Fimela.com, Jakarta Jauh sebelum pemuda-pemudi Indonesia dilanda demam K-Pop, musik-musik dari Negeri Sakura sudah lebih dulu jadi tren. Salah satu yang turut berjasa meramaikan euforia musik Jepang adalah J-Rocks.
***
Uniknya dari sekian banyak band yang terinspirasi musik Jepang, nyaris tak ada band yang namanya semencuat J-Rocks. Dari mengcover lagu-lagu sang idola sampai mengikuti festival musik, Iman, Sony, Wima dan Anton berproses menjadi salah satu pemain besar di industri musik.
Tak ingin terbatas sebagai band tribut, J-Rocks dengan skill mumpuni dan semangat meluap-luap meramu album pertamanya pada 2005. Single debut mereka, Lepaskan Diriku diplot sebagai gacoan yang memang tidak mengecewakan. Kekerenan mereka bergaya harajuku pun banyak menginspirasi para penikmat musik di tanah air.
Tanpa terasa tahun 2017 diperingati J-Rocks sebagai tahun ke-14 mereka berkiprah bersama. Lebih spesialnya lagi di tahun ini Iman Cs juga memberi bingkisan spesial bagi J-Rockstar dengan album keempat yang sarat makna, Let's Go.
Banyak tantangan dan idealisme yang terlibat dalam penggodokan materi album keempat ini. Sebuah penantian selama 8 tahun sejak album Road to Abbey akhirnya terjawab lewat 10 track anyar dengan unsur Jepang yang memiliki porsinya masing-masing.
"Kita bersyukurnya sih di J-Rocks ini kita masih bisa main dengan bebas, kalau anak sekarang kan banyaknya folk dan pop. Tapi di J-Rocks kita mengusung unsur kebebasan dari musik Jepang itu tadi," tutur Wima dalam sesi wawancara dengan Bintang.com.
Empat belas tahun memang bukan usia muda bagi sebuah band, dan J-Rocks setidaknya sudah mewujudkan mimpi-mimpinya di album Let's Go. Lantas, seperti apa makna usia 14 tahun dan image mereka sebagai band berkarakter Jepang yang kuat? Berikut petikan wawancara selengkapnya.
What's On Fimela
powered by
Album Let's Go yang Sarat Makna bagi J-Rocks
Eksistensi J-Rocks mungkin sempat dipertanyakan berbagai kalangan ketika mereka tak kunjung merilis karya baru. Namun ketika single Selamat Jalan dan album Let's Go diperkenalkan, penantian 8 tahun itu akhirnya terjawab.
Seperti apa proses penggarapan album Let's Go sampai memakan waktu 8 tahun?
Sony: Kalau dari proses penggarapan sih kita udah mulai dari 2010 nyicil materi. Di samping itu juga ada kesibukan off air, kesibukan yang lain, sebagai keluarga juga. Album yang sangat dinanti lah akhirnya bisa keluar juga sekarang. Perasaan yang luar biasa banget sih ini.
Tantangan yang dirasakan ketika memoles materi di album ini?
Anton: Untuk album Let's Go ini kan sebenarnya banyak yang terlibat. Jadi tantangannya adalah me-match-kan jadwal antara kita dan mereka, antara lain Denny Chasmala, Erwin Gutawa, Andi Rianto, Irfan Aulia, terus Pay. Itu sih tantangannya, tapi kalau udah ketemu kita kerjainnya cepet langsung beres.
Kalau secara teknis ada yang unik dan beda dari album terdahulu?
Wima: Selama rentang 8 tahun memang kita treatment-nya bukan 'kita bikin album temanya ini, terus lagunya ini ini' bukan seperti itu. Tapi lebih fokus lagu per lagu. Misalnya ada dua lagu baru, kita mikir harus kerjasama sama siapa untuk garap. Misalnya lagu Selamat Jalan kita garap sama Irfan. Pas ngobrol sama Irfan di lagu ini butuh orkestra nih, udah akhirnya Erwin Gutawa. Selama 8 tahun kita ketemu dengan banyak orang hebat, dalam artian produser. Kalau album sebelumnya kan satu album produsernya sama, kalau yang ini per lagu beda.
Dari 10 track, apa pertimbangan memilih Selamat Jalan sebagai single andalan?
Wima: Sebenarnya dari album Let's Go kita ngeluarin dance di akhir November tahun lalu. Cuman selama pembuatan dance semua produksi masih berjalan prosesnya, karena masih ada yang deal-dealan, ada juga yang harusnya kolaborasi sama band luar tapi nggak jadi. Sampai akhirnya tercipta lagu Selamat Jalan dan secara produksi musik ini bener-bener bentuk pendewasaan J-Rocks dalam bermusik. Secara materi lagu, penyampaian cerita lirik juga masuk. Mungkin dengan mengeluarkan Selamat Jalan kita bisa ngegrab pendengar musik J-Rocks yang baru. Dan kita pun langsung kepikiran video klipnya gimana, ternyata dari situ banyak bisa dikulik. Jadi akhirnya pilih lagu itu.
Kalau boleh ditakar, seberapa 'Jepang' J-Rocks di album keempat?
Sony: Justru ekspektasi mereka sangat terbayarkan. Karena selama ini ada komentar 'ah J-Rocks Jepangnya udah ilang, atau J-Rocks udah ngepop banget. Begitu album ini keluar, sensasinya kaya album pertama lagi nih. Jepangnya berasa, J-Rocks nya nggak ilang. Alhamdulillah banyak yang positif.
Wima: Itu dia, setelah kita rilis album. J-Rockstar yang berharap kita ke-Jepang Jepangan akhirnya juga ada yang komen, 'Oh masih kok. Masih nggak berubah'.
Suka Duka dan Evolusi Musik J-Rocks selama 14 Tahun
Tanpa bermaksud klise, tapi menyatukan 4 kepala dan pemikiran berbeda dalam satu band bukanlah hal mudah. Seperti halnya J-Rocks yang mengaku kerap berbeda pendapat tapi tetap solid dengan keutuhan personel dari awal hingga sekarang.
J-Rocks dan image Jepang yang melekat, menurut kalian seperti apa?
Iman: Karena J-Rocks dari awal kita udah bilang bahwa kita terinfluence sama musik Jepang. Sampai sekarang pun kita masih suka. Tapi kita juga ingin memberi informasi bahwa Jepang itu luas sebenarnya, dan musik Jepang juga terinfluence oleh banyak genre musik. Dan esensi musik mereka adalah bebas. Kalau di dalam musik, bebas tapi bertanggung jawab dalam artian kita bebas mau ekslpor segala macam asal didengarkan enak dimainkan juga enak dalam kaidah musik yang berlaku.
Sudah 14 tahun terlewati bersama, apa yang membuat kalian begitu solid?
Sony: Kita ini mulai berempat ini dari sebuah mimpi ya, sebuah cita-cita jadi persahabatan. Lebih dari itu kita jadi keluarga, kita juga udah punya keluarga masing-masing, dan jadi keluarga besar. Di bawah itu juga ada orang yang bekerja untuk kita, ada fans yang berharap kepada kita. Jadi itu semua proses pendewasaan kita untuk terus menerus meraih mimpi, nggak berhenti sampai di sini.
Di balik solidnya J-Rocks tetap sering beda pendapat?
Iman: Wah sering banget mas, tapi kita tetap kembali ke sila keempat, yakni musyawarah untuk mufakat. Kalau udah mufakat akan tercipta keadilan sosial.
Apa yang membuat J-Rocks berani mengolah album dengan aransemen yang skillful dan tetap disukai?
Wima: Sebenarnya itu yang kita syukuri sebagai J-Rocks. Kita masih bisa beransemen bebas seperti itu, walaupun di era seperti sekarang lebih pop atau folk, EDM segala macam. Tapi dengan J-Rocks masih bisa yang gitar-gitaran gitu, kita juga mencampur segala bentuk musik elektronik, ada ballad gitaran akustik masih bisa. Seperti yang Iman bilang tadi karena esensi kebebasan dalam musik Jepang itu yang kita ambil. Jadi mau main lagu pelan atau kenceng selama J-Rocks yang bikin yaudah itulah musik J-Rocks.
Iman: Album J-Rocks yang ini mesti didengerin lah, kudu punya. Karena mau apa aja ada. Mau dengerin folk ada, ngedance ada, baper ada, rock ada slow juga ada.
Ada mimpi yang masih belum tercapai di usia ke-14?
Sony: Masih banyak sih, salah satunya kita pengen main di festival luar negeri ya, Summersonic, Woodstock, Tomorrow Land. Kita memang pemimpi.
Wima: Harapannya untuk tahun-tahun ke depan, semoga tidak makan waktu selama ini untuk membuat album. Mungkin kita pengennya 2 tahun 1 album. Siapa tahu bisa bikin album terus tahun berikutnya tur dunia, begitu seterusnya.
Iman: Kalo harapan gue sih mudah-mudahan semua bisa bahagia. Karena kalau semua bahagia semua bisa tercapai. Amiin.