Fimela.com, Jakarta Berpegang pada sebuah komitmen bukanlah perkara semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan keteguhan hati serta tidak jarang harus melalui pergulatan dalam diri hingga mencapai titik tersebut. Begitu pula dalam hal bermusik yang dijalani oleh salah seorang musisi legendaris Indonesia, Addie MS.
***
Cinta. Satu kata sederhana namun padat makna yang diungkapkan pemilik nama lengkap Addie Muljadi Sumaatmadja ini ketika menggambarkan kesetiaannya pada simfoni dan orkestra. Cinta pula yang membawa Addie mantap melalui pasang surut di musik terhitung hampir 4 dekade lamanya.
Sebelum akhirnya berlabuh di simfoni, Addie MS terlebih dahulu menjadi sosok yang memiliki andil besar di balik kesuksesan Vina Panduwinata dan Chrisye. Kala itu, ia bertindak sebagai arranger dan produser yang turut ambil bagian dalam menggarap karya pop apik kedua solois ternama Indonesia itu.
Namun kata hati tidak bisa berdusta. Langkah suami Memes ini untuk setia di musik klasik, simfoni, juga orkestra lebih mendominasi. Dan, cinta yang mengantarnya.
"Di dalam hidup saya, cinta saya terhadap musik segitunya. Saya nggak terpikir bekerja di bidang lain banyak yang keren. Kenapa konsisten, dasarnya cinta itu. Buat saya kebahagiaan yang ultimate itu jadi musisi. Saya pengen mati sebagai musisi," ungkap Addie MS kepada Bintang.com di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2017).
Di sisi lain, Twilite Orchestra juga menjadi jawaban dan pembuktian Addie MS dalam memperjuangkan rasa cinta dan setia pada jalan bermusik yang ia pilih. Terbentuknya orkestra simfoni ini di tahun 1991 juga tidak lepas dari campur tangan musisi, Oddie Agam juga Indra Bakrie.
Addie MS berbagi kisah lebih dalam mengenai kesetiaannya pada simfoni, orkestra, musik klasik, peran serta di balik sukses penyanyi legendaris Indonesia, hingga perjalanan panjangnya bermusik. Simak wawancara eksklusif Bintang.com bersama Addie MS lewat rangkuman berikut ini.
What's On Fimela
powered by
Dua Sisi Addie MS
Kesetiaan Addie MS pada simfoni, musik klasik, dan orkestra memang patut diacungi jempol. Meski sempat bergelut dengan pop, namun ia akhirnya kembali pada kata hatinya.
Apa yang membuat Addie MS setia pada simfoni?
Intinya adalah soal cinta, dalam hidup kita pasti punya satu prefrensi pada satu hal dibanding yang lain. Menurut saya kebahagiaan sebagai manusia bukan punya kecintaan pada banyak hal, tapi pada kualitas. Kita bisa cuma cinta pada satu orang, satu hobi, satu profesi tapi kalau kita merasa dengan apa yang kita cintai itu hidup sudah terisi.
Bagaimana kisah awal terjun di musik?
Aku dari SD belajar musik klasik piano. Aku suka musik klasik dan jazz, bukan jazz rock tapi mainstream jazz. Lama-lama, saat SMA makin cinta musik sehingga begitu lulus teman-teman ambil arsitektur, ekonomi, dan macam-macam, aku kok terdiam. Aku pengen jadi musisi. Semua daftar, aku nggak daftar, orangtua resah. Di sini mau kuliah juga bingung nggak ada observatory yang waktu itu aku yakin. Pilihannya ke luar negeri, tapi nggak tega sama orangtua. Waktu itu aku cuma mikir pengen jadi musisi dan akan ngerepotin orangtua. Akhirnya aku bilang aku hidup cuma sekali izinkan aku bahagia dengan musik. Konflik terus. Lama-lama aku bikin deal, "Pah, please jangan ganggu aku, aku pengen jadi musisi aku juga mau lepas ngerepotin papa,".
Apa alasan beralih dari pop ke simfoni?
Mulai masa yang amat berat di mana aku harus survive dengan pilihan itu dengan belum laku sebagai seniman. Jadi, supaya bisa cepat dapat duit musik apa, ya musik pop. Aku bikin aransemen, bikin rekaman buat macam-macam artis pop. Berat tapi dapat aku bayar hutang terus.
Bagaimana dengan terbentuknya Twilite Orchestra?
Sampai tahun 1991, aku jenuh. Aku rindu belajar musik klasik, akhirnya ketemu Indra Bakrie dan Oddie Agam. Dua orang itu yang berjasa banget mempertemukan aku dengan musik simfonik, di mana aku jadi tekun sebagai conductor dan music director sampai sekarang. Tahun 1991 mendirikan itu, tiba-tiba aku nolak job musik pop atau musik iklan. Mending uangnya banyak, itu finansial aku drop banget. Dulu aku setiap tahun ke New York pulang-pulang duit habis, cari lagi. Kumpulin lagu habisin lagi di Amerika. Umumnya pulang aku bawa buku piringan hitam, sampai sekarang masih ada.
Mengapa kerap ke luar negeri?
Tiap keluar negeri, pasti sekoper buku karena di sini nggak ada. Jadi, aku belajarnya secara otodidak dan dengan buku, buku bahasa Indonesia belum ada untuk musik. Belum memperkaya wawasan dengan nonton konser, nonton opera, broadway musical, uang pasti habis.Tiba-tiba 1991, aku nggak nerima job dan fokus orkestra bisa dibayangi jadi susah hidup. 5 tahun pertama berat banget tapi happy aku merasa terisi. Lama-lama normal dan sekarang sudah lewat masa sulit itu.
Orkestra di mata Addie?
Saat aku tekun pada musik pop tahun 80-an, itu selain orkestra aku banyak pakai keyboard kadang-kadang budget nggak memungkinkan kita selesaikan pakai keyboard. Saat itu kita bisa selesai satu musik nggak berinteraksi dengan orang tapi saat kita main dengan orkestra, apalagi live saat konser saat latihan kita harus berinteraksi dengan 60 musisi belum kadang-kadang pakai paduan suara itu rasanya lain.
Lantas, bagaimana perjuangan di orkestra?
Dealing dengan partitur dimana disitu ada beberapa melodi berjalan kita coba analyze dalam satu proses yang namanya score study. Semua conductor apalagi klasik sebelum dia memimpin latihan, conductor latihan sendirian di kamar dalam proses dalam score study. Begitu siap punya konsep dan interpretasi, latihan, disiplin nggak terlambat, supaya fokus all the time. Dealing dengan kompleksitas komposisi, manusia, aneka karakter.
Seberapa matang persiapan sebuah orkestra?
Semua harus well-prepared, nggak ada partitur nggak bisa main. Finansial mesti siap, satu hari latihan 3,5 juta studio saja belum uang transport, makan puluhan musisi itu mesti tanggung jawab conductor, music director mesti mutar otak. Mau tampil di hall, penataan sound system, sound engineer kalau untuk orkes nggak banyak. Untuk 26 tahun selama berdiri, mostly aku yang engineer sendiri. Tapi tingkat kesulitan dan kompleksitas itu yang berusaha untuk aku taklukkan begitu selesai dapat reward tepuk tangan itu jadi satu candu.
Addie MS di Balik Sukses Penyanyi Senior
Sebelum terjun di simfoni, Addie MS terlebih dahulu ikut ambil bagian dalam penggarapan karya penyanyi senior. Ia menjadi salah satu musisi yang ada di balik kesuksesan Vina Panduwinata hingga Chrisye.
Bagaimana cerita kerjasama dengan Vina Panduwinata?
Satu waktu ketemu Vina disuruh ngerjain album Vina 1982, aku suka tapi ini mesti orkes. Vina waktu itu belum terkenal tapi aku suka suaranya bagus. Ini suara mesti pakai orkes. Honor aku saja pakai rekaman, aku juga mau orkes Filipina. Terus akhirnya dikasih. Itu masa yang berat dobel sudah nggak terima duit dari orangtua, aku ngerjain sesuatu tapi nggak dibayar pula satu album, 10 lagu.
Lantas, seperti apa proses penggarapannya saat itu?
Aku bikin orkestrasi, aransemen terus ke Filipina aku yang bikin appointment dengan studio di Filipina, berangkat sendiri bawa pita zaman dulu pita analog yang berat. Akhirnya selesai rekaman itu, alhasil meledak September Ceria heboh. Habis itu mulai dihargai. Tapi terus format untuk 10 tahun berikutnya itu musik pop dengan musik orkestra.
Kesan kerjasama dengan penyanyi?
Aku sudah pasrah, sebagai orang belakang layar kita kerja keras mati-matian untuk mengangkat penyanyi di spotlight seringkali dia lah yang dielu-elukan, kita sudah terbiasa nggak diingat oleh masyarakat. Nggak apa-apa, sudah pekerjaannya. Padahal kalau dilihat, contoh Vina, pada saat aku dengar suaranya analyze, internalize dengar sampai aku hafal color suaranya, aku berusaha punya satu konsepsi mengenai kemana Vina harus diarahkan berdasarkan referensi yang sering aku dengar. Aku sering dengar Carpenters, Barry Manilow, musik klasik yang membentuk selera kita.
Cara Addie menganalis vokal Vina?
Aku memotret Vina dan mengolah dengan persepsiku, kemudian menjabarkan jadi satu konsep besar, Vina mau bawa kemana, mau kearah pop yang nggak lazim, pop pakai orkes jarang waktu itu. Itu nggak mudah karena bikin konsep yang susah. Hal kedua nyari lagu, lagu siapa? Oh Dodo Zakaria, Ruli Johan, James Sundah lagunya kayak apa, begitu aku yakin aku kejar. Contoh Jame Sundah main pakai gitar (September Ceria), itu aku terjemahkan seperti yang kita dengar sekarang ini perjalanan jauh.
Belum aransemen, eksekusi rekaman, orkestra, begitu jadi itu sukses yang paling enak memang penyanyinya aku iklas. Buat aku aku dapat trust dari orang. Besok-besok ada pekerjaan yang ditawarkan ke aku, aku ngomong pakai orkes, mereka mau.
Bagaimana dengan Chrisye?
Dengan Chrisye pun udah nggak terlalu berat seperti Vina karena orang sudah trust sama aku, aku minta orkes, di kasih. Tapi, proses kolaborasi waktu itu lebih intens karena godaan gadget tidak banyak, connected all the time.
Addie memaknai perjalanan karier selama hampir 4 dekade?
Simpelnya aku hanya menjalankan kata hati, intinya kata hati. Karena tiap manusia dilahirkan berbeda. Kita harus percaya kita unik agar nggak gampang percaya terkesima sama orang terus kita pengen jadi dia. Lebih mendengarkan kata hati dalam berbagai segi.
Apa yang membuat yakin berkarya hingga kini?
Begitu juga pilihan hidup saya sebagai musisi kenapa saya nekat, saya percaya kata hati setelah memutuskan, saya jalankan dengan seriousness dan fokus benar-benar. Orang bilang aku sukses, aku nggak pernah kepikiran itu, aku pikir kerja keras. Bangun tidur menuruti kata hati dan sudah yakin dan lakukan dengan serius. Setelah bermusik saya pikir bagaimana saya harus bermanfaat untuk sekeliling saya, saya nggak bisa mendengarkan kata hati yang hanya menyejahterakan diri sendiri karena saya percaya, kebahagiaan yang paling tinggi adalah membahagiakan orang.
Komitmen Addie MS untuk setia pada simfoni jelas sudah teruji. Menaklukkan kompleksitas orkestra pun telah ia lalui. Semua ia jalani berlandaskan cinta, mengikuti kata hati, dan tentunya tiada kata henti untuk berkarya. Sukses terus, Addie.