Fimela.com, Jakarta Menjalin hubungan dengan pasangan yang berbeda adat dan budaya jelas bukan hal mudah. Hal itulah yang dirasakan Tata Janeeta yang belakangan diketahui telah menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan Iran, Mehdi Zeti.
***
Banyak pengorbanan yang harus dilakukan Tata dan Mehdi, termasuk bagaimana menjaga cinta yang telah terjalin selama ini. Sabar menjadi kunci utama karena perbedaan tersebut membuat keduanya sering kali salah paham. ketika Tata berujar A, namun Mehdi bisa menangkap menjadi B.
"Capek emang sih. Kita kan emang bahasanya beda, budayanya juga beda. Kadang menurut dia aku serius, akhirnya jadi marah. Menurut aku dia serius, ternyata bercanda," kata Tata Janeeta saat berbincang di kantor Bintang.com, kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Cinta memang yang telah menyatukan hati mereka. Seperti ketika keduanya terlibat pertengkaran dan memutuskan untuk berpisah, namun pada kenyataannya rasa rindu yang membuncah membuat mereka kembali bersatu. Saat perpisahan tersebut, status Tata dan Mehdi yang ternyata telah menikah secara agama pun terkuak.
What's On Fimela
powered by
"Saat itu kami memang telah menikah secara agama. Banyak alasan yang membuat kami memutuskan untuk seperti itu. Satu hal penting adalah kami tak ingin melakukan hubungan yang dilarang agama," imbuh mantan personil Mahadewi.
Tata memang tak bisa lepas dari Mehdi, demikian pula sebaliknya. Saat memilih 'break' dalam kisah asmaranya, mereka tetap memantau kehidupan satu sama lain. Tata sendiri mengaku melakukan munajat secara langsung kepada Yang Maha Kuasa di Tanah Suci, Mekkah.
Ia dengan berlinang air mata meminta kepada Yang Maha Pengasih dan Penyayang untuk bisa mempertahankan cintanya dengan pria yang berprofesi sebagai model tersebut. Dan doanya pun terkabulkan. Seiring waktu berjalan, Mehdi pun akhirnya kembali ke pelukannya lagi.
"Saat itu bilang, kalau emang jodohku, mau didekatkan. Kalau tidak, aku ingin diikhlaskan. Karena aku emang gak ikhlas untuk berpisah dengannya," tuturnya.
Kini, Tata berusaha untuk menjadi pasangan yang lebih bisa mengerti pasangannya. Begitu pula dengan Mehdi yang menurut Tata sangat berubah. Keduanya berusaha menjalani kehidupan rumah tangganya dengan cinta, sama-sama belajar untuk saling mengerti dan saling memaafkan.
Tata Janeeta dan Mehdi Zati memang sedang dalam proses pembelajaran untuk membentuk sebuah keluarga yang baik, menjadi surga di dunia bagi penghuninya. Berikut lika-liku kehidupan asmara Tata dan Mehdi, mulai bertemu sampai memutuskan untuk rujuk kembali.
Mehdi Zati, Model Video Klip dan Cinta Tata Janeeta
Tata Janeeta kala itu memang masih lajang, demikian juga dengan Mehdi Zati. Ketika akan menggarap video klip lagunya, Tata sengaja mencari model yang memiliki wajah bule. Tata mengatakan jika dirinya ingin video klip lagu solo karirnya berbeda rasa dengan konsep ketika ia masih berada di grup Dewi Dewi maupun Mahadewi. Dan cinta pun ternyata bersemi di antara dua insan itu.
Flashback pertemuan kalian dulu seperti apa?
Tata Janeeta: Dulu waktu bikin video klip. Gara-gara syuting video klip, dia jadi modelnya. Aku pengen nuansa baru, model bule. Pengen bikin sesuatu yang beda setelah lepas dari Mahadewi, itu pertama kali bikin video klip. Ditawarin ama fotografer, ada beberapa model.
Dari sekian banyak model, mata aku tertuju langsung kepada fotonya. Saat itu pertanyaannya, ini ada itunya (pacar) gak, karena saat itu kan aku juga lagi lajang. Ternyata dibilang baru putus. Lalu dikabarin, kalau modelnya mau datang. Ada dua, salah satunya dia. Pas aku datang, dia udah mau pergi. Macet kan Jakarta. Pas di depan pintu lobby, ketemu. Aku sih emang udah suka ama dia, tapi ya gak yang gimana.
Merasa pertemuan kalian adalah takdir?
Mehdi Zati: Mungkin saat itu kalau saya pulang, kita gak akan pernah ketemu. Saya waktu itu mau buru-buru pulang. Sementara dia terlambat datang karena macet. Mungkin itu destiny ya, takdir.
Siapa yang minta nomer telepon duluan?
Tata Janeeta: Hahaha, jujur ya aku. Sebenarnya aku gak selalu gitu ama cowok. Tapi ini kan emang aku suka. Untuk menjalin komunikasi untuk model video klipnya juga kan. Langsung (minta), gak lewat orang lain.
Bagaimana akhirnya kalian memutuskan serius dan menikah secara agama?
Mehdi Zati: Kadang saya lihat komen (netizen). Orang pakai (sebutan) nikah siri. Buat saya nikah yang penting agama sama. Nikah siri ama legal cuman suratnya yang beda. Kalau sesama orang Indonesia iya, cepat prosesnya. Tapi saya harus mengurus surat, dari embassy, ada birokrasi beda. Lama. Saya harus kirim surat kuasa, dan lainnya.
Waktu itu saya bukan malas atau lupa, cuman kadang sibuk. Ada kerja jadi sedikit lupa. Saya tidak suka kata itu (nikah siri). Yang penting nikah saya di hadapan orangtua.
Tata Janeeta: Memang kan yang penting sah secara agama, meski penting juga untuk mengurus legalitasnya secara negara. Cuman kan konotasi nikah siri itu negatif, padahal gak haram. Semua orang kan nikah secara agama. Mungkin ada orang yang belum sempat mengurus surat-suratnya. Tapi kita emang gak suka kalau dibilang nikah siri, diam-diam. Bukan masalah itu.
Tapi kalian tahu kan konsekuensi menikah secara siri?
Tata Janeeta: Gak mikir tuh. Kan kita gak bisa tutup mulut semua orang. Capek. Bisa gila nanti kalau dengerin omongan orang. Yang penting saya menikah di depan kedua orangtua saya, halal di mata Tuhan. Terserah orang mau bilang apa yang penting saya tidak berzina. Aku gak pernah takut dibilang ini itu. Kalau ada yang bilang, 'Ih nikah diam-diam', itu mulut nyinyir para pendengki aja. Ini kan hidup saya kok, jalani positif, saya juga gak melakukan perbuatan yang tidak bermoral, seperti maaf kumpul kebo atau sesuatu yang dilarang oleh agama.
Siapa saja yang menyaksikan pernikahan kalian saat itu?
Tata Janeeta: Ada keluarga semuanya, ada orangtuaku, kakakku dari Makassar. Ada yang nikahin juga, penghulu.
Mehdi Zati: Waktu itu saya sendiri.
Apa alasan kalian menikah cukup secara agama?
Tata Janeeta: Ya karena saya tuh gak mau berdosa. Makanya orangtua itu bilang menikah aja.
Mehdi Zati: Waktu itu kita belum publish. Setelah ada masalah kemarin (kabur). Baru pada tahu. Kenapa tidak publish, soalnya saya hormati keluarga dan orangtua saya meski umur saya udah pantas untuk menikah. Saya menghargai orangtua.
Tata Janeeta: Semua anak pasti ingin menghargai orangtuanya. Dia sendiri ingin menghargai orangtuaku, dan sayang aku, akhirnya kita menikah atas dasar itu. Cuma satu pihak harus dihargai perasaannya, yaitu orangtuanya. Itu kenapa kita gak publish ke orang. Saya juga menjaga perasaan keluarga Mehdi. Namanya orangtua kan pengen diminta restu, tapi karena jauh, ketika datang ke Indonesia kan harus berpikir, mereka punya bisnis atau kerjaan di sana. Namanya dia kan laki-laki, beda seperti wanita. Bukan saya mau sembunyiin.
Kaburnya Mehdi Zeti dan Tangisan Tata Janeeta di Tanah Suci
Namanya biduk pasti akan diterjang ombak, diterpa angin kecil, sedang, sampai dengan topan ketika berlayar. Demikian pula dengan rumah tangga Tata Janeeta dan Mehdi Zati. Mehdi sendiri sempat kabur, demikian Tata menyebut. Pasalnya, ketika itu sang suami tak mau menjalin komunikasi lagi dengannya selang beberapa bulan.
Benarkah saat itu Mehdi kabur dari Tata?
Mehdi Zati: Saya gak kabur. Saya pindah aja. Kan kita ada berantem. Putus. Mau jauh.
Tata Janeeta: Nah ini, namanya rumah tangga gak bisa seperti itu. Karena ini udah bersumpah kepada Tuhan. Kalau ada masalah ya diselesaikan baik-baik. Gak langsung marah, main pergi, kalaupun ninggalin rumah bilang aja 'Butuh waktu dua atau tiga bulan, pengen berpikir menenangkan diri'. Sebenernya jadi pelajaran buat saya juga sih. Untuk lebih dewasa, lebih ngertiin Mehdi. Begitupun dengan dia. Kalau misalkan nantinya ada masalah lagi, jangan sampai terbawa emosi, sampai akhirnya meninggalkan rumah.
Apakah Tata dan Mehdi mengalami kesulitan dalam membina rumah tangga?
Tata Janeeta: Iya, sulit banget. Namanya orangtua saya aja yang puluhan tahun bersama, ternyata masih juga ada konflik. Tapi gak semudah itu untuk marah, apalagi bilang cerai. Karena ketika suami bilang cerai, talak sudah jatuh.
Mehdi Zati: Saya bukan orang indonesia.
Kenapa kalian memutuskan untuk rujuk lagi?
Tata Janeeta: Aku sih dari awal gak mau pisah ama dia. Kita kan sama-sama masih muda. Kami gak saling menyalahkan. Mungkin ga cuma terjadi ama aku, mungkin orang lain juga pernah mengalami tragedi atau kejadian dalam rumah tangga. Dari pas kejadian itu, aku gak pernah kepikiran cerai atau pisah ama dia. Pas lagi gak bersama, doa saya itu gak yang move on gitu, meski kelihatannya kadang namanya emosi, move on, bohong banget. Ketika seorang memiliki cinta, akan susah banget memalingkan hati atau menggantikannya.
Apakah doa itu yang dibawa ke Tanah Suci?
Tata Janeeta: Sampai aku pergi ke Mekkah pun. Aku pengen berdoa di sana. Pengen berdoa langsung kepada Allah, kalau dia masih jodohku tolong didekatkan, kalau tidak tolong ikhlaskan. Karena aku gak ikhlas, jujur aku cinta ama dia. Meski sebagian orang bilang kok aku bodoh sih. Aku merasakan cinta ama dia. Walaupun marah, itu hilang karena lebih besar cintanya daripada marahnya.
Apakah Tata merasa doa itu dikabulkan?
Tata Janeeta: Beberapa kali dipertemukan saat mengisi TV show, otomatis orang masih cinta, akhirnya ada percikan itu lagi. Dan aku pengen kalau masih bisa, mau bersatu lagi. Dan benar, akhirnya dia juga melembut. Mulai belajar, karena dia orangnya keras, namanya laki-laki ya. Dan aku kadang sebagai perempuan juga terlalu keras. Introspeksi juga sih. Beberapa bulan pisah, dia kontak, aku pun sebaliknya. Sama-sama stalking, ya di situ lah aku yakin, akan balikan lagi. Karena dia benar-benar cinta ama aku juga.
Apakah Mehdi juga merasakan cinta itu?
Mehdi Zati: Kalau tidak gak ke sini. Ya kita kan bukan lagi teenager. Bukan lagi mau main-main. Harus serius.
Tata Janeeta: Kalau dia gak benar cinta, pasti bisa dengan mudah mencari ganti. Ya dengan look-nya dia. Semua manusia bisa memilih. Tapi ternyata dia memilih balik, aku pun demikian. Aku sih masih percaya dengan cinta sejati gitu. Aku akan pertahankan kalau aku punya itu, dan ternyata ada sama dia.
Seperti apa komitmen kalian untuk mempertahankan cinta sejati?
Tata Janeeta: Lebih saling mengerti satu sama lain. Aku juga harus menghargai dia sebagai laki-laki. Emang aku bawel, dia juga keras. Dan aku pikir, laki-laki emang harus tegas ya. Aku kehilangan sosok itu ketika pisah, ketika dia gak ada. Ternyata aku butuh. Perempuan kan emang kodratnya harus respect ama laki-laki. Aku emang tipikal perempuan yang kalau aku ngerasa gak salah, aku lawan. Itu yang gak bagus.
Biasanya Mehdi marah karena apa? Tak mau bikinin kopi misalnya?
Mehdi Zati: Gak masalah seperti itu. Gak mungkin kalau cuman sepele itu. Berantem 90 persen karena salah paham. Kadang-kadang bahasa, dan ekspresi.
Tata Janeeta: Seperti yang saya bilang. Bahasa. Kadang ketika saya bilang, dia balas, 'Kamu marah?' Padahal aku ngasih tahu. Dipikirnya aku ngajarin. Dan itu capek. Kalau udah kayak gitu, ya udah aja. Kalau aku lagi marah, aku emang ekspresif orangnya. Tapi aku let it go banget. Kalau dia, ga pernah keras suaranya, tapi bahasanya jleb gitu. Kalau berantem bisa gak saling tegur selama beberapa hari. Sebelum saya 'Sayang,maafin' (ga akan baikan).
Kadang capek juga ya, kita kan emang bahasanya beda, budayanya juga beda. Kadang menurut dia aku serius, akhirnya jadi marah. Menurut aku dia serius, ternyata bercanda. Harus labih mengerti lagi sih. Karena dalam keluarga kan gak ada yang pengen killing each other yah. Ga pengen bunuh karakter lainnya. Ya kadang cuman pengen jadi apa adanya aja. Tapi itu yang kadang jadi berantem.
Apa kalian suka saling cemburu?
Mehdi Zati: Gak pernah. Gak ada buat kita yang kayak gitu. Gak pernah berantem karena orang lain.
Tata Janeeta: Kalau cemburu pasti ada lah. Kalau kita ga pernah cemburu namanya bullshit banget. Meski dipertanyakan cintanya kalau gak ada rasa cemburu. 'Ah bodo amat ah, orang percaya kok', itu bohong banget. Ketika ada cemburu di hati seseorang, berarti dia sayang, dia cinta. Tapi bukan karena itu kita berantem, paling banyak salah paham.
Kalau kondisi sekarang seperti apa?
Tata Janeeta: Ada banyak perubahan ya. Kalau dulu, saya marah, dia marah. Kalau sekarang misalkan dia marah akunya ah Mehdi emang kayak gitu. Nanti beberapa jam kemudian aku yang glendotan, sayang. Kalau dulu nggak, karena akunya kan emang agak tomboy juga. Sekarang dia udah gak pernah marah sampai 7 hari, satu hari juga udah langsung cair. Udah banyak berubah juga dianya. Mulai saling memahami sifat masing-masing. Ya masih belajar sih. Sampai kapanpun namanya keluarga rumah tangga kan gak ada ilmunya. Hanya ada saling mengerti, dan itu butuh waktu dan butuh kedewasaan.
Apakah Tata sempat tanya-tanya ke teman artis yang memiliki pasangan bule?
Tata Janeeta: Pas dia pergi emang mellow. Gak rela banget dia pergi. Pas di Mekkah juga nangis-nangis minta dia balikin. Alhamdulillah masih jodoh.
Bagaimana rencana kalian soal momongan?
Tata Janeeta: Saya sih siap. Dianya yang gak siap. Keburu tua pak.
Mehdi Zati: Bukan gitu. Kita kan pelan-pelan ya. Kita masih muda. Saya masih ada sesuatu yang mau bikin di hidup saya. Untuk anak, saya harus bisa bikin sesuatu. Karena anak adalah tanggung jawab. Sekarang udah ada dua anak yang lovely. Pengen, tapi nanti di waktu yang tepat. Gimana dia mau punya anak, bisa jagain, tapi masih sibuk. Single baru, off air, dan lainnya. Semua perempuan pengen baby, tapi laki-laki ada responsibility. Saya maunya beberapa tahun lagi.
Tata Janeeta: Dia mikirnya kalau nambah anak, udah siap belum. Dia pengennya anak mendapatkan yang berkualitas. Jadi harus jelas dulu. Misalnya udah ready buat istirahat. Kalau punya anak nanti belum bisa istirahat. Sementara yang perempuan takutnya nanti ketuaan.
Keinginan kalian dalam rumah tangga ini seperti apa?
Mehdi Zati: Saya gak mau banyak harapan. Yang penting dapat berkah dari Allah, buat kita, buat anak-anak, buat orangtua. Happiness, paling penting. Harus sehat juga. Kalau sakit naudzubillah. Buat saya, sukses buat dia juga. Semoga kita gak putus lagi, semoga masalah makin berkurang, karena gak mungkin gak ada masalah. Kalau ada masalah, jangan serius atau besar.
Tata Janeeta: Ridho yang penting yah. Karena kan ridho Tuhan itu tergantung ridho orangtua. Kenapa, aku sempat bilang apa orangtuaku gak ridho. Saat itu ada ustaz bilang, mungkin harus minta ridho dari Allah dulu. Waktu itu kita emang buru-buru banget, seakan memaksakan (menikah).
Seperti yang dikatakan Tata Janeeta, segala perbedaan yang terlingkupi dengan cinta pasti akan luruh. Hanya butuh waktu bagi sebuah pasangan untuk menjaga cinta tersebut, menambahnya dengan bumbu-bumbu kasih sayang, pengertian, saling menghargai, dan saling memaafkan sehingga rasa legitnya akan senantiasa bisa dikecap. Demikian kisah Tata Janeeta dan Mehdi Zati yang berusaha terus belajar menjadi yang terbaik bagi pasangannya.