu.
Dikisahkan oleh beberapa teman Almarhum, proses kreatif Gombloh dalam berkarya membuatnya terjebak dalam gaya hidup yang tidak sehat. Di mana setiap hari dirinya selalu begadang, banyak minum kopi dan merokok. Bahkan, ia pun seperti tak sempat mengurus penampilannya. Rambut, kumis, jenggot, jambang dibiarkan tumbuh begitu saja.
Dari gaya hidupnya itu pula yang membuatnya terdiagnosa penyakit paru-paru dan menghembuskan nafas terakhir pada Sabtu, 9 Januari 1988. Sebagai musisi yang sedang naik daun saat itu, kabar kematian Gombloh tentu menjadi highlight awal tahun yang menggemparkan. Terbukti dari banyaknya pelayat dan pegantar jenazah yang mengekor hingga 4 kilometer menuju pemakaman.
Selain meninggalkan seorang istri, Wiwik Sugiarto, dan anak bernama Remy Wicaksono, melalui lagu Gombloh juga meninggalkan semangat nasionalisme untuk mencintai Tanah Air.
Maestro berambut gondrong yang kerap tampil dengan topi dan kacamata hitamnya itu memang telah tiada, namun karya-karyanya masih terus dikumandangkan hingga saat ini. Di tempat umum, saya masih menemui beberapa seniman jalanan menyanyikan lagunya. Di kancah musik internasional, ada Arkarna yang menyanyikan ulang lagu Kebyar-kebyar ciptaan Gombloh.
Lagu Kebyar-kebyar merupakan salah satu dari sekian banyak lagu ciptaan Gombloh yang sarat akan nuansa nasionalisme dan masih dinyanyikan oleh banyak orang saat Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Indonesia... Debar jantungku, getar nadiku berbaur dalam angan-anganmu. Kebyar-kebyar, pelangi jingga.
Bapak saya memang tidak pernah berbicara banyak soal Gombloh. Beliau mungkin bukan pengagum berat, tapi secara tidak langsung saya berterima kasih banyak atas inisiatifnya membuang kaset Gombloh album Apel (1987) dan mempertemukannya dengan saya sehingga saya tidak menjadikannya hanya sekadar di angan-angan.
Ditulis dalam rangka memperingati 30 tahun kepergian sang maestro Gombloh.
Febriyani Frisca
Editor Kanal Zodiac