Fimela.com, Jakarta Memulai karir sebagai seorang Jurnalis pada tahun 2005 di salah satu televisi nasional di Jakarta, rupanya membuat Dini Fitria mendalami bakatnya yang senang menulis. Sejak ia masih kecil, dan Dini pun mengaku dari dulu dirinya suka mengarang, selain itu ia juga pernah mengikuti lomba ilmiah yang berhubungan dengan menulis. Karena sudah terpupuk bakatnya itulah Dini pun memutuskan untuk menjadi seorang penulis sampai sekarang ini.
Karena memang background-nya sebagai seorang Jurnalis, perempuan kelahiran Minang ini berhasil membuat tiga buku novel dengan judul yang berbeda-beda. Semua novel tersebut based on true story, berdasarkan pengalaman hidupnya, seperti apa yang ia lihat, rasakan dan kejadian yang dialaminya itulah tercipta cerita dan tokoh yang bukan di rekayasa, walau ada penambahan karakter dan cerita yang dibuat supaya saat dibaca alurnya mengalir dengan sendirinya.
Kurang lebih selama sembilan bulan proses pembuatan satu novel, baginya, melahirkan sebuah buku seperti melahirkan anaknya sendiri. Karena ia menulisnya juga pakai hati sehingga bisa diibaratkan menantikan terbitnya buku seperti menantikan seorang anak. Sehingga Dini sangat menikmati proses demi proses, misalnya riset, observasi, mencari narasumber terpercaya, membeli buku refrensi, kemudian baru ia tulis. Setelah selesai di tulis, revisi demi revisi pun ia alami hingga bukunya bisa terbit.
"Menulis itu saya nikmati sejak kecil sampai sekarang. Kalau lagi stres, terus menulis, jadi hilang. Menulis itu seperti menemukan dunia baru. Bisa bikin happy!"
Setelah lima tahun menjadi seorang penulis novel, Dini mendapatkan perasaan yang berbeda, di mana ia merasa mendapatkan kepuasan yang lebih besar dari karir sebelumnya menjadi Jurnalis. Tidak mudah menulis awal sampai akhir banyak tantangan berat yang ia rasakan, harus konsisten dan komitmen merupakan kunci untuk membuat novel.
Menulis dengan hati wajib dilakukan untuk dirinya, karena pembaca bisa terinspirasi dan bisa bermanfaat. Karena menurutnya, dalam ajaran Islam sendiri, manusia yang baik adalah manusia yang bisa bermanfaat bagi orang banyak. Oleh karena itulah, melalui buku Dini Fitria ingin membagikan manfaat yang ia dapatkan sehingga orang terinspirasi dan hal tersebut juga sebagian dari dakwah. Berikut ini wawancara lengkap Bintang.com bersama Dini Fitri penulis novel religi.
What's On Fimela
powered by
Dari Eropa, Amerika Latin hingga India
Ketika keinginan seseorang untuk menulis sebuah buku memang dibutuhkan inspirasi yang tepat untuk dijadikan sebuah cerita menarik. Ada banyak cara untuk mendapatkan inspirasi tersebut, misalnya dari traveling atau perjalanan liburan yang bisa dijadikan bahan tulisan. Hal inilah yang juga dirasakan oleh Dini Fitria, sejak tahun 2012 ia mulai menuliskan apa yang dirinya alami selama perjalanannya itu, berawal dari pengalamannya di Eropa yang menghasilkan buku Muhasabah Cinta, kemudian Amerika Latin dengan judul buku Hijrah Cinta dan Islah Cinta dari India.
Sejak kapan mulai mencoba menulis buku novel?
Aku awalnya jadi Jurnalis, sejak tahun 2005 di televisi nasional di Jakarta, akhir 2015 aku resign. Jurnalis dari bawah banget dari Production Assistant, Reporter, Asisten Produser sampai jadi Produser. Waktu itu, program terakhir yang aku pegang Jazirah Islam, konsepnya menelusuri minoritas muslim di negara mayoritas non muslim. Sejak tahun 2012 ketika aku pulang liputan dari Jazirah Islam banyak banget hikmah yang aku dapatkan ketika liputan, karena memang acaranya aku yang bikin konsepnya, dalam perjalanan liputan banyak behind the scene yang aku dapat.
Pada tahun berapa sudah menerbitkan buku novel?
Akhirnya aku menulis untuk sebuah penerbit, waktu itu diminta bikin novel, 2012 aku sambil liputan aku juga nulis, bukunya keluar aku masih jadi Jurnalis. Dan 2 buah buku aku keluar, buku itu perjalanan di Eropa dan Amerika Latin. Setelah resign 2015, berjodoh dengan Falcon dengan novel baru Islah Cinta. Ini adalah pengalaman ketika liputan di India. Jadi semua yang aku tulis ini based on true story yang aku lakukan, walaupun ada tambahan fiksi di dalamnya. Kalau bisa dibilang 80 persen itu based on true story, menampilkan tokoh di dalam novel itu memang yang aku temui dan lokasinya apa yang aku bikin semuanya sama.
Apakah ada yang spesial dari ke tiga buku tersebut?
Waktu bikin buku aku inginnya semua spesial ya. Apa yang aku bikin ini bukan rekayasa cerita dan bukan rekayasa tokoh walaupun ada sesuatu yang karakter ditambah. Apa yang aku bikin sesuatu pengalaman yang benar-benar terjadi, aku alamin, yang aku rasakan, lihat dan aku bisa menangis dan tertawa untuk kisah itu. Itu yang aku tuangkan ke dalam novel.
Dari ke tiga novel tersebut mana yang paling unik?
Islah Cinta menjadi buku yang unik. Uniknya gak hanya bercerita tentang traveling, tapi juga religi. Religi yang gak mengkotak-kotakan agama, tidak mengkotak-kotakan orang dan men-judge agama A salah, agama B lebih baik, atau agama C lebih unggul, enggak gitu. Saya membiarkan orang beranalisa sendiri, tapi tetap ngomongin tentang Islam. Ada juga nuansa romance, kisah cintanya, dan sejarah Islam, heritage, budaya, social culturalnya juga ada, semuanya lengkap cerita yang dari A sampai Z nyambung tapi porsinya ada semua.
Apa arti Islah Cinta itu sendiri?
Islah dalam bahasa Arab serapannya ialah perdamainan, menghentikan perselisihan atau pertikaian. Islah itu damai dalam bahasa Indonesianya. Jadi ceritanya, reporter televisi sedang liputan di India, India sendiri negara yang ingin dia kunjungi karena dari kecil ia suka dengan negara India. Lalu, ia bertemu dengan mantan pacarnya atau mantan calon suaminya yang sudah menikah. Dan mantan calon suaminya itu harus jadi guide dia selama perjalanan di India. Point-nya bagaimana tokoh utamanya bisa berislah dengan masa lalunya, berdamai dengan masa lalu dengan perjalanan yang dilalui bersama calon mantan suaminya.
Islah Cinta berarti terinspirasi dari kehidupan di India?
Dulu saya gak suka India, tahun 2011 saya benci banget sama India, saya liputan kesitu kaya neraka banget. Makanannya gak enak banget, setiap makan sakit perut, kotor, berisik, sumpek, 13 hari rasanya ingin pulang saja. Saya dan cameraman bilang gak akan mau datang ke India lagi, malah kita ngomong kaya gitu di depan India Gate-nya waktu liputan. Gak tahu kenapa, tahun ke dua saya ke India lagi, 2016 kemarin, rasanya beda. Ketika kita sudah menghargai orang-orang India, apa yang ada di negara dan orang-orangnya rasanya gak sulit memahami itu.
Kesuksesan bukan diukur dari laku keras sebuah buku
Sebagai seorang penulis tentu saja impian terbesar dalam hidup mereka, gak muluk-muluk bahwa ingin karyanya di filmkan menjadi sebuah film layar lebar, itulah yang juga diinginkan oleh perempuan kelahiran 23 Maret 1982 tersebut. Dini sangat berharap bahwa tulisannya yang menarik itu suatu saat nanti bukan hanya menjadi sebuah buku novel saja, tetapi bisa dinikmati semua orang melalui film layar lebar.
Dari tiga novel tersebut yang mana best seller?
Tiga-tiganya ya, itu di online. Tapi yang paling tinggi yang Islah Cinta. Kalau dari toko buku kita gak tahu sih berapa, tapi termasuk best seller di toko buku online. Sekarang kita lagi mengejar yang buat toko bukunya.
Menjadi seorang penulis apa yang harus dipelajari?
Saya gak belajar nulis khusus, karena dari kecil suka nulis dan cerita saja, suka nulis diary, bikin cerita anak, lomba mengarang masukin ke majalah anak zaman dulu. Aku bukan penulis yang berasal dari Universitas Sastra, ngalir saja, alamiah saja. Nulis itu tipsnya apa? Semakin banyak menulis semakin bagus nulisnya, pintar merangkai kata, kosakata semakin banyak, dan juga banyak membaca.
Suka duka menjadi seorang penulis apa?
Menulis buku kadang-kadang suka mentok idenya, kita sudah ngawang-ngawang tapi harus balik lagi ke konsepnya. Banyak mengeksplorasi karakter, yah gak gampang ya. Yang India ini agak gila juga sih karena semuanya pengen aku masukin, agamanya, makanannya, cintanya, sosialnya, karena memang India menarik, tapi gak semuanya kita masukin, kalau belum di urai kaya benang kusut. Sempat stres juga sangking banyaknya dan gimana bikin suatu yang sederhana jadi menarik.
Kalau lagi stuck mendapatkan ide darimana?
Saya dapat banyak ide kalau abis shalat, waktu malam hari, lagi sendirian. Waktu tidur pun ada banyak ide tapi harus ditulis karena banyak banget. Kadang menulis itu juga membosankan, tapi aku senang-senang saja. Kalau bosan ya berhenti sejenak dulu. Aku sukanya pagi, siang, sore atau malam. Disaat kerja pun aku bisa menulis, yang lebih efektif enaknya malam hari karena dalam keadaan hening, tenang dan sendirian. Kalau nulis ramai gak bisa.
Menurut Anda apakah sudah sukses menjadi seorang penulis?
Belum sukses, karena masih banyak yang lebih sukses. Cuman intinya ukuran kesuksesan itu kalau ngomongin best seller itu mungkin ukuran dari toko buku atau online. Tapi ukuran aku sendiri adalah bagaimana buku yang aku tulis ini bisa benar-benar aku bikin pakai hati, dan orang yang baca pun hatinya akan terbawa dengan apa yang aku kisahkan. Semaksimal apa kita bikin buku ini dari hati kita sendiri, dan seberapa besar cinta kita untuk buku ini.
Apakah mendapat dukungan dari suami sangat penting?
Suami sangat mendukung tapi aku gak boleh melupakan kewajiban aku sebagai ibu dan istri. Jadi prioritas aku sebenarnya anak dan keluarga. Dan penting sekali suami mendukung apa yang kita kerjakan.
Apa impian terbesar Anda?
Semua penulis ingin bukunya diangkat ke layar lebar. Dan aku juga punya mimpi kesana, buku ku bisa diangkat ke layar lebar, karena itu pencapaian terbesar yang belum aku dapat dan aku berharapnya bisa. Dengan penjualan bukunya bagus, semua orang suka dan difilmnkan.