Fimela.com, Jakarta Seperti Filipina, kunjungan ke Malaysia pun hampir pasti diliputi pertanyaan, 'Ngapain? Kan sama saja kaya di sini'. Kotanya serupa, daerah-daerah lebih sepinya mirip, pesisirnya bahkan dikatakan lebih cantik di Indonesia. Jadi, buat apa berjauh-jauh?
Benar, Negeri Jiran memang kurang-lebih sama dengan Indonesia. Tapi, serupa? Saya pikir tidak. Banyak, begitu banyak, poin pembeda antara Negeri Khatulistiwa dengan tetangganya itu. Saya sendiri mengaku ketagihan pergi ke Malaysia.
Sulit sebenarnya menemukan satu alasan kuat yang mewakliki dorongan untuk pelesiran ke negara bekas jajahan Inggris tersebut. Namun, sebut saja begini, pergi dari rumah tanpa benar-benar meninggalkan rumah.
What's On Fimela
powered by
Ya, kiranya itulah yang saya rasakan. Pergi, mesti pakai paspor, harus lewat imigrasi (dengan tampang penjaga yang jarang sekali bersahabat), tapi menemukan kenyamanan seperti di rumah. Tapi, bukan berarti tak menarik, lho.
Pembahasan untuk menjawab pertanyaan 'Ngapain sih ke Malaysia?' ini bisa terbagi ke dalam beberapa faktor besar. Mulai dari biaya, sampai kenyamanan di sejumlah aspek. Jadi, langsung saja simak lengkapnya.
Malaysia, Dekat dan Beragam
Terhitung 2017, saya sudah dua tahun berturut-turut menyempatkan diri pergi ke Malaysia saat akhir pekan. Ya, kamu tak salah baca, saya hanya memanfaatkan weekend saja, lantaran satu-dua alasan.
Perjalanan yang begitu singkat itu sudah saya perhitungkan agar tak merugi, baik soal waktu maupun biaya. Penerbangan ke Malaysia kurang lebih bisa ditempuh selama 1 jam 55 menit dengan harga tiket pesawat yang lebih murah ketimbang ke Bali (saya berdomisili di Jakarta).
Masih soal biaya, penginapan dan biaya hidup di Malaysia bisa saya katakan murah, sangat murah malah. Dengan hanya rata-rata MYR5 (sekitar Rp15.000) kamu sudah bisa makan enak yang rasanya sanggup bikin kangen dan banyak. Porsi makanan di sini memang tak main-main.
Selama saya makan di Kuala Lumpur, Malaka, dan Penang, rata-rata porsinya bikin perut begah. Saking banyak, saya malah lebih sering share dengan teman supaya bisa makan macam-macam dan tak kekenyangan. Soal penginapan memang beragam, mulai dari hotel, sampai hostel semua ada. Kalau dilihat-lihat, harganya kurang lebih sama dengan Bali dan lebih murah ketimbang Yogyakarta.
Transportasi pun sangat mudah. Selama di sana, saya jarang sekali pakai taksi karena seperti kebanyakan tempat, sopirnya suka 'mengakali' turis. Belum lagi berbicara tentang biaya berbeda bila tujuan kita dari/ke bandara, juga kebijakan jam malam.
Gunakan saja bus rapid, rata-rata ongkosnya hanya MYR1,2 (sekitar Rp3.600). Kalau di Kuala Lumpur, kamu bisa sambung-menyambung transportasi dengan MRT atau LRT. Semua sudah terintegrasi. Jadi, lebih mudah dan murah. Transportasi online pun sangat membantu di sejumlah keadaan dengan biaya yang masih masuk akal.
Jadi Saksi 3 Etnis di Malaysia
Secara garis besar, penduduk Malaysia didominasi tiga etnis, yakni Melayu, India, dan Tiongkok. Keberagaman ini membawa tak sedikit pengaruh, baik ke kebiasaan sehari-hari dan kesempatan mencicip makanan Melayu, India, juga Tiongkok tanpa perlu berpindah daerah terlalu jauh.
Saya pribadi pernah diceritakan penduduk lokal soal kotak-kotak etnis di Negeri Jiran yang tampaknya makin kentara. Bikin ilfeel? Justru nggak. Saya malah tambah penasaran dan makin tertarik dengan sisi lain kehidupan di Malaysia yang terkesan adem-ayem.
Kisah-kisah semacam inilah yang ampuh membuatmu kembali, lagi dan lagi. Karena tinggal di tempat yang biasanya sudah ditentukan, maka masuk-keluar kawasan ini akan memberikan suasana yang berbeda, jauh berbeda.
Pengalaman beragam, jarak yang cukup dekat, dan biaya perjalanan tak sedemikian mahal kiranya bisa jadi jawaban untuk mengapa mesti ke Malaysia. Oh, jangan lupakan bahasanya yang sangat mungkin membuatmu tergelak. Jadi, tak perlu ragu untuk mencoba pergi ke Malaysia ya! Nggak perlu visa kok.
Asnida Riani,
Editor Celeb Bintang.com