Editor Says: Dilema Grup WhatsApp Keluarga

Febriyani Frisca diperbarui 08 Sep 2017, 14:27 WIB

Fimela.com, Jakarta Sebagai makhluk Tuhan yang banyak ingin tahu, banyak bicara, dan banyak sok tahu (baca: sosial), manusia nggak bisa lepas dari yang namanya komunikasi. Apa, sih, komunikasi itu? Kalau kata KBBI, komunikasi memiliki arti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Setuju?

Menurut cara penyampaiannya, komunikasi sendiri terbagi menjadi dua, yakni secara lisan dan tertulis. Sedangkan menurut kelangsungannya, komunikasi juga dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung dan nggak langsung. Nah, kalau kamu lebih sering melakukan komunikasi yang mana, nih?

Sebelum pesatnya perkembangan teknologi komunikasi kayak satu dekade terakhir ini, sih, bisa dipastikan kamu dan saya, let’s say kita, banyak melakukan komunikasi secara lisan dan langsung, ya. Apalagi sama orang-orang terdekat di sekitar kita. Ada effort untuk melakukan itu semua. Bahkan untuk sekadar mengajak main pun kita harus datang langsung ke rumah si target dengan sedikit gambling karena nggak tahu si target bisa atau nggak.

“Cicaaa main, yuuuk!”
“Cicanya mau tidur siaaaang!”

Dibandingkan dengan zaman sekarang, yang notabene perkembangan teknologinya gila-gilaan. Komunikasi bukan lagi barang mahal untuk dilakukan. Jangankan komunikasi antar rumah Tono ke rumah Tini yang jaraknya 40 rumah. Antar benua saja sekarang sudah gampang banget. Nggak perlu effort lebih apalagi menunggu berhari-hari untuk dibalas. Tsaelaaaah anak LDR paham banget dah ini.

Salah satu teknologi yang memudahkan komunikasi beberapa tahun belakangan ini adalah WhasApp. Sebagai founder, Jan Koum sangat hebat melihat kebutuhan komunikasi manusia di dunia ini. Sejak diluncurkannya aplikasi instant messanger (IM) tersebut pada 2009 hingga kini fiturnya terus mengalami perkembangan.

Di IM tersebut, penggunanya nggak cuma berkirim pesan secara personal atau dua arah. Melainkan bisa ke banyak arah dengan membuat grup yang bisa ‘dihuni’ oleh puluhan bahkan kini ratusan orang. Grup obrolan tersebut tentu sangat menolong dan penting bagi orang-orang yang kerap terlibat bersama untuk sebuah urusan. Baik penting atau hanya sekadar haha hihi.

Sebut saja grup pekerjaan, grup pertemanan, dan yang paling anyar, yang pernah dan masih jadi perbincangan hangat adalah grup keluarga. Hell yeah for everyone who has invited to that club! Hari gini nggak punya grup WhatsApp keluarga? Helaaaaaw! Hidup lo sungguh nggak berwarna banget, Cuuuuy!

“My Mom added you”

Ya gimana nggak berwarna, ya... Dihuni lebih dari satu orang dengan karakter yang berbeda-beda tentunya membuat sebuah grup jadi ramai layaknya sebuah acara ketika kumpul arisan. Kamu pasti lebih mengenal karakter para penghuni grup WhatsApp keluargamu, bukan?

2 dari 2 halaman

Apa sih tujuan grup WhatsApp keluarga?

Dilihat dari tujuannya, grup WhatsApp keluarga biasanya dibuat sebagai media silaturahmi antar keluarga yang rumahnya tersebar di mana-mana. Dengan grup WhatsApp keluarga, tentu mereka yang terpisah ratusan bahkan ribuan kilometer jauhnya bisa terasa dekat. Ya gitu deh.

Saya pribadi, punya beberapa grup WhatsApp keluarga. Ya, beberapa. Keluarga besar ibu saya, keluarga besar bapak saya, dan keluarga kecil saya yang terdiri dari saya, ibu, bapak, dan adik-adik saya. Khusus grup orang rumah, grup tersebut dibuat sebagai pemantau, penginfo, pengingat, dan bala bantuan. Minta tolong beliin minyak urut sama yang pulangnya lewat minimarket, misalnya. Ibu saya tuh.

Meski bertujuan untuk silaturahmi, namun nggak semua grup WhatsApp keluarga berlaku demikian. Kebanyakan, grup WhatsApp keluarga telah kehilangan identitasnya. Kamu yang membaca tulisan ini dan punya grup WhatsApp keluarga pasti mengamini.

Bagaimana tidak, beragam karakter yang menghuni grup tersebut terkadang bukan mewarnai malah memperkeruh suasana ketika ada seseorang yang melempar isu atau info dengan pendapat-pendapat yang nggak bisa dipertanggung jawabkan. Bahayanya, isu yang dilempar belum tentu benar adanya. Hadeuh! Dasar netizen. Kalau saya, sih, lebih banyak diam dan memantau dari jauh.

Tak jarang, keadaan-keadaan kayak begitu yang terkadang memaksa saya, kamu, dan banyak dari kita semua yang terundang dalam grup WhasApp keluarga untuk mengundurkan diri atau bahkan berharap di-kick dari grup itu. Sesegera mungkin. Untuk meredam emosi, mungkin kita bisa mematikan notifikasi dengan cara mute group. Namun, cara itu terkadang nggak cukup mampu mengatasi.

Apalagi kalau sampai left group, bukannya mengatasi emosi, yang ada malah menambah masalah. Pasti bakal ada judging dari anggota grup lain yang bikin kuping panas. Entah dibilang sombong, lah. Dibilang kurang ajar, lah, dan lain sebagainya. Malas banget, nggak, sih? Aaaaa tolong akuuuu! >.<

Sebagai bentuk keresahan, di akun Twitter sendiri sudah ada akun yang dikhususkan untuk berbagi percakapan-percakapan konyol dan agak gimana gitu di grup WhatsApp keluarga. Tuh, kayak yang sudah saya embed di atas. Sebagai pengingat, ada baiknya, kita yang tergabung dalam grup WhatsApp keluarga agar lebih cerdas dalam berbagi informasi di sana. Nggak perlu merasa paling update dan paling tahu. 

Daripada langsung copy paste dari grup sebelah, kalau memang ingin berbagi informasi mungkin kamu bisa bertanya di akhir pesan, "ini benar, nggak, sih?", mungkin para penghuni lainnya punya jawaban yang valid dan kamu pun jadi nggak terkesan nyampah dan sotoy di grup keluarga. So, bagaimana keadaan grup WhatsApp keluargamu?

Salam,

 

Febriyani Frisca