Editor Says, Layakkah Kita Membully Afi Nihaya?

Puput Puji Lestari diperbarui 11 Jun 2017, 13:00 WIB

Fimela.com, Jakarta I'm sorry, I'm not perfect.

And I will never be. (Afi Nihaya)

Evolusi internet membuat informasi mengalami kejauan yang signifikan. Media sosial memberi kemudahan kita membagi dan mendapat informasi secara cepat kapanpun dan dimanapun. Tehnologi juga memudah kita menyalin tulisan, gambar, video.

Namun, selalu ada sisi lain dibalik kemajuan teknologi. Di Indonesia, kemajuan teknologi yang memudahkan mendapat dan membagi informasi tak diimbangi dengan kemajuan literasi. Karenanya, berita bohong alias hoax mudah sekali tersebar. Selain itu juga, praktik plagiasi berjalan sangat masive tanpa disadari juga tanp rasa bersalah.

Sadarkah kita dampak apa yang akan terjadi ketika kita membagi berita di media sosial? Ada duplikasi pembaca kabar tersebut. Kalau memang beritanya benar, tentu banyak manfaatnya. Banyak orang tak sadar melakukan duplikasi tanpa mengutip secara ilmiah. Kenapa? Karena ini media sosial.

Plagiasi baru muncul ke permukaan ketika orang-orang yang tidak sepakat dengan unggahan Afi Nihaya baru muncul ke permukaan. Mereka menggunakan isu itu untuk menyerang Afi.

Ketika Anda mendapat pesan selamat Idul fitri nanti, pernahkah Anda berfikir siapa penulis aslinya? 100% saya yakin, Kita cuma berfikir 'Ah bagus nih." Lalu secara massal meneruskan pesan itu ke kontak-kontak kita di media sosial. Itu plagiasi. Dan Kita semua melakukannya.

Mengapa? Karena literasi bangsa Indonesia sangat rendah! Jika kemampuan membaca dan menangkap maksud dari ide yang disampaikan secara visual baik dalan tulisan, gambar, dan video kita tidak akan gegabah membagi kabar ke laman media sosial kita.

2 dari 2 halaman

Pantaskah Dihujat?

Dikutip dari wikipendidikan, kamus online Merriam-Webster mendefinisikan Literasi dari istilah latin 'literature' dan bahasa inggris 'letter'. Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya "kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video, gambar)."

National Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai "kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat." Definisi ini memaknai Literasi dari perspektif yang lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna bahwa definisi Literasi tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan tertentu.

Education Development Center (EDC) menyatakan bahwa Literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis. Namun lebih dari itu, Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, dan juga pengalaman. Pemahaman yang paling umum dari literasi adalah seperangkat keterampilan nyata - khususnya keterampilan kognitif membaca dan menulis - yang terlepas dari konteks di mana keterampilan itu diperoleh dan dari siapa memperolehnya.

Data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 88,1 juta pada 2014.

Menurut data World's Most Literate Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016, peringkat literasi kita berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti! Indonesia hanya lebih baik dari Bostwana, negara di kawasan selatan Afrika. Fakta ini didasarkan pada studi deskriptif dengan menguji sejumlah aspek. Antara lain, mencakup lima kategori, yaitu, perpustakaan, koran, input sistem pendidikan, output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer.

Survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga 2014. Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang puas di posisi 61. Sedangkan Thailand berada satu tingkat di atas Indonesia, di posisi 59.

Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 60 negara itu menempatkan Finlandia di posisi teratas. Kedigdayaan negara Nordic terhadap minat baca terlihat, karena posisi Finlandia disusul Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia.

Fakta tersebut didukung juga oleh survei tiga tahunan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai minat membaca dan menonton anak-anak Indonesia, yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2012. Dikatakan, hanya 17,66% anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca. Sementara, yang memiliki minat menonton mencapai 91,67%.

Rendahnya tingkat literasi ini, menurut saya tidak berlalju di Afi. Kalaupun dia mengambil tulisan orang lain, dia sudah membaca dan memilah mana yang bagus untuk diunggah di media sosialnya. Dia membaca dengan benar, meski belum hisa menulis dengan benar.

KYa, saya sedang membela Afi. Tapi saya tak membela atau membenarkan plagiasi yang dilakukannya. Dia salah, saya pernah salah juga, dia minta maaf saya memaafkannya.

Ibarat bunga, Afi belum mekar sempurna. Bacaannya banyak, tapi ilmunya belum cukup mengimbangi kemampuan berfikir intelektual. Katena sistem pendidikan kita tak mendukung anak yang pandai menulis. Jujur saja, saya baru paham benar bagaimana mengutip dengan benar ketika saya kuliah yang kebetulah ambil jurusan bahasa. Karena itu saya bilang, Afi belum mekar sempurna. Dia butuh waktu dan guru.

Pantaskan kita mengkerdilkan bunga tersebut? Pantaskan anak-anak berbakat dikebiri keberaniannya? Sedang kita sendiri seringkali lupa bahkan kita tidak sadar melakukan kesalahan yang sama. Demi masa depan Indonesia, saya mohon biarkan bunga-bunga itu mekar. Bunga calon pemimpin bangsa.