5 Fakta Mengiris Hati tentang Meninggalnya Bayi Debora

Asnida Riani diperbarui 11 Sep 2017, 09:18 WIB

Fimela.com, Jakarta Adalah Debora Simanjorang, bayi berusia 4 bulan yang meninggalkan kisah pilu di akhir usianya. Begitu singkat masa hidup bayi Debora, sungguh banyak sedih-sedih yang menggantung, terutama bagi kedua orangtuanya, ketika ia menghembuskan napas terakhir.

Diberitakan, Debora meninggal di Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, lantaran orangtuanya tak bisa membayar uang muka rumah sakit untuk merawat sang bayi. Berdasarkan keterangan Henny Silalahi, ibu Debora, seperti dikutip dari Liputan6.com, Senin (11/9/2017), sekitar pukul 03.00 WIB pada Minggu (3/9/2017), bersama sang suami ia membawa Debora yang mendadak sesak napas.

Yang di pikirkan Henny saat itu adalah buah hatinya harus segera mendapat pertolongan, tanpa tahu apakah pihak rumah sakit menerima pelayanan BPJS Kesehatan atau tidak. Namun, upaya itu kini berujung celaka dan mungkin meninggalkan luka yang tak akan pulih dalam waktu singkat. Dikutip dari berbagai sumber, inilah deretan fakta tentang meninggalnya bayi Deborah.

Uang muka rumah sakit yang tak bisa ditutupi orangtua Debora. "Bagian administrasi bilang, untuk bisa masuk ke PICU harus DP Rp19 juta dulu. Minimal 50 persen dulu, kira-kira Rp11 juta," kata Henny. Sementara Henny dan suami hanya memegang uang sekira Rp7 juta, di mana Rp2 juta di antaranya sudah terpakai untuk biaya administrasi, ambil darah, dan rentetan prosedur lain. Berusaha meyakinkan, namun pihak rumah sakit menolak permintaan Henny.

Tak sempat mendapat perawatan di ruang PICU. "Setidaknya, kalau anak saya meninggal setelah dimasukkan ke ruang PICU, saya agak lebih ikhlas dan bisa dengan lega mengatakan itu takdir. Tapi ini tidak. Anak saya meninggal masih di ruang UGD, lantaran pihak rumah sakit tidak mau menerima uang jaminan dari kami," sambung Henny.

 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Jenazah Debora Dibawa Pulang dengan Sepeda Motor

Jenazah Debora digendong sang ibu dan dibawa pulang dengan sepeda motor. Tahu sang bayi sudah tiada, pihak rumah sakit menawarkan ambulans untuk mengantar jenazah sang putri, dan menyebut itu sebagai peraturan dari rumah sakit. Namun, Henny menolak. Ia lebih memilih memeluk erat jasad sang putri tercinta yang dibawa pulang menggunakan sepeda motor.

Tak ada gugatan untuk pihak rumah sakit. Tak banyak yang Henny harapkan dari pihak rumah sakit. Toh, nyawa sang putri tercinta tak bisa kembali lagi. Ia hanya menginginkan kejadian serupa tak menimpa Debora-Debora lain. "Saya hanya menceritakan yang sebenarnya terjadi. Saya hanya berharap, tidak ada lagi korban karena masalah-masalah seperti ini," tutur Henny.

Lahir prematur. "Anak saya ini memang lahir prematur, ada masalah sama jantungnya. Sudah berobat dan perlahan-lahan keadaanya membaik," kata Henny. Ia juga bercerita tak kuasa saat melihat monitor jantung bayi Debora berupa garis lurus. Kala itu, Henny dan suaminya hanya bisa memegangi tangan bayi malang tersebut.