Editor Says: Buat Kalian yang Masih Bersemangat Mendukung Timnas

Nizar Zulmi diperbarui 27 Agu 2017, 13:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Masyarakat Indonesia begitu mencintai sepakbola, seperti cintanya kepada musik dangdut di hajatan-hajatan warga. Tanpa ada sepakbola, hidup ini seperti ada yang kurang. 

Euforia terhadap sepakbola rasa-rasanya melebihi cabang olahraga manapun, termasuk badminton. Padahal prestasi kita di olahraga bulu tangkis tarafnya sudah mendunia, tapi sepakbola tetap jadi yang utama.

Kekalahan timnas sepakbola Indonesia di SEA Games memang menyakitkan. Apalagi tim kita takluk oleh lawan bebuyutan, Malaysia yang menjadi tuan rumah di perhelatan kali ini.

Kenyataan bahwa timnas kalah di babak semifinal, terutama dari Malaysia mungkin sulit diterima. Tapi bola itu bundar, kedua tim sama-sama berpeluang menang atau kalah. 

Bicara soal peta kekuatan kedua tim bisa dibilang cukup seimbang. Kepemimpinan wasit juga cukup baik, terlepas dari stigma bahwa wasit pasti membela tuan rumah. Pertandingan berjalan cukup fair, meski keputusan wasit di menit-menit akhir yang tidak memberikan penalti bagi Indonesia masih dipertanyakan.

Faktor di luar lapangan memang mempengaruhi duel dua negara bertetangga ini. Kasus bendera Indonesia yang terbalik sampai dugaan kecurangan wasit terhadap tim sepak takraw turut membumbui aroma persaingan kedua negara.

Namun selama 90 menit Indonesia dan Malaysia tetap menjaga konsentrasi dan sportivitas. Terbukti tak ada satu kartu kuning pun yang keluar dari kantong wasit asal Srilanka, Kasun Lakmal Weerakkody.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Bosan timnas kalah?

Jujur saja, saya juga merasa terpukul atas kekalahan timnas Indonesia di semi final. Meski tak bisa menonton penuh karena sedang meliput (dan nyanyi bersama) penampilan JKT48 di bilangan Bekasi, harapan saya masih besar timnas bisa menang.

Namun apa daya takdir berkata lain. Perjuangan tim sepakbola harus terhenti di tangan Malaysia. Patah hati sudah pasti, tapi di sisi lain perjuangan keras timnas patut diapresiasi.

Peluit panjang berakhir dengan skor 1-0 untuk Malaysia, saya langsung nyeletuk 'ini pasti social media rame dengan berbagai macam bully-an,'. Benar saja social media bergejolak dengan segala bentuk kekecewaan.

Mungkin ini rasanya seperti pasangan yang mendambakan anak selama bertahun-tahun tapi belum juga mendapatkannya. Yang sering saya dengar adalah 'karena mungkin kita belum siap mendapatkannya'. Begitu juga dengan sepakbola.

Sepertinya kita terlalu menggebu-gebu, dengan tuntutan harus menang menjadi juara satu. Namun beberapa tahun belakangan harapan itu selalu kandas di babak semifinal atau final.

"Ah, lagu lama," "Bosan kalah," atau ungkapan kekecewaan lain bisa jadi akan memberi pengaruh kepada mentalitas timnas. Dipuja setinggi gunung ketika menang, dihujat serendah tanah ketika kalah. Ya mungkin kita belum layak jadi juara.

Jadi buat kalian yang masih bersemangat mendukung timnas sepakbola jadi juara di pentas ASEAN atau ASIA..................

Jangan pernah berhenti mendukung timnas, karena dukungan sekecil apapun akan memberi dampak baik. Para punggawa Garuda tentunya tak ada satupun yang menginginkan kekalahan. Terima kasih, para pejuang muda Indonesia.

 

Nizar Zulmi

Redaktur Musik Bintang.com