Fimela.com, Jakarta "Diam! Papa panggilin badut, ya, kalau nangis terus?". Pernah dengar orangtua mengatakan kalimat tersebut pada anaknya yang menangis dan meraung di ruang publik? Hmmm mungkin sering, ya. Yaps, anak-anak dan tantrum merupakan dua hal yang tak terpisahkan.
Alih-alih meluapkan emosi untuk mendapat apa yang diinginkan, anak-anak lebih pilih untuk meluapkan emosinya dengan berteriak, menangis, bahkan hingga tiduran di lantai sambil berteriak dan menangis. Kalau sudah begini, umumnya orangtua bakal langsung mengangkatnya dan menyuruh diam dengan mengancam atau menakuti-nakutinya sesuatu. Kayak kalimat di atas gitu.
Bahkan, beberapa orangtua menganggap tantrumnya anak mereka adalah sebuah hal yang melakukan untuk terjadi di tempat umum. Sehingga sebisa mungkin mereka segera mendiamkannya dengan berbagai cara.
Namun, berbeda hal dengan apa yang dilakukan oleh Justin Baldoni, seoang aktor yang juga ayah dari seorang putri berusia 4 tahun bernama Maiya. Menghadapi ketantruman sang anak, Justin Baldoni tak lantas mendiamkannya seperti yang orangtua lain lakukan.
Cara Baldoni Menghadapi Anak yang Tantrum
Dari sebuah foto yang diunggah di fanpage Facebook-nya, Baldoni malah membentuk barikade bersama ayahnya, yang tak lain adalah kakek Maiya. Baldoni dan ayahnya membuka kaki lebar-lebar dan berdiri di atas putrinya yang tengah telungkup di lantai supermarket sambil menangis dan meraung. Apa maksudnya?
Melalui Facebook, Baldoni mencoba untuk menjelaskan apa maksud dari perlakuannya saat menghadapi putrinya yang tantrum. Menurutnya, ia mendapat pelajaran tentang mengontrol emosi anak dari ayahnya sendiri. Berikut selengkapnya.
Saya mencoba menjauhi dari media sosial kemarin agar saya punya waktu bersama keluarga tanpa gangguan. Jadi, saya baru posting hari ini. Emily yang mengambil foto ini saat kami berada di Whole Foods. Foto ini yang menjadi salah satu foto favorit saya dan ayah saya. Dua pria berdiri bersama dalam diam, terhubung selamanya oleh sebuah cinta tanpa syarat untuk satu sama lain dan untuk sesosok jiwa yang baru, murni, dan belum matang, yang mana kami rela melakukan apa pun untuknya.
Saya hanya dapat membayangkan berapa kali saya juga melakukan hal ini saat saya seumur dengannya. Ayah saya mengajari banyak hal tentang bagaimana menjadi seorang laki-laki, namun, postingan ini berisi tentang sesuatu hal yang lain dan cuma satu-satunya. Tentang bagaimana merasa nyaman dalam keadaan yang nggak nyaman.
Sesuatu yang saya perhatikan dilakukan ayah saya berulang-ulang selama saya tumbuh besar. Nggak ada orangtua yang sempurna, namun, satu hal yang ayah ajarkan pada saya adalah jangan menjadi orangtua berdasarkan apa yang orang lain pikirkan. Ayah saya selalu membiarkan saya merasakan apa yang perlu saya rasakan, bahkan jika hal itu terjadi di depan umum dan memalukan. Saya nggak ingat dia pernah mengatakan, "Kamu mempermalukanku!" atau "Jangan menangis!".
Baru belakangan, saya menyadari betapa pentingnya perkembangan emosi saya. Anak-anak kita belajar dan memproses banyak sekali informasi dan mereka nggak tahu apa yang harus dilakukan dengan semua perasaan-perasaan baru yang muncul. Saya coba mengingat untuk memastikan bahwa putri saya paham bahwa nggak apa-apa kalau dia merasakan emosi yang mendalam. Hal itu bukan peristiwa memalukan bagi saya ketika ia tantrum di supermarket, atau menjerit di dalam pesawat.
Saya adalah ayahnya... bukan kalian. Jangan merasa malu karena anak-anak kita. Hal itu nggak tercermin dalam diri kamu. Sebenarnya, kita harus sedikit lebih baik dan lebih sabar pada diri kita sendiri juga. Kalau kita dapat mengungkapkan semua yang kita rasakan dan membiarkan diri kita tantrum dan menangis saat kita membutuhkannya, mungkin pada akhirnya kita juga bisa merasakan lebih banyak kegembiraan dan kebahagiaan. Dan hal tersebut adalah yang dibutuhkan oleh dunia.
***
Di-post pada 19 Juni 2017 lalu, tulisan Baldoni tersebut telah dibagikan ulang oleh netizen sebanyak 42 ribu lebih dan terus mendapat komentar beragam.
Setiap orangtua tentu memiliki cara mendidik, merawat, dan menghadapi ketantruman anak yang berbeda-beda. Namun, alangkah baiknya jika orangtua juga memperhatikan tumbuh kembang emosi anak sejak dini. Sebab, disadari atau nggak, selain lingkungan, apa yang ditemukan anak sejak dini dari orangtua, akan berpengaruh besar pada perkembangannya saat dewasa nanti.