Fimela.com, Jakarta Film Jembatan Pensil mengisahkan tentang perjuangan anak-anak usia Sekolah Dasar (Inal, Nia, Aska, Yanti, dan Ondeng) untuk terus mendapatkan pendidikan di sebuah Sekolah Gratis yang dibangun oleh Pak Guru.
Inal yang tuna netra dan Ondeng yang memiliki ‘keterbelakangan’, tetap bisa menikmati masa-masa sekolah dengan gembira walaupun harus melalui perjalanan berliku untuk berangkat dan pulang sekolah. Kemampuan Ondeng menggambar sketsa menjadi kesibukan hari-harinya di dalam maupun di luar sekolah, dia selalu ‘merekam’ semua yang menjadi ketertarikannya dalam gambar sketsa, termasuk kehidupan ayahnya yang seorang nelayan dan jembatan rapuh yang selalu dilalui sahabat-sahabatnya.
Cita-citanya adalah untuk membangun jembatan yang setiap hari dilalui sahabat-sahabatnya itu. Ketika akhirnya jembatan rapuh itu rubuh saat keempat sahabat itu sedang menyeberang, tidak membuat semangat anak-anak itu pupus.
"Saya berperan sebagai Ondeng ini punya keterbelakangan mental. Dia punya jiwa persahabatan dan berbagi yang tinggi. Banyak pesan moral yang bisa didapat di film ini," kata Didi Mulya saat berkunjung ke Bintang.com.
Hubungan Ondeng dan ayahnya sangat dekat. Ayah Ondeng tak pernah mengeluh dan menerima kdirannya sebagai anugrah terindah di hidupnya.
"Ini film yang kaya sekali. Banyak segmen yang diisi humor, semih, bahagia, persahabatan. Semuanya ada," ujar Deden Bagaskara yang berperan sebagai Pak Mone di Jembatan Pensil.