Fimela.com, Jakarta Semakin banyaknya berita soal kasus bunuh diri akhir-akhir ini cukup membuat resah. Mulai dari pentolan band Linkin Park, Chestes Bennington, Oka Mahendra mantan kekasih Awkarin, kakak-adik yang loncat dari apartemennya di Bandung, pria yang loncat dari jembatan, dan mungkin masih banyak lagi kasus lain yang tidak terekspos media. Baik dia seorang publik figur maupun masyarakat biasa, keputusan seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri itu selalu menyisakan kekalutan bagi orang-orang yang ditinggalkan.
Di antara para 'penonton' kasus-kasus tersebut, pasti ada saja yang mempertanyakan soal alasan mereka memilih bunuh diri. Pasti ada saja yang mencoba menyimpulkan sendiri, dan pasti ada saja yang mengaitkannya dengan keimanan seseorang. Padahal, penyebab seseorang bunuh diri itu bisa terhimpun dari jutaan alasan yang telah ia pendam sekian lama. Kita semua nggak pernah tahu pasti soal itu. Sekalipun kemungkinan penyebabnya diungkapkan oleh pihak keluarga atau orang terdekat mereka, tetap saja kita nggak tahu, nggak akan pernah tahu pasti sebesar apa beban mereka.
Seringkali orang-orang mengaitkan masalah bunuh diri dengan keimanan. "Itulah orang nggak kuat iman, punya masalah mikirnya bunuh diri. Padahal masalahnya bakalan lebih besar lagi di akhirat karena dia milih bunuh diri," "bunuh diri itu pilihan orang yang nggak punya iman", atau yang semacam itulah kalimat yang sering dilontarkan orang setiap kali mendengar kabar bunuh diri. Intinya, bagi mereka bunuh diri adalah dampak dari iman yang lemah.
Saya pribadi kurang setuju dengan itu. Pertama, karena saya nggak suka mengurusi keimanan seseorang. Kedua, karena bunuh diri itu sumbernya dari pikiran, dan pikiran seseorang itu sangat kompleks. Saya, dengan ilmu yang terbatas dan tanpa research mendalam terhadap orang tersebut sebelumnya, mana bisa begitu saja menyimpulkan dia bunuh diri karena kurang iman? I don't even know what's inside their mind. I don't even there when they're trying so hard to keep alive.
Sebagai 'penonton', apalagi jika hanya menonton dari jarak jauh, hal pertama yang bisa kita lakukan untuk mereka adalah; nggak menyudutkan mereka atas keputusan yang diambilnya. Jangan sok tahu, jangan berasumsi sendiri. Selagi mereka hidup saja kita nggak pernah bisa benar-benar memahami, masa sudah mati masih dihakimi?
Setiap orang pasti punya masalah, pasti punya trauma meski dengan penyebab dan level yang berbeda. Beberapa dari kita bisa menghalau dan berdamai dengan keberadaan masalah serta trauma tersebut, sebagian lain hanya berpura-pura baik-baik saja padahal isi kepala dan hati mereka kalut sekalut-kalutnya. Mereka yang memilih bunuh diri, mungkin adalah tipe yang kedua.
Patah hati juga bisa menyebabkan seseorang ingin bunuh diri
Trauma berkepanjangan bisa menyebabkan depresi, dan depresi bukan sebuah kondisi ringan. Depresi juga nggak terjadi begitu saja. Pasti ada penyebabnya, dan semua itu dimulai dari skala kecil. Pengalaman buruk di masa lalu seperti pelecehan seksual, kehilangan seseorang yang amat berharga, kondisi finansial yang buruk, sampai urusan percintaan pun bisa men-triger seseorang ke arah depresi.
Yes, jangan pernah sepelekan betapa dahsyatnya dampak dari patah hati. Bukan hanya ada sekali dua kali kasus bunuh diri karena cinta, kan? Patah hati itu memang sebegitu dahsyatnya mempengaruhi hidup seseorang. I've been there once. Kehilangan seeorang yang sangat, sangat, sangat berarti dalam hidup membuat saya merasa berantakan di dalam. Iya, di dalam. Di suatu bagian dari diri saya yang orang-orang nggak tahu, nggak bisa lihat, dan nggak bisa merasakan. Dibandingkan mereka yang sudah memilih bunuh diri, kadar stres saya pasti nggak seberapa. Tapi percaya nggak percaya, dengan kadar stres yang nggak seberapa ini saja saya pernah punya keinginan untuk mati. Bagaimana mereka? Pikiran itu akan ada saat kamu merasa hidupmu hancur.
Then again, kamu yang nggak berada di posisinya, jangan pernah menyepelekan. Tindakan merendahkan dan menyepelekan kondisi mereka itulah yang membuat mereka semakin stres, semakin depresi, semakin kesepian dan merasa nggak punya harapan untuk hidup lebih baik; hingga akhirnya memilih mati.
Buat kamu yang lagi patah hati karena kehidupan sedang mengujimu dengan masalah-masalah yang *kamu pikir* nggak sanggup kamu lewati, ketahuilah; kamu sanggup.
Meski kamu nggak bisa mengubah keadaan semudah membalikan telapak tangan, tapi kamu masih punya waktu untuk belajar menerima. Selalu ada waktu. Kadang hidup memang bercandain kita sekasar itu. Kadang yang terjadi pada kita, jauh dari yang kita harapkan. Kadang, kita merasa nggak bisa menerimanya. Semua terjadi di luar kendali, but that's life.
Saya nggak bisa menyebutkan satu hal yang sudah pasti akan menyembuhkan seseorang dari depresi. Namun ketika kamu berhadapan langsung dengan seseorang yang sedang terbebani sebuah masalah, termasuk patah hati karena urusan percintaannya, tolong jangan disepelekan. Ajak bicara jika memungkinkan, hadir lah untuk dia--terus menerus, bukan hanya sekali. Ajak dia untuk melakukan sesuatu yang membut dia merasa berguna untuk orang lain, atau setidaknya ingatkan dia bahwa dia berharga. Stres-stres ringan karena sebuah masalah itu akan menjadi depresi berat kalau hanya tertimbun tanpa pemulihan. Dengan hadir bagi mereka saat kamu menyadari masalah itu ada, bisa jadi kamu sudah melakukan tindakan awal untuk menyelamatkan mereka.
Buat kalian yang sudah memilih bertahan sejauh ini, terima kasih! Selamat melanjutkan perjuangan, ayo saling menguatkan!
Cheers to life!
Fitri Andiani
Editor