Fimela.com, Jakarta Sebelum kamu membaca artikel kacangan berkedok Editor Says edisi hari ini sampai habis, sebagai penulis saya perlu mengingatkan bahwa artikel ini ditulis based on true story alias pengalaman nyata dan pribadi saya sendiri yang sering banget potong poni kependekan hehehehehehehehehehehehehehehe...*sampe mantan putus sama pacarnya*.
Rambut adalah mahkota wanita. Katanya sih begitu. Tapi, bagi saya, rambut lebih dari mahkota. Sebab, rambut juga bisa menjadi sarana mengekspresikan diri dan juga identitas. Ya, sekitar 7 tahun belakangan ini, seorang Febriyani Frisca lebih dikenal sebagai perempuan berambut bondol alias pendek dengan berbagai macam model.
Mulai dari bob, batok, hingga pixie cenderung cepak pun saya sudah pernah merasakannya. Ya, dibandingkan dengan teman-teman perempuan yang lain, mungkin saya yang paling mudah terciri dengan rambut saya ini. Meski demikian, bukan berarti saya nggak pernah mengalami bad hair day atau kesalahan treatment pada rambut. Sering.
Salah satunya adalah potong poni kependekan. Yaaaak! Eeeee~ *ala ala penonton bayaran*
Serupa dengan datangnya banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, dan diputusin pas lagi sayang-sayangnya *eh*, potong poni kependekan juga merupakan sebuah celaka bin musibah yang sangat bikin sedih, kuciwa, juga merana. Bagaimana tidak, poni yang tadinya dibentuk untuk memberi kesan unyu di mata lawan jenis malah tampak seperti (k)unyu(k) di Ragunan. Astagfirullah.
Nah, untuk urusan potong poni kependekan, saya jagonya. Seperti yang saya sebutkan di atas, rambut merupakan sarana untuk mengekspresikan diri. Seringnya, saya mengekspresikan lewat potongan poni pendek dengan tangan sendiri alias DIY. Saking semangatnya mengekspresikan diri, seringnya malah jadi kependekan dan terlihat seperti dicetak pakai helm proyek. Kray.
Awal mengalami potong poni kependekan karena DIY, jelas saya galau, mood berantakan, kepercayaan diri menurun, dan ingin jual rumah orangtua aja rasanya. Tampang saya yang nggak seberapa ini makin nggak jelas rupa karena ada komponen di wajah yang timpang. Saya pun menyadari bahwa potong poni bukan hanya sekadar poni. Dibutuhkan keahlian, jiwa yang besar, dan kepercayaan diri yang tinggi untuk melakukannya. Terlebih ketika gagal. Seperti saya.
Sempat beberapa kali mengalami kegagalan potong poni, akhirnya saya pun menganggap poni kependekan adalah hal yang biasa dan bukan sebuah big deal dalam hidup yang fana ini. Mengapa? Sebab, ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari sebuah musibah. Azeg. Termasuk musibah potong poni kependekan. Lagi pula, selama diri sendiri merasa percaya diri tampil apa adanya, orang lain pasti juga akan melihat fine-fine aja. Pun sebaliknya. Ye, nggak?
Saking seringnya potong poni di atas rata-rata, saya jadi merasa ada yang aneh kalau poni saya nggak dipapras tinggi tinggi. Minimal dua jari di atas alis, deh. Bahkan, saat saya menulis Editor Says kali ini, poni saya berada di ketinggian tiga jari di atas alis. Hayooo.. Coba diukur. Kamu pernah punya poni sependek poni saya, nggak? Tapi dalam keadaan sadar, ya. Bukan karena ‘kecelakaan’. Hihihi.
What's On Fimela
powered by
Hikmah di Balik Musibah
Lantas, kenapa sih saya begitu percaya diri dengan poni yang sependek ini? Mungkin banyak orang bertanya demikian pada saya, baik yang terucap maupun tidak atau belum. Ya itu tadi, mencoba untuk memaksimalkan akal sempurna yang diberikan oleh Tuhan, saya selalu berusaha untuk memetik hikmah, value, dan solusi kreatif di balik sebuah kesedihan apapun itu bentuknya. Seperti beberapa hal berikut ini, misalnya.
Rambut adalah benda hidup yang ada di tubuh ini. Meski saya bukan anak IPA saat duduk di sekolah menengah atas, namun, saya paham kalau selama manusia masih hidup, maka rambut, kuku, bulu-bulu akan terus tumbuh sebagai mana mestinya. Jadi, perkara potong poni kependekan, saya tak perlu lagi ambil pusing. Toh nanti juga akan panjang lagi dengan sendirinya dalam waktu seminggu atau dua minggu. Di sinilah kita harus belajar bersabar, percaya diri, dan tetap percaya bahwa poni kependekan akan segera berakhir.
Tampilan jadi terlihat unik. Dikutip dari banyak sumber, penampilan rambut dengan poni bisa membuat seseorang jadi tampak lebih muda dari usia aslinya. Kabar baiknya adalah, ketika poni bukan lagi jadi sekadar poni, maka ada keunikan tersendiri di dalamnya. Menjadi unik dan berbeda adalah pilihan. Namun, jika keunikan itu terjadi dengan sendirinya, maka bersyukurlah. Dengan demikian, kamu jadi punya keunikan yang syukur-syukur bisa menginspirasi orang lain. *APAAN SIH, ANJIR?*
Belajar memaafkan. Potong poni kependekan mungkin bukan kehendakmu dan bisa jadi sebuah kesalahan yang nggak diinginkan. Ketika hal itu terjadi, maka saat itu pula kamu perlu memaafkan. Mungkin sulit, tapi bukan berarti nggak bisa, kan? Coba ingat-ingat lagi saja poin pertama; rambut bisa tumbuh lagi. Kalau kamu memang kepalang nggak PD sama insiden tersebut, kamu bisa mengakalinya dengan pakai topi, bandana, jepitan, atau hiasan rambut lainnya untuk mengalihkan perhatian orang yang melihat. Yak sip.
Mungkin ini cara Tuhan memberi hidayah padamu untuk segera berhijab. Eaaaak~ Said enough.
Salam,
Febriyani Frisca
Editor kanal Zodiac