Fimela.com, Jakarta Tak ada yang lebih menyayat hati, dari pada melihat kehidupan anak-anak di tengah kemiskinan. Baru-baru ini, beredar beberapa foto sebuah keluarga tanpa orangtua. Mereka cuma terdiri dari 5 orang kakak-beradik. Tak ada ibu, atau pun bapak. Adik yang paling kecil masih berusia 2 tahun. Sementara yang paling besar berusia 13 tahun.
Situs Coconut Bangkok menulis, kelima saudara ini tinggal di Isaan, Provinsi Buriram, Thailand. Kisah mereka belakangan ini menjadi headline di media-media Thailand. Pasalnya, mereka bukan saja hidup tanpa orangtua tapi juga dalam kemiskinan.
Kakak yang berusia 13 tahun setiap hari harus menyuapi adik-adiknya dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak, tanpa bantuan orang dewasa. Banyak netizen dan masyarakat setempat yang akhirnya bertanya-tanya, kenapa mereka bisa sampai hidup menderita tanpa orangtua mereka.
Ternyata, Coconut Bangkok menulis, kedua orangtua mereka berpisah. Ibunya, Panita (37th), pindah ke provinsi lain untuk bekerja di perkebunan tebu setahun yang lalu. Dia mengirim uang ke rumah untuk anak-anaknya, dan pulang kalau dia punya kesempatan.
Karena itulah, di sebuah rumah kontrakan, anak-anak Panita; Fluke (13) Fia (11) Kaowfang (9) Fern (6) and Ford (2) tinggal. Tanpa Panita, setiap hari Fluke bangun jam 5 pagi untuk memasak beras. Menyeterika pakaian sekolah adik-adiknya. Kemudian, memandikan adik-adiknya, dan mengantarkan mereka sekolah. Usai beres mengurus semua adik-adiknya, Fluke pun baru bisa berangkat ke sekolah.
Usai semua pulang sekolah, Fluke masih harus bekerja lagi di sore dan malam hari. Dia masih harus memasak nasi untuk adik-adiknya makan malam. Mencuci baju, dan menyeterika pakaian yang sudah kering. Bahkan, dengan begitu banyaknya pekerjaan yang dia harus lakukan, Fluke masih sempat membantu adik-adiknya mengerjakan PR sebelum akhirnya mengantarkan mereka ke tempat tidur.
Untungnya, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Fluke tak harus bekerja. Soalnya, Panita mengiriminya uang setiap 1-2 minggu sebesar THB1.000 atau hampir Rp400 ribu. Para tetangga Fluke pun juga tak tinggal diam. Kadang kala mereka memberi Fluke lauk-pauk seadanya untuk tambahan makanan buat keempat adiknya itu.
Meskipun Fluke hidup dan mengurusi adik-adiknya tanpa kedua orangtua, dia tak pernah berkecil hati, atau marah dengan keadaan. Sebaliknya, dia justru telah tumbuh menjadi pria yang bertanggung jawab meski usianya masih belasan tahun. Fluke bahkan unggul di sekolahnya dalam bidang akademis. Dia juga terpilih sebagai wakil dari distriknya untuk ikut lomba matematika internasional.
Dan, yang bikin lebih bangga dengan Fluke, dia berhasil mendapatkan medali emas! Meskipun hidup dalam kemiskinan, Fluke tak ingin membunuh mimpinya. Dia ingin memiliki sebuah rumah dan mengejar pendidikan tinggi. Dia juga ingin menjadi seorang polisi, sehingga dia bisa memiliki pekerjaan tetap. Mungkin, dengan begini, dia akan lebih bisa membantu keluarganya.