Fimela.com, Jakarta Melly Goeslaw mendapatkan pengalaman yang sangat berharga ketika dirinya menjadi bagian dari rombongan Duta Kemanusiaan asal Indonesia. Melly bersama rombongan di antaranya penyanyi religi Opick memberikan bantuan di kamp pengungsian warga Palestina dan Suriah di Kilis, kawasan perbatasan Turki-Suriah.
Bicara Palestina, siapa yang tak mengenal negara ini. Negara yang berada di kawasan Timur Tengah yang menjadi kawasan konflik berkepanjangan. Perang yang terjadi antara negara tersebut dengan Israel masih terus berkecamuk sampai saat ini. Sudah satu abad semenjak adanya Deklarasi Balfour 1917, konflik itu terus berkecamuk.
Lepas dari politik atau keinginan kelompok dari masing-masing negara tersebut. Yang pasti, perang telah memakan korban hingga ribuan orang. Dari mereka sebagian besar merupakan anak-anak di bawah usia 18 tahun. Penderitaan tersebut harus mereka tanggung, baik di negeri sendiri maupun di kamp-kamp pengungsian.
"Kami ke sana lewat Turki, mendarat langsung ke Istanbul. Itu terus kami pakai kereta ke Ankara, dari Ankara naik pesawat ke Kilis. Di Kilis itu yang lumayan mencekam ya karena masuknya juga dijaga sama banyak tentara," kata Melly di kediamannya, kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Minggu (24/12/2017).
Melly menambahkan, ada ratusan ribu orang yang menjadi pengungsi di kamp di Kilis tersebut. "Ada kurang lebih kalau nggak salah 120 ribu orang ditampung di situ. Mayoritas janda syahid sama anak-anak. Bapak-bapaknya kan ikut perang," tambah Melly Goeslaw.
Cerita sedih Melly Goeslaw dari Palestina
Banyak cerita yang didapatkan oleh Melly Goeslaw selama berinteraksi dengan para pengungsi tersebut. Mereka adalah orang-orang yang selamat dari perang yang terjadi. Yang membuat miris menurut Melly adalah ketika ia mendapati banyak anak-anak yang sudah tak lagi memiliki orangtua.
"Yang bikin menyedihkan itu kan saya sudah terbiasa bikin acara sosial sama GAS juga, kalau banjir, gempa bumi, dan sebagainya untuk satu wilayah yang korban banjir tuh kalau datang bantuan kan langsung berkeroyok, bergerombol terus heboh, rebutanlah apa. Ini nggak, yang bikin sedih tuh itu," ujarnya.
Melly menyiratkan keadaan para pengungsi tersebut sudah sangat tak peduli dengan keadaan sekitarnya. Meski mendapatkan program trauma healing, namun apa yang telah mereka alami sudah sangat menancap di dalam jiwa.
"Ini kayak hidup segan mati tak mau gimana sih, kayak sudah apatis nggak senyum, diajak ngomong juga jawabnya susah, dikasih bantuan juga nggak berekspresi. Pas kita masuk ke dekat kantornya itu lebih parah mereka benar-benar nggak mau disamperin gitu," imbuhnya.
Kepada orang asing, para pengungsi itu selalu menutup diri. "Mereka sembunyi ke dekat sampah, tempat apapun yang bisa mereka sembunyi. Mereka sembunyi nggak mau disamperin jadi kita harus pelan-pelan banget samperinnya. Ada beberapa yang mau tapi mayoritas nggak mau. Trauma," tutur Melly Goeslaw.
Trauma anak Palestina
Melly Goeslaw sedikit membeberkan bagaimana trauma begitu dalam karena perang bisa diderita oleh para pengungsi, khususnya anak-anak di bawah usia. Hidup mereka harus dihadapkan dengan suasana perang yang mencekam, darah, dan kematian yang senantiasa mengancam.
"Ya karena mereka trauma ya, bayangin aja anak-anak itu selain di Palestina-nya ngedengerin ada bunyi bom. Ngedengerin teman-temannya ditembak segala macam, lalu mereka harus melarikan diri lewat laut, pasti trauma lewat laut kan lihat yang lain tenggelam," beber Melly.
"Lalu dia kebawa sama orang lain yang dia nggak kenal, bapaknya nggak ada, ibunya hanyut pasti trauma. Mereka ngelihat orang asing tuh udah curiga duluan. Udah nggak nyaman. Makanya di penampungan itu yang diutamakan adalah menghafal Alquran dan trauma healing," kata Melly Goeslaw.
Donasi Indonesia untuk Palestina
Kepada para pengungsi, rombongan dari Indonesia ini memberikan donasi dalam bentuk uang dan barang-barang keperluan lainnya seperti perlengkapan musim dingin, makanan siap santap, dan bahan makanan.
Bantuan berupa perlengkapan musim dingin seperti pakaian, selimut, jaket, syal, kaos kaki, kasur, alat pemanas, sarung tangan, dan lainnya diberikan mengingat kondisi cuaca di kawasan kamp pengungsian yang pada Desember ini sudah mencapai suhu 5-7 derajat celcius.
"Kalau yang di Beirut kita kasih 250.000 USD, sekitar 3 apa 4 Milyar ya. Itu uang itu yang kita kumpulkan satu tahun ini. Kita dapatnya banyak banget. Qupro dapat 35 Milyar dan dalam bentuknya macam-macam, pernah juga kita kasih ambulans," tukas Melly Goeslaw.