Eksklusif Evan Sanders, Tak Punya Idola dan Ingin Jadi Sutradara

Henry Hens diperbarui 17 Okt 2017, 08:05 WIB

Fimela.com, Jakarta Salah satu film Indonesia yang dirilis di bulan Oktober ini adalah Ruqyah: The Exorcism yang dibintangi Evan Sanders dan Celine Evangelista. Film produksi MD Pictures ini disutradarai oleh Jose Poernomo yang sebelumnya sukses membesut Jailangkung bersama Rizal Mantovani.

***

Di tahun ini film horor Indonesia bisa dibilang sedang dalam masa keemasan. Setidaknya ada empat film horor yang berhasil meraih jutaan penonton. Usai sukses menangani Jailangkung yang meraih dua juta penonton lebih, Jose Poernomo kini menyutradarai Ruqyah.

Yang menarik, Evan Sanders sempat berkomitmen untuk tidak bermain film horor lagi setelah beberapa kali membintangi film bergenre horor. Namun Evan akhirnya menerima tawaran Jose untuk bermain di Ruqyah. Sebelumnya, pria kelahiran 8 November 1981 ini pernah bermain di film horor seperti Kuntilanak dan Mengejar Setan.

Evan yang mengawali karir sebaga VJ MTV ini mengawali debut aktingnya dengan bermain di film Dealova (2005) bareng Ben Joshua dan Jessica Iskandar. Selain di layar lebar, Evan Sanders juga bermain di sejumlah sinetron dan FTV. Pemilik nama lengkap Stevanus Alexander ini pernah tampil di sinetron Perawan Desa, Roman Picisan, Antara Cinta dan Dusta, Cinta Sejati, Cinta di Langit Taj Mahal dan Antara Cinta dan Doa.

Evan pun pernah berduet bersama Melly Goeslaw lewat lagu Tentang Dia yang jadi soundtrack film berjudul sama di tahun 2004. Bermain di film Ruqyah, Evan mengaku ada tantangan tersendiri yang membuatnya bersedia bermain di film horor lagi. Tak hanya karena ceritanya yang menarik, karakter yang dimainkan Evan di film Ruqyah juga beda dan ternyata banyak tantangan yang harus dihadapinya selama syuting yang tidak terbayangkan sebelumnya.

"Peran gua di film ini sebagai seorang jurnalis yang awalnya ngeliput tapi kemudian ikut membantu wanita yang mengalami kesurupan. dari awal sampe akhir. Dari sisi itu lah gue ngeliat ini akan jadi sesuatu yang berbeda,” tutur Evan Sanders saat berkunjung ke redaksi Bintang.com di Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Lalu, seperti apa jalan cerita Ruqyah: The Exorcism yang membuat Evan Sanders bersedia bermain film horor lagi? Seperti apa perannya di film tersebut dan tantangan apa saja yang dihadapinya selama syuting? Lalu pelajaran berharga apa yang didapat Evan Sanders dengan bermain di film Ruqyah? Simak hasil wawancaranya berikut ini.

2 dari 3 halaman

Menghapal Surat Al Qur'an

Evan Sanders pemain film Ruqyah: The Exorcism. (Fotografer: Febio Hernanto, Stylist : Indah Wulansari, Wardrobe: @footurama, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Film Ruqyah sudah dirilis di bioskop sejak 5 Oktober 2017. Selain Evan Sanders dan Celine Evangelista film ini juga dibintangi oleh Hikmal Nasution, Ratu Azalia dan Mega Carefansa. Evan menceritakan garis besar cerita, kesulitan yang dihadapi selama syuting?

Apa peran kamu di Ruqyah: The Exorcism?

Gue jadi Mahisa dia seorang jurnalis tapi lebih sering meliput berita tentang klenik. Dia juga fotografer dan suka koleksi benda-benda yang ganjil. Orangnya berani, cukup nekat dan open minded, tapi tak terpaku pada satu hal.

Apa inti cerita film Ruqyah?

Jadi suatu hari Mahisa ketemu Asha yang ceritanya seorang artis terkenal. Pas pandangan pertama langsung kepincut sama Asha. Tapi ternyata Asha yang sukses dan mapan itu menyimpan sesuatu yang tidak biasa. Dia bisa terkenal dan jadi artis bukan karena punya bakat atau upaya tapi ada bantuan dari ilmu gaib atau ilmu hitam. 

Lalu apa tindakan Mahisa?

Mahisa awalnya kurang percaya, tapi kemudian datang ke tempatnya Asha buat merekam dan memotret semuanya. Mahisa merasa syok melihat Asha kesurupan dan berusaha membantu. Dia coba panggil paranormal tapi ternyata nggak sanggup karena menurutnya, apa yang ada dalam diri Asha itu lebih besar dari kemampuannya. Sampai kemudian Asha yang hampir putus asa bilang kalau belum ada perubahan juga dia diminta untuk membawanya pulang ke rumah ibunya. Dan kemudian terjadilah hal-hal yang aneh di sana.

Bagaimana mendapat peran di film Ruqyah?

Gue memang ditawari peran sebagai Mahisa sama mas Jose (Poernomo). Awalnya sempat mau nolak karena gue maunya jangan horor lagi lah. Tapi setelah dijelasin sama mas Jose kalo ini dari kisah nyata, seorang artis yang kita kenal, wah gue pikir ini menarik, ini bisa nambah kaya filmografi gue.

Apa yang spesial sehingga kamu bersedia main film horor lagi?

Soalnya segala macam film horor gue udah pernah main. Ada yang urban legend, haunted house udah pernah dan baru kali ini maen yang dari kisah nyata.Ini nambah wawasan gue, terutama soal ruqyah yang jadi jalan keluar terakhir dalam menyelesaikan masalah. Ini beda karena bukan horor fantasi yang dibuat-buat. Ini bukan main-main karena ini cerita atau pengalaman seseorang. Paling ada beberapa penambahan karena ini kan film.

Ada persiapan khusus selama syuting?

Persiapan syuting biasa aja. Begitu juga sama lokasinya, nggak ada lokasi yang dibikin serem, ya seperti kota besar seperti Jakarta pada umumnya. Tapi ini lebih pada atmosfer seramnya yang dibangun dari awal. Jadi bukan yang trus menakut-nakuti penonton sampai nggak ngasih napas, ini lebih ke cerita, rasa seram dibangun lewat cerita.

Apa kesulitan atau tantangan selama syuting?

Ada banget. Tantangannya diantaranya gue harus mengaji beberapa surat dalam Al-Quran. Itu dilakukannya di jam 3 pagi gue masih syuting dan harus disuruh baca surat An-Nas, dan juga Al-Baqarah dengan waktu yang cuma 15 menit. Padahal waktu itu badan gue uudah lemes naik bukit turun bukit segala macem. Tapi ternyata kata mas Jose dia memang sengaja mau ambil adegan itu pas gue lagi beneran capek.

Apa ada riset lebih dulu karena film ini dari kisah nyata?

Kalo riset sih nggak, paling gue banyak nanya aja. Gue juga banyak nanya soal tempatnya. Mas Jose tahu di daerah mana tapi nggak kita sebutin di film dan bukan di lokasi aslinya. Ya kan nggak etis aja rasanya, makanya nggak kita ungkap di film ini.

Apa yang menarik dari film ini sehingga kita harus nonton?

Yang menarik begini, sekarang ini hiburan Indonesia adalah TV, kan banyak artis dan acaranya. Kita cuma mau nunjukkin kalau dunia hiburan kita nggak semuanya berjalan bagus, pasti ada yang pakai sesuatu untuk bisa ngetop, ini loh di balik keglamoran dunia artis Indonesia. Nggak semuanya tulus, ada yang benar-benar niat jadi artis, ada juga yang punya tujuan tertentu. Kita bukan mau men-judge tapi kita harus bisa lihat, ada yang seperti tokoh Asha, tapi ada juga yang benar-benar tulus atau hoki.

Apa pesan dari film ini?

Ya, ada satu hal yang harus kita tahu, tiap orang pnya salah jadi lebih baik kalau kita bikin kesalahan langsung kita perbaiki, kembali pada agama. Jadi yang paling benar kita balik ke agama.

3 dari 3 halaman

Rencana di Belakang Layar

Evan Sanders pemain film Ruqyah: The Exorcism. (Fotografer: Febio Hernanto, Stylist : Indah Wulansari, Wardrobe: @footurama, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Setelah sekian lama berkiprah di dunia akting, Evan Sanders bukan saja lebih selektif dalam menerima tawaran. Pemain film Ruqyah: The Exorcism ini ternyata sudah punya rencana lain yang masih berhubungan dengan bidang yang sedang ditekuninya saat ini.

Lalu ada maksud dari ruqyah itu sendiri?

Gue sendiri baru ngerti soal ruqyah, dan baru tahu kalau ruqyah itu benar-benar ada. Dan itu harus dilakukan dengan tulis dan ikhlas. Nah, pas adegan kita minta ustad untuk meruqyah Asha, ceritanya ada 3 ustad yang berusaha meruqyah Asha, wah itu adegannya bikin merindiiing banget.

Apa yang membuat adegannya bikin merinding?

Jadi pas adegan ruqyah itu rasanya ada yang beda. Bayangain aja ustad-ustadnya kita nggak kenal, mereka tahu memang akting tapi terasa kayak beneran. Gue pikir, “wah ini kok kayak beneran ya padahal kita kan cuma syuting”. Bahkan di adegan kerasukan, pas kerudungnya lepas, si ustad langsung bilang pasang lagi! Itu berkali-kali bilangnya. Wah itu kayak beneran, gue sampai kaget dan merinding. Itu nggak ada di skrip padahal. Gue pengen banget bilang, pak ini cuma akting tapi kan nggak enak juga.

Apa harapannya terhadapi film ini?

Harapannya, film horor kan lagi banyak dan ini mencoba menampilkan sesuatu yang beda. Apalagi ini dari kisah nyata dan bisa saja artis idola kamu ada yang sama kayak Asha. Soalnya yang kayak gini kan udah ada lama di Indonesia, seperti pasang susuk atau buka aura, ya semacam itulah. Semoga aja yang kayak begini bakalan berkurang dan nggak bakalan ada lagi.

Ada proyek lain lagi?

Proyek lain ada, film ada satu yang mau syting. Tapi kayaknya di akhir tahun dan genrenya drama-komedi.Kalau sinetron belum karena lihat jadwal dulu. Terakhir gue main di sinetron Antara Cinta dan Doa pas bulan puasa kemarin. Gue juga ngisi acara di Kompas TV bareng Lena Tan, namanya Opin melihat isu terbaru tertama kriminalitas tapi dari sudut pandang wanita dan perlu didengar juga oleh pria. Kita angkat topik-topik yang berat disajikan dengan ringan.

Sedikit flashback, bagaimana kamu memulai karir akting?

Gue awal main film itu waktu masih di MTV. Ya gue kan waktu itu VJ dan dapat tawaran main film judulnya Dealova yang diangkat dari novel. Itu di tahun 2004, ya pengin mencoba sesuatu yang baru. Kebetulan di Dealova ini ceritaya ringan dan meghibur, ya udah gue terima. Nah setelah tampil di film itu gue merasa enjoy. Sebelumnya pernah dapet peran figuran atau extras, yah mulai dari bawah. Baru setelah Dealova, gue mulai banyak dapat tawaran.

Punya aktor idola?

Aktor idola nggak ada karena gue mencoba untuk berakting dengan gaya gue sendiri. Biasanya kan ada yang punya aktor favorit atau film referensi yang baik dan benar, kalo gue nggak suka ikut cara kayak gitu. Gue pengen mau nerima peran dalam keadaan blank. Karena gue lebih suka yang spontan. Mungkin karena gue nggak suka ikut-ikutan, ya gue bikin gaya sendiri.

Apa yang ingin dicapai seorang Evan Sanders dalam beberapa tahun ke depan?

Kalau pencapaian, suatu saat gue pengen nge direct sebuah film. Tapi gue harus tahu diri karena di tahun ini orang bikin film nggak bisa asal-asalan lagi, jadi harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.

Sudah ada persiapan ke arah itu?

Sekarang gue bikin konsep atau ceritanya dulu, kira-kira tema kayak apa yang belum ada di Indonesia. Rencananya konsep film gue ini bakal disupport sama MD. Gue mau gue sendiri yang nulis ceritanya dan dapet sambutan bagus. Pak Manoj bilang, kalo kamu sudah siap bawa kesini konsepnya.

Darimana kamu belajar, apa akan lewat pendidikan formal?

Belajarnya dari pengalaman, dari mereka yang pernah menyutradarai gue, kayak Nayato dan Jose, mereka punya gaya mereka sendiri. Nayato itu cerdas menrut gue. Nah kalo mas Jose gayanya lain lagi, gue juga sering banyak nanya dan minta masukan dari dia. Dari mereka gue belajar dan menambah pengalaman. Kita juga bisa belajar banyak dari sinetron.

Kenapa dari sinetron?

Kita bisa mencontoh mereka, karena bisa membuat karya dalam waktu cepat, mereka dituntun untuk sangat kreatif dan punya banyak ide. Sinetron sekarang bukan yang comot-comot adegan gitu tapi sudah dikonsep dengan lebih baik. Dari banyak pengalaman yang didapat, itu semua bisa jadi pelajaran yang berharga.

Bermain film maupun sinetron ternyata jadi jalan karir Evan Sanders. Setelah bertahun-tahun, Evan membuktikan ia masih tetap eksis di dunia hiburan Indonesia baik di layar lebar maupun di layar kaca yang sudah membesarkan namanya. Bahkan Evan Sanders sudah berencana untuk berada di belakang layar. Kita tentu menunggu kiprah Evan Sanders selanjutnya baik sebagai pemain maupun di belakang layar.