Fimela.com, Jakarta "I'm leaving your town again. And I'm over the ground that you've been spinning. And I'm up in the air, so, baby hell yeah! Well, honey, I can see your house from here". Sepenggal lirik dari lagu Jason Mraz yang berjudul Plane ini selalu mengiringi saya setiap berpergian. Namun, lagu ini tak pernah bermain mesra di telinga saya saat lebaran. Tentu saja, karena saya adalah salah satu orang yang tak pernah merayakan budaya mudik.
***
Saya adalah salah satu dari sekian banyak anak Betawi yang nggak pernah merasakan bagaimana padatnya arus mudik. Hal yang terasa adalah ketika kampung halaman saya ini menjadi sepi dari deruan kuda besi di setiap Idul Fitri.
Bagi sebagian orang mungkin merasakan iri dengan kebiasaan tahunan yang dilakukan oleh keluarga saya. Nggak perlu beli tiket mahal-mahal untuk bertemu sanak saudara, tak usah terjebak macet puluhan jam demi berbagi canda dengan nenek di kampung dan lain sebagainya.
Ya, memang saya akui bahwa hal tersebut di atas bisa membuat saya sangat bersyukur karena dengan itu uang THR tak keluar banyak. Belum lagi bisa nabung buat beli tiket ke Jepang agar bisa ketemu pacar saya. *ehem*. Tapi tetap saja, berjuang untuk keluarga, bukankah itu sebuah kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri?
Jika boleh berkata jujur, saya sedikit merasa iri ketika ada teman yang merantau bercerita bahwa ia pergi ke Jakarta untuk membanggakan keluarga. Ia bahkan selalu bicara dengan berbinar usai membeli tiket karena bisa bertemu dengan ibunya di kampung dalam waktu dekat. Jarak memang bisa menumbuhkan cinta, ya?
Tapi seperti yang pernah dijelaskan dalam rubrik Editor Says milik saya beberapa waktu lalu, Jakarta selalu menjadi rumah tempat saya pulang. Secantik apapun kota yang saya singgahi, selama apapun saya tinggal di sana, serumit apapun Ibu Kota, Jakarta akan tetap menjadi rumah saya.
Hari ini tepat tanggal 22 Juni, Jakarta pun tengah berulang tahun untuk yang ke 490 kalinya. Selama 22 tahun saya tinggal di kota ini, matahari yang kembali ke persinggahan di antara hutan beton tetap menjadi momen favorite saya. Dan sebuah hal yang menyenangkan ketika bisa merayakan ulang tahun Jakarta karena nggak perlu mudik.
What's On Fimela
powered by
Selamat Ulang Tahun Jakarta
Selamat ulang tahun Jakarta yang jika berupa makhluk hidup berzodiak Cancer! Dalam laman kedua ini, saya ingin berterimakasih atas segala kondisi yang sudah pernah saya alami di kota ini.
Bisa dibilang, Ibu Kota ini ganas. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa kerasnya Jakarta lebih parah dari kerasnya ibu tiri. Tapi untuk saya sendiri, Jakarta bisa menjadi kota paling manis sedunia. Bagaimana tidak, meski berada pusat Jakarta, suasana sederhana dan tradisional masih terasa ketika berkunjung ke rumah nenek.
Memang bedanya, tak ada bahasa daerah yang kental terdengar saat berkumpul. Namun nada dan cara bicaranya masih sangat khas Betawi. Tak ada sama sekali kesan modern seperti yang sering dilabelkan pada warga Jakarta.
Kembali pada Jakarta, saya ingin berterimakasih karena secara tidak langsung sudah turut membesarkan dan membentuk cara berpikir saya. Hidup dalam sebuah kota dengan kultur yang beraneka ragam tidaklah mudah.
Menjadi orang asli Jakarta pun bukanlah sebuah hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan stereotype atau pandangan masyarakat yang menilai orang Jakarta sombong, keras, tidak sabaran, tidak sopan, dan lain sebagainya masih melekat hingga saat ini.
Kendati demikian, saya mencintai Jakarta dengan sepenuh hati saya. Meski jalanannya macet dan tak bisa terelakkan, namun selalu ada sisi yang bisa dinikmati. Rasa lelah kerja yang sembuh karena matahari terbenam yang cantik, misalnya.
Salam sayang dan selamat ulang tahun Jakarta!
Floria Zulvi,
Editor Kanal Sex and Health Bintang.com