Fimela.com, Jakarta Perjalanan menuju Surabaya, Jawa Timur, pada 2006 jadi momen yang tak terlupakan bagi Doadibadai Hollo. Dalam pesawat yang membawanya ke sana, Badai, begitu ia akrab disapa, bertemu dan berkenalan dengan seorang pramugari, Dewi Citra Asmarani, alias Eci. Saat itu Badai dan grup band Kerispatih sedang melakukan tur Jawa - Bali.
"Saya duduk di sebalah dia. Karena enggak bisa tidur, kami akhirnya berkenalan dan ngobrol," kenang lelaki kelahiran Jakarta, 14 Januari 1978 saat berbincang dengan Bintang.com lewat sambungan telepon, Kamis (29/6/2017) siang.
Dari pertemuan tersebut, hubungan mereka makin erat. Tak segan-segan, Eci malah mengatur jadwal terbangnya jika Badai hendak manggung. Salah satunya terjadi saat Badai akan manggung di Kota Gudeg, Yogyakarta. Ia mengajak Eci untuk menemaninya manggung.
Di sebuah tempat di Malioboro, Badai mengungkapkan isi hatinya pada Eci dan menyatakan keseriusannya dengan cewek kelahiran Jakarta, 12 Juli 1982 itu. Badai masih ingat betul saat itu 24 Februari 2007. Pada tanggal itu mereka resmi menjadi pasangan kekasih.
"Kami pacaran selama selama tiga tahun hingga akhirnya menikah," ujar Badai.
Pemberkatan Pernikahan
Meski Badai dan Eci saling mencintai, hubungan mereka sempat menghadapi kendala besar, terutama dari orang tua mereka. Pasalnya, Badai dan Eci berbeda keyakinan.
"Saya Kristen, sedangkan dia muslim," ungkap anak bungsu dari pasangan almarhum H. R. Hollo dan Barnest Helena itu. "Saat itu yang paling enggak setuju datang dari ibunya Eci, sementara ayahnya lebih moderat," sambungnya.
"Ibu saya juga sempat enggak setuju karena perbedaan tersebut. Tapi saya jelaskan ke ibu saya bahwa saya sungguh-sungguh ingin menikahi Eci," sambung Badai.
Sebagai Kristen yang taat, lanjut Badai, ia tak akan pindah agama. Berkat masukan dari Badai, Eci mempelajari tentang kekristenan hingga akhirnya masuk Kristen. Menurut Badai, hal tersebut juga terjadi jika seseorang menjadi muslim, maka ia harus mempelajari tentang keislaman dengan sungguh-sungguh.
Perbedaan yang signifikan itu yang sempat menjadi tantangan terbesar jelang pernikahan Badai dengan Eci. "Orang tua istri saya sempat enggak mau datang ke gereja, tapi hanya mau datang ke resepsi aja," ucapnya.
Momen istimewa yang mereka tunggu akhirnya tiba. Badai dan Dewi melangsungkan pemberkatan di Gereja Isa Almasih di Pengangsaan, Jakarta Pusat, 8 Agustus 2009. Dalam acara sakral tersebut, Badai dan Dewi mengenakan pakaian serba putih gading. Rekan-rekannya dari band Kerispatih ikut hadir dalam acara tersebut.
Komunikasi dan Kejujuran
Usai menikah, Badai memboyong istrinya tinggal ke rumah ibunda Badai di Mampang, Jakarta Selatan. Mereka tinggal di sana selama 1,5 tahun, sebelum Badai membeli rumah sendiri di kawasan Pondok Kopi, Jakarta Timur. Berbeda saat masih pacaran, Dewi berubah drastis.
"Saat masih pacaran, dia itu anak mami banget, sedangkan saya mandiri banget. Saya latih dia untuk mandiri," ujar Badai.
Karena Eci tak punya kendaraan pribadi, maka ia harus naik taksi sendiri ataupun naik transportasi umum lainnya. Selain itu, Badai juga melatih Eci untuk mensyukuri apa saja yang ada di meja makan.
"Dia harus makan yang tersaji di meja makan, karena itu berkat dan rezeki," kata Badai.
Untuk menjaga keharmonisan rumah tangganya, tak sekadar komunikasi. Tapi juga kejujuran. Baginya, komunikasi harus disertai dengan kejujuran. Badai berprinsip perkawinan merupakan penyesuaian terus-menerus hingga maut yang memisahkan dirinya dengan Eci.
Delapan tahun membangun rumah tangga, Badai belum juga dikaruniai momongan. Dewi Citra Asmarani sempat mengalami keguguran pada 2012 lalu. Meski begitu, ia tetap bersyukur karena saat ini diberi rezeki yang lain berupa tiga sekolah yang terletak di kawasan Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Tangerang.