Fimela.com, Jakarta Puluhan remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara, terpaksa menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) setelah diduga mengonsumsi obat-obat keras seperti PCC, tramadol, dan somadril. Dikutip dari Antara, Jumat (15/9/2017), ahli kimia farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Pol Drs Mufti Djusnir, MSi, Apt, menjelaskan, tramadol berfungsi sebagai pereda nyeri pasca-operasi.
Sementara dua obat keras lain, yakni PCC dan somadril, dijabarkan sama-sama mengandung zat aktif carisoprodol. Jika disalahgunakan dan diminum secara bersamaan, ketiga obat tersebut akan menimbulkan efek berbahaya. Mulai dari hilang kesadaran, kejang, hingga overdosis, di mana itu berpotensi menyebabkan kematian.
"Hasil riset, obat-obat itu bisa menyebabkan addict, menjadi candu dan hasrat untuk mengulangi. Biasanya pemakai tak cukup sesuai dosis, mereka akan menaikkan dosisnya, dari dua tablet, tiga, dan seterusnya," jelas Kombes Mufti. Di samping itu, penyalahgunaan obat-obatan tersebut juga bisa menyebabkan kecacatan syaraf. "Apakah meninggalkan bekas cacat syaraf? Umumnya yang sudah konsumsi, bisa seperti itu. Obat ini menghambat otak, jelas yang terkena adalah otak," sambungnya.
Efek yang ditimbulkan ketiga obat keras tersebut, sambung Kombes Mufti, dikatakan berbeda dengan narkoba jenis Flakka. Menurutnya, tablet PCC, tramadol, dan somadril merupakan obat pelemas otot dan menyasar syaraf keseimbangan. Sementara Flakka membuat paranoid yang menyebabkan para penggunanya mengamuk bahkan tak sadar sedang melukai diri sendiri.
"Berbeda, Flakka itu bisa membuat mengamuk karena menyebabkan paranoid. Sedangkan obat yang tadi efeknya melemasnya otot," tuturnya. Ia menambahkan, Flakka sudah masuk dalam kategori narkoba jenis baru, sedangkan PCC, tramadol, dan somadril masih harus diuji apakah termasuk narkoba karena menimbulkan efek candu.