Eksklusif, Souljah dan Perjuangannya 19 Tahun Melawan Arus

Rivan Yuristiawan diperbarui 05 Jul 2017, 08:07 WIB

Fimela.com, Jakarta Bagi penikmat musik populer di Indonesia, mungkin nama Souljah terasa agak asing di telinga. Namun untuk sebagian kalangan, terutama pencinta musik beraliran ceria seperti ska dan reggae, lagu-lagu Souljah tentunya jadi soundtrack di berbagai situasi kehidupan yang dialami.

Mengusung musik reggae Jamaika, band yang kini menyisakan empat personel tersebut memang terbilang memiliki penggemar yang cukup solid. Keberadaan Bradda Souljah, sebutan bagi para penggemarnya membuat Danar Pramesti (vokal), Said Fauzan (toasting), Renhat Pantro (bass), dan David Pasaribu (keyboard) mampu bertahan selama 19 tahun di hiruk pikuk musik Indonesia.

Memang, menilik dari sejarahnya, Souljah lahir berbeda di era generasi musik akhir 90an yang kental dengan nuansa pop rock di Indonesia. Berawal dari band kampus di sebuah Universitas di Jakarta, tepatnya di tahun 1998, Souljah muncul menawarkan sesuatu yang baru dari sisi genre musik.

Tak mudah memang bagi Souljah menapaki kariernya sebagai band yang konsisten beraliran ska reggae. Terhitung, mereka butuh setidaknya 7 tahun untuk akhirnya menelurkan album pertama bertajuk Breaking The Roots. Selanjutnya, album Bersamamu, Mestakung dan This Is Souljah menjadi daftar album yang menandakan eksistensi mereka di industri musik Indonesia.

Kini, di 2017, tepat ketika Soujah berusia 19 tahun, untuk pertama kalinya dalam sejarah band tersebut, mereka menggelar sebuah showcase sebagai bentuk perayaan kariernya yang tidak bisa dibilang sebentar. Nyatanya, dalam konser bertajuk Souljah 19th Anniversary yang dihelat pada 8 April lalu, tak hanya berkesan bagi para Bradda Souljah, tapi juga bagi para personel Soujah secara pribadi.

"Showcase Kemarin cukup seru. Nggak terlupakan meskipun ada beberapa kendala teknis. Seru lumayan, soalnya penontonnya wajah-wajah familiar lah. Nyanyi Mars Bradda Souljah-nya itu dua kali, depan sama belakang itu keren banget. Spesial kayak konser tunggal, kita tampil 2,5 jam lebih," ucap Renhat, bassis Souljah saat berbincang dengan Bintang.com belum lama ini.

Lantas, bagaimana Souljah mengenang perjalanan karir selama 19 tahun belakangan? Dalam sebuah wawancara eksklusif bersama Bintang.com, Souljah berbagi cerita mengenai makna usia 19 tahun, lengkap dengan cerita perjuangan dan harapan dalam berkarier di industri musik Indonesia.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Perjalanan dan Perjuangan Souljah Selama 19 Tahun Berkarier

19 tahun, Souljah konsisten berjuang dengan reggae di industri musik tanah air. (Fotografer: Galih W Satria, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Lahir sebagai band yang tidak biasa dieranya pasti membuat Souljah merasakan perjuangan yang cukup keras dalam menapaki karirnya. Namun nyatanya, visi misi serta mimpi sederhana dari para personel lah yang membuatnya bertahan dan merajut jalan untuk menjadi legenda di musik reggae tanah air.

Merayakan ulang tahun dengan menggelar sebuah showcase, bagaimana perasaannya?

Danar: yaa senang, seru. Namanya ketemu banyak juga Bradda Souljah yang lama-lama yaa seru lah, senang.

Kabarnya itu pertama kali Souljah bikin showcase selama merayakan ulang tahun?

Danar: Iyaa pertama kali lah bikin yang begitu selama ini, sebelumnya tuh belum pernah. Biasanya Bradda Souljah yang bawa kue ke basecamp.

Kenapa akhirnya Souljah kepikiran bikin showcase di ulangtahun yang ke-19?

Danar: Baru ketemu semuanya yang pas, dari waktu, terus secara biaya, secara konsep.
David: Kan emang ada konsep reunian, nah personel lama baru pasnya tahun ini kosongnya.

Berawal dari band kampus, nyangka nggak Souljah ternyata bisa bertahan 19 tahun dengan fans yang cukup fanatik?

Renhat: Nggak lah, bikinnya aja iseng. Mainnya aja sekedarnya, gitar nggak punya, alat musik nggak punya. Dulu itu kita setiap manggung datang satu jam sebelum manggung, buat apa? buat pinjem alat. Jadi nggak nyangka lah, orang ngeband sekenanya doang, ngisi waktu doang.

Bagaimana awalnya sampai memilih ska atau reggae sebagai genre musik Souljah?

Danar: Waktu itu kita mainin ska jadi tadinya Renhat yang ngeband lagi latihan, terus gua cuma nemenin-nemenin doang terus iseng nyanyi-nyanyi lagu Save Ferris, waktu itu lagi top banget. Dari situ berkembang dan makin mendalami musiknya.
David: Kalau bahasanya Said itu musiknya yang milih kita, bukan kita yang milih musiknya.
Danar: Kalau kata gua mah jodoh.

Lahir di era musik pop rock sedang booming, sempat kesulitan nggak memperkenalkan musik kalian?

Danar: Tahun 1998 itu sih ska memang lagi booming di underground, terus setelah itu secara nasional pun naik jadi sebenarnya nggak sulit.
Renhat: Yang sulit itu di 2005, era Souljah keluar album pertama itu susah. Orang udah nggak tau lagi ska, bahkan antipati. 2006-2007 agak lumayan enakan.
Danar: Tahun itu (2005) reggae itu ada, waktu itu pas Tepeng (Steven & The Coconutreez) pertama kali nongol ya. Awal pertama kali keluar album Souljah itu kita keluarnya barengan sama era jazz kayak Maliq & D'Essentials, Soulvibe.

Waktu merintis karir, masih ingat nggak kapan pertama kali Souljah manggung, di acara apa, dan dibayar berapa?

Danar: Kalau pertama kali manggung secara Souljah sih 1998, itu nggak dibayar. Waktu itu lolos audisi di acara underground gitu. Kalau yang dibayar Tahun 1999 atau 1998 akhir mungkin, cuma gua lupa dibayar berapa.
David: Gua inget yang paling mahal doang, acaranya Kawanku. Itu sejuta, tahun 2000 sebagai band featuring bareng Jun Fan Gung Foo. Itu paling gede banget, seumur hidup itu kaya nggak pernah gitu.

19 tahun berkarir pasti ada pasang surutnya sebagai sebuah band, mungkin bisa diceritain?

Danar: Kalau pahit-pahitnya sih ada aja, tapi kalo disebutin ya macam-macem. Mulai dari ditinggal personel, terus nggak punya uang, nggak dipulangin sama panitia, diomongin ini itu, yaa banyak sih.

Kalau begitu, apa yang bisa membuat kalian bertahan sampai 19 tahun?

Danar: Salah satunya sih Bradda Souljah. Yang lainnya kami memang punya mimpi bersama dan mencoba sampai saat ini konsisten dan berkomitmen untuk mewujudkan itu bareng-bareng. Itu sih yang paling membuat kita bertahan, jadi kaya tanggung jawab bareng-bareng kan buat ngejar mimpi kita.

Mimpi apa sih yang membuat kalian akhirnya bisa bertahan sampai sekarang?

Danar: Dulu kita bilang pengen punya Griya Reggae Indah, hahaha
David: Itu komplek perumahan, isinya kita-kita semua, rumah Danar di sini, depannya rumah siapa, depannya kantor kita, hahaha.
Danar: Sebenarnya mimpinya yang mendasar adalah bisa terus main musik dengan musik yang kita cintai, ya itu mimpinya.

Sudah 19 tahun, tips langgeng ala Souljah sebagai sebuah band apa?

Danar: Kalau visi dan misi dari awal emang udah sepakat, tapi kalau misalnya ada friksi keseharian yaa balik lagi ke kita punya tujuan visi misi tadi. Dan komit, yang penting tujuan bersamanya tercapai. Yaudah dikalahkan egonya masing-masing.

3 dari 3 halaman

Ingin Rekaman Lagu di Jamaika

19 tahun, Souljah konsisten berjuang dengan reggae di industri musik tanah air. (Fotografer: Galih W Satria, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Untuk sebagian orang, reggae bukan hanya sebuah genre musik, melainkan pedoman hidup. Dan, layaknya kaum muslim yang selalu memimpikan bisa menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Souljah pun punya mimpi untuk menghasilkan karya di negeri asal musik reggae, Jamaika.

Masih ada stigma di masyarakat jika reggae merupakan musik komunitas yang jangkauannya masih terbatas, pendapat kalian?

Renhat: Kayaknya sekarang semua ada komunitasnya. Bedanya dulu sama sekarang itu, kalau sekarang udah tahu ada dimana. Jadi menurut gua semua musik tuh sekarang musik komunitas, beda sama dulu.
Danar: Kalau secara luas tidak dikenal mungkin iyaa yang mengenal terbatas, tapi apakah dia tidak boleh keluar kalau banyak yang suka? Kami pun pada akhirnya dari dulu emang mencoba menipiskan sekat itu karena pada akhirnya musik adalah musik, mau jenisnya apa, orang nikmatin musik. Kalau selera tergantung masing-masing.

Musik reggae identik dengan Bob Marley, selain dia, siapa reggae heroes yang jadi referensi musik Souljah?

Danar: Banyak juga sih, soalnya hampir disetiap album heroes-nya lain-lain. Okee Bob Marrley, Save Ferris, Rancid, Skatalites, No Doubt. Menurut saya kalau di Souljah kebetulan kami masing-masing punya karakter sendiri. Dengan musikalitas kami yang terbatas, kami punya karakter, dalam artian kita mendengarkan band A, kira-kira cocok nggak ya buat Souljah? Kita memperkaya referensi musik secara pribadi, nah itu yang beragam.

Kalau boleh tau, lagu Souljah yang paling personal buat masing-masing personel itu yang mana?

David. Sudah Sudahlah. Karena baru pertama kali punya soundcard dan punya laptop aja kali ya. Maksudnya, sorenya gua bikin raf sama Danar, malamnya bikin beatnya, besoknya Danar masuk langsung jadi aja, secepat itu prosesnya.
Said: kalau gua Abidin, hahaha. Pokoknya kita ketemu 'teman' kita namanya Abidin itu di Ancol, pinggir pantai, malam-malam. Kanan-kiri orang pacaran, kita ketawa-ketawa cowo-cowo semua gitu berempat. Seru dah Abidin.
Danar: Gua dari tadi kepikiran lagu Bagaimana Caranya. Soalnya waktu nge-take itu gua nangis beneran, padahal bukan kisah gua juga, tapi yaa segitunya. Beberapa orang yang dengerin itu tahu gua nangis pas nyanyiin lagu itu.
Renhat: Susah pertanyaannya, gua ada banyak. Kalau lagu yang paling gua suka pas dibawain manggung itu I'm Free. Soalnya efek vokal gua berguna, tapi gua nggak suka main bassnya, bosen banget. Kalau yang gua suka main bassnya My Heart Say Yeah. Kalau yang paling enak di Souljah buat dimainin itu sebenernya Berdansa Sepanjang Malam, itu paling enak, dinamiknya juga seru.

Ngomong-ngomong seru, ceritain dong pengalaman manggung paling seru buat Souljah?

David: Dilempar ular dari penonton ke panggung. Ular hidup, kayak ular sawah gitu. Di klaten waktu manggung bareng sama Netral.
Renhat: Showcase kemarin (Souljah 19th Anniversary) cukup seru. Nggak terlupakan meskipun ada beberapa kendala teknis. Seru lumayan, soalnya penontonnya wajah-wajah familiar lah. Nyanyi Mars Bradda Souljah-nya itu dua kali, depan sama belakang itu keren banget. Spesial kayak konser tunggal, kita tampil 2,5 jam lebih.

Setelah showcase anniversary kemarin, apa target terdekat Souljah yang mau dicapai?

David: Tahun ini nyelesain video klip sih, karena kita mimpinya album keempat itu ada 17 lagu dan kita mau bikin 17 video klip dan baru kejadian 9 video.
Renhat: Pokoknya kalau bisa bikin, kalo ada waktunya yaa kita bikin. Pengennya sih tahun ini.

Untuk album terbaru?

Renhat: Albumnya udah berjalan, tapi single aja dulu.

Di era serba digital sekarang, masih efektif nggak produksi album fisik?

Renhat: Siapa yang beli? Hahaha. CD bajakan aja udah nggak ada yang beli. Mp3 bajakan aja udah gak laku. Menurut gua udah nggak hidup.

Danar: Tapi mungkin untuk beberapa penggemar musik, mereka masih perlu untuk mengoleksi fisik aja sih. Tapi seberapa sih yang kaya gitu, jadi kalau mau menggantungkan hidup dari fisik yaa susah.

Jadi Souljah nggak akan bikin album fisik?
Renhat: Bikin, kita akan selalu bikin tapi buat diri kita sendiri buat kita mengenang karya kita.
Danar: Bagi penggemar yang benar-benar penggemar, pasti mereka merasa harus punya (album fisik).

Impian jangka panjang Souljah yang masih ingin di realisasikan?
Renhat. Rekaman album di Jamaika, itu. Kenapa? Yaa Kayak lu naik haji aja. soundnya pasti beda, itu yg paling kita cari.

Usia 19 tahun yang sudah diinjak Souljah sepertinya bisa menjadi bukti sahih jika tak perlu takut untuk tampil beda melawan arus. Dengan komitmen, perjuangan, serta mimpi yang dipegang teguh, nyatanya musik ska atau reggae masih bisa menghidupi kreatifitas para personelnya sampai sekarang. So, sukses terus Souljah...