Konser BBM Liztomania, Payung Teduh dan Kesakralan GKJ

Nizar Zulmi diperbarui 15 Nov 2017, 14:10 WIB

Fimela.com, Jakarta Sisi historis Gedung Kesenian Jakarta memberi daya magis tersendiri dalam pertunjukan tunggal pertama Payung Teduh. Digagas dalam sebuah sajian Konser BBM Liztomania Vol. 3 "Catra Adhum", show berlangsung hikmat, syahdu dan penuh kesan.

Sinergi antara venue yang penuh sejarah serta alunan musik Payung Teduh yang membuai terasa begitu padu. Repertoar yang disajikan pun benar-benar terkonsep dengan kurasi Ridho Hafiedz, gitaris Slank yang berperan sebagai music director Liztomania.

Bicara musik Payung Teduh tak lepas dari kerinduan. Musik yang dulu mungkin hanya dinikmati segelintir orang, kini memiliki massa yang nyaris tak pernah absen nyanyi bersama ketika Is dkk memainkan perannya di panggung.

Begitu pun yang terjadi di BBM Liztomania Vol. 3, yang menurut Hafiedzh merupakan konser yang cukup idealis. Nama Payung Teduh akhirnya terpilih bukan saja karena boomingnya lagu Akad, tapi karena karakter musik mereka yang memiliki daya magis.

"Jadi kita bukan pilih Payung Teduh karena mereka sedang ramai sekarang, tapi karena mereka bisa menciptakan pasar sendiri dengan karakternya. Seperti Slank dan Glenn Fredly di Liztomania sebelumnya, kami ingin melibatkan para musisi hebat untuk dibuatkan konser yang terkonsep dan idealis," ujar Ridho kepada Bintang.com (14/11).

Intuisi Ridho oun tak meleset. Tiket Konser BBM Liztomania X Payung Teduh terjual habis, dan Payung Teduh mampu memberikan suguhan yang elegan, kaya rasa, agak etnik sekaligus dekat di hati.

Tirai raksasa berwarna merah terbelah saat Is dkk mengawali repertoar mereka dengan Menuju Senja. "Akhirnya kita punya konser sendiri, karena kita selama ini sibuk ngamen. Senang sekali bisa tampil di Gedung Kesenian Jakarta, tempat yang sakral bagi para musisi dan seniman." ujar Is di hadapan para penonton konser.

Lagu-lagu hits Payung Teduh terlantun satu per satu dengan konsep pertunjukan yang artistik di setiap nomornya. Tak ketinggalan sejumlah kolaborasi menarik terjadi antara Payung Teduh, Monita dan para musisi dari Institut Musik Jalanan.

Sejarah mencatat awal perjumpaan Payung Teduh dengan GKJ bermula pada saat Is menggarap musik untuk pertunjukan teater. Lagu tentang Dunia Batas, album pertama mereka sebagian besar tercipta di sana. Dan kembali ke tempat historis tersebut Payung Teduh seperti bertemu dengan rumah lama yang penuh kenangan tertinggal di dalamnya.

Di sela penampilannya, Payung Teduh tak henti mengucap terima kasih atas apresiasi yang diberikan terhadap karyanya. Tampil dalam konser tunggal di GKJ menjadi salah satu mimpi besar mereka yang akhirnya terwujud. Salah satunya memberikan tanda cinta untuk Indonesia. 

"Belakangan ini bahasa Indonesia mungkin sudah jarang digunakan. Salah satu mimpi kita ingin melestarikan bahasa Indonesia, itulah kenapa Payung Teduh belum pernah bikin lagu bahasa Inggris. Kita juga punya mimpi lain untuk membuat film tentang negeri kita yang maritim, yang seharusnya bisa makmur dari sana. Kita ingin mengunjungi nelayan-nelayan yang ada di pesisir Indonesia," tutur sang vokalis sebelum membawakan lagu Tanah Airku ciptaan Ibu Sud.

Konsep yang lengkap dan bermakna tampaknya benar-benar terwujud di Liztomania. Selain sendu dan nasionalis, di acara ini Payung Teduh juga memfasilitasi penonton untuk melamar sang kekasih. Romantis tapi tetap penuh tawa, lagu Akad pun mengiringi kebahagiaan sepasang insan yang saling mencinta tersebut.

Di Ujung Malam menjadi perpisahan yang mendayu dan cukup gelap. Di akhir sesi Payung Teduh membawakan tembang yang mungkin tak banyak dihapal orang, tapi berhasil menutup syahdunya malam dengan atmosfer GKJ serta lagu yang meresap ke jiwa.

What's On Fimela