Eksklusif Ririn Ekawati: Ku Kecup Keningmu dengan Air Mata

Syaiful Bahri diperbarui 22 Jun 2017, 08:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Ririn Ekawati pasrah menerima takdir Tuhan. Kebahagiaannya bersama Ferry Wijaya, terkubur bersama jasad sang suami tercinta. Air mata Ririn tak bisa mengembalikan sosok suaminya itu ke alam dunia. Kini, hanya tinggal kenangan indah bersama yang masih ada di benak Ririn.

***

Perjalanan kisah cinta Ririn Ekawati dengan Ferry Wijaya terbilang singkat namun butuh pengorbanan yang luar biasa. Menikah pada 30 September 2015, Ririn harus melepas kepergian suami tercintanya itu di pemakaman Sandiego Hills, Karawang, Jawa Barat pada Senin (12/6/2017). Ferry, sang suami, menghembuskan napasnya yang terakhir pada Minggu (11/6/2017) di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan akibat leukimia yang dideritanya.

Prosesi pemakaman sungguh mengharukan. Ririn yang sedang umrah harus berjibaku dengan waktu, agar bisa mengantarkan jenazah sang suami ke lliang lahat. Pemakaman sempat tertunda beberapa jam, lantaran menunggu kedatangan Ririn Ekawati.

sejatinya manusia itu diciptakan Tuhan dan akan kembali kepada-NYA. Hal itu yang dijalani Ririn dengan ikhlas, pasrah dan meyakini bahwa Tuhan punya rencana baik untuknya, untuk sang suami dan untuk putrinya yang masih belia. Ririn tetap harus menjalani kehidupan ini, di tengah rasa kehilangan yang mendalam.

"Banyak banget perjalanan hidup aku kalau orang lihat seperti dramatis gitu. Kayak aku punya suami lalu bercerai, delapan tahun menjanda kemudian punya suami lagi Allah kasih suami meninggal. Aku ngerasa ini semua sudah menjadi jalan Allah yang dikasih ke aku, jadi harus diterima, dihadapi, dijalani, dinikmati dan disyukuri apa yang Allah kasih buat aku. Cobaan seperti ini seakan menjadi cara agar aku dekat sama Allah," ujar Ririn Ekawati saat berbincang secara Eksklusif dengan Bintang.com di kediamannya di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2017).

Tanpa kehadiran suami, bagaimana Ririn Ekawati kini membesarkan putrinya seorang diri dan tetap menjadi tulang punggung keluarga? Simak penuturan lengkapnya berikut ini.

2 dari 3 halaman

Terisak mengenang suami tercinta

Saat Fery Wijaya sang suami meninggal, Ririn Ekawati tengah menjalani ibadah umrah. (Foto: Bambang E Ros, DI: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Meski sudah mengikhlaskan kepergian Fery Wijaya, suami tercinta, namun Ririn Ekawati kerap terisak jika mengingat kembali momen bahagianya. Hampir dua tahun menjalani biduk rumah tangga, banyak hal yang tidak bisa dilupakan Ririn. Namun kehidupan tetap harus berjalan, Ririn tetap harus berjuang demi anaknya.

Keseharian kamu setelah wafatnya suami seperti apa? Kan sekarang otomatis menjadi tulang punggung keluarga juga, gimana menjalaninya?
Kesehariannya sih belum banyak kegiatan, masih banyak di rumah bersama anak. Kalau jadi tulang punggung keluarga aku dari kecil sudah menjadi tulang punggung keluarga, jadi bukan sesuatu yang menyulitkan aku. Sudah terbiasa mandiri sejak kecil, dan sampai punya suami pun juga beliau banyak menolong juga, meringankan apa yang aku lakukan tapi bukan berarti saya tidak kerja juga. Menjadi tulang punggung keluarga saat ini tidak berat, ya tapi masih beratnya tidak percayanya ini terlalu cepat, ikhlas sih ikhlas tapi ya itu tidak menyangka akan secepat ini Fery untuk meninggalkan keluarga kita.

Keseharian dengan Abigail Cattaleya, apakah dia juga merasakan ayahnya sudah tidak ada?
Itu pasti berasa yah. Biasanya dia (Cattaleya) tidak serewel sekarang, kalau tidur dia mau digendong terus. Tapi kali ini dia rewel, mungkin kebiasaan sama papahnya yang biasa setiap pagi digendong, dia masih kecil, tapi aku rasa hati dia merasa ada yang kurang, hilang.

Kalau rewel, gimana mengatasi Cattaleya yang biasa berinteraksi sama papanya?
Ya kalau rewel, kita deketin dia ke foto-foto papanya, dia langsung diam. Itu bukan bikin aku lebih tenang yah, malah bikin aku jadi sedih. Anak sekecil itu harus dihadapkan seperti ini.

Seminggu mendiang suami tiada, pernah sempat memimpikan sosok beliau?
Kalau mimpi enggak pernah, tapi beberapa hari setelah dia meninggal aku selalu tidur di sini (ruang tengah). Bukan saya takut masuk kamar, tapi merasa banyak sekali barang-barang, memori apa yang kita lakukan sama-sama, kayak aku kasih obat, makanan nah itu masih terasa di kepala di kamar. Hal-hal seperti itu yang saya takut lihat.

Akhirnya memberanikan diri masuk kamar tersebut?
Hari kelima, saya mulai berani tidur di kamar, karena banyak kegiatan yang harus dilakukan di kamar. Tiga hari saya tidak tidur, ya suatu malam saya tidur, mungkin karena kangen, jam 5 pagi kayak ada yang ngelus tangan saya. Biasanya jam segitu, dia selalu bangun minta obat dan dibuatkan sarapan. Nah, itu berasa banget, karena aku tidur di tempat biasa dia tidur. (Ririn mulai meneteskan air mata).

Mempersiapkan diri ketika Cattaleya besar nanti menanyakan ke mana papahnya?
Ya berat sih, kalau kita pisah karena cerai kan masih bisa ketemu papahnya. Putri saya yang satu dia masih bisa ketemu papahnya, tapi ini kan beda. Cattaleya tidak bisa ketemu papahnya lagi, aku agak berat menjelaskan itu, tapi aku rasa aku bisa melewati hal itu. Banyak hal yang kita bisa lalui bersama, memang masih ada terpampang foto-foto, video-video kebersamaan dan aku akan jelaskan kebersamaan papahnya dengan Cattaleya. Pasti banyak hal yang aku ceritakan nanti, kenapa papanya meninggal, kedekatan mereka seperti apa. Intinya momen-momen indah itu akan membuat dia (Cattaleya) senang.

Kebiasaan dari suami yang paling kelihatan ke anak?
Akhir-akhir drop kan selama delapan bulanan. Dia gak bisa ikut andil aku mengurus Cattaleya secara 100 persen, seperti bangun malam, mengganti popok. Tapi disaat aku tinggal mandi, aku siapin dia makan, Ferry suka temenin Cattaleya. Kita juga punya kamera di kamar yang kita bisa lihat aktivitas Cattaleya melalui HP.

3 dari 3 halaman

Lebaran tanpa suami

Ririn Ekawati masih mengenang kehadiran sang suami tercinta. Ia pun kerap terisak jika mengingat kenangan indahnya tersebut. (Foto: Bambang E Ros, DI: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Momen Lebaran tahun ini, Ririn Ekawati akan melewatinya tanpa kehadiran suami tercinta. Ia kemudian memutuskan untuk mudik ke Palu, Sulawesi Tengah. Ia ingin berbaur dengan keluarganya agar kembali bisa menatap masa depannya bersama buah hati tercinta.

Kamu akan mudik ke Palu. Alasannya apakah mencari suasana baru atau bagaimana?
Bukan cari suasana. Bisa dibilang, kalau mas Fery masih hidup, ini adalah lebaran keempat kita bersama. Dulu lebaran pertama, dia masih mualaf dan kita belum menikah. Lebaran kedua udah nikah, saya hamil. Lalu saya punya Cattaleya, dan ini lebaran keempat mas Fery udah enggak ada.

Apa yang hilang dan dikenang saat berlebaran bersama?
Terasa banget ada yang hilang tentunya. Kita kalau lebaran selalu pakai busana putih bersama. Dia ulang tahun 30 Mei, aku cariin baju koko warna putih, aku mau beli itu untuk lebaran, solat ied. Jadi banyak kenangan-kenangan untuk lebaran kali ini yang aku siapkan bersama suami dan keluarga.

(Ririn kembali menangis. Setelah beberapa saat, ia kembali mengungkapkan perasaannya)

Jadi aku mutusin pulang kampung, tiga tahun terakhir ini aku banyak di Jakarta saat lebaran, dan aku masih punya tanggung jawab sama putriku yang sekarang sama papahnya, di mana dia solat ied, biasanya aku selalu silaturahim juga sama mas Fery ke keluarga mantan suami dulu, itu enggak pernah berubah saat aku pun sudah nikah sama mas Fery. Aku tetap ke rumah kakeknya, tahun ini Jasmine sama papahnya, aku sama Cattaleya karena yang lain mudik jadi aku mutusin kumpul sama nenek di kampung.

Di Tanah Suci, apa doa terakhir kamu sebelum mengetahui suami meninggal?
Memang niat awal saya umrah ke Mekkah itu untuk mendoakan suami. Itu nomor satu, enggak ada hal lain. Awalnya kita mau berangkat berdua suami, tapi keadaan dia takut kalau dia drop dan dia tidak mau menyusahkan orang, mengganggu ibadah orang lain. Jadi aku yang berangkat, dan adikku kasih hadiah ulang tahun ke mamahku itu tiket umrah, jadilah aku sama mamah yang berangkat ke Tanah Suci. Di sana enggak putus berdoa, banyak ke Mesjid benar-benar berdoa untuk kesembuhan suami, pokoknya yang terbaik untuk suami.

(Ririn kembali menitikkan air mata)

Sampai aku tahu dia koma, dokter nelpon itu harus dimasukin selang, saat itu saya lagi Sa'i terakhir dan enggak putus berdoa. Saya berdoa, Ya Allah berikan yang terbaik untuk suami, untuk saya. saya berdoa untuk kesembuhan suami saya.

Saat suami meninggal, kamu melihat proses dimandikan dan pemakaman juga melalui video?
Bahkan dia meninggal dan dimandiin pun aku lihat proses semuanya, satu hal yang aku tanyakan ke orang-orang, bersih enggak dia meninggalnya, aku enggak mau ada luka, gak mau ada darah, kotoran. Semoga, dengan bersihnya dia dosa-dosanya juga dibersihkan Allah.

Di Instagram, kamu menuliskan 5 kata ajaib yang kamu selalu terapkan untuk kehidupan kamu, bisa dijelaskan maknanya?
Itu emang 5 kata ajab aku dari dulu. Banyak banget perjalanan hidup aku kalau orang lihat seperti dramatis gitu. Kayak aku punya suami lalu bercerai, punya suami lagi Allah kasih suami meninggal. Aku ngerasa ini semua sudah menjadi jalan Allah yang dikasih ke aku, jadi harus diterima, dihadapi, dijalani, dinikmati dan disyukuri apa yang Allah kasih buat aku. Cobaan seperti ini seakan menjadi cara agar aku dekat sama Allah. Kita kuat, kita berjanji melihatkan kita selalu senang, bahagia ke orang lain. Banyak yang ikutan sedih ketika Mas Ferry meninggal, karena orang melihatnya kita selalu happy. Jadi bisa dibilang, dan aku meyakini, 5 kata ajaib itu yakni Diterima, dihadapi, dijalani, dinikmati dan disyukuri untuk menjalani kehidupan aku semuanya.

Cinta yang terpisahkan maut, membuat air mata Ririn Ekawati berderai. Ciuman terakhir dengan air mata saat jenazah sang suami hendak dimakamkan, memberikan makna yang sangat mendalam. Keikhlasan yang tengah diuji, semoga menjadikan Ririn dapat menjalani langkah demi langkah kehidupannya dengan jejak cinta yang masih tersimpan.