Fimela.com, Jakarta Ira Koesno, dulu mungkin hanya kalangan tertentu atau lebih tepatnya orang-orang di usia tertentu saja yang mengenal pemilik nama tersebut. Ya, sang empunya nama pun mengakui hal itu. “Orang yang tahu saya kan paling muda itu 35 tahun, itu pun berarti dia orang yang sangat suka nonton berita. Setelah debat Pilgub DKI, tiba-tiba saya punya kelompok penggemar yang berbeda, yakni generasi millennial yang nggak pernah melihat saya siaran tiba-tiba minta foto,” cerita Ira Koesno dengan bersemangat.
Pada 1996, wanita jebolan Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Indonesia ini memutuskan untuk terjun ke dunia jurnalistik dengan menjadi presenter Liputan 6 SCTV, setelah sebelumnya selama satu tahun ia terlebih dahulu bekerja sebagai auditor. Keputusan sulit kembali diambil oleh anak bungsu dari dua bersaudara itu, pada 2004 wanita pemilik nama asli Dwi N. Martoatmodjo ini memutuskan mundur dari dunia jurnalistik yang telah membesarkan namanya, alhasil sejak saat itu wajah Ira Koesno jarang terlihat di layar kaca.
Dan, setelah lama menghilang dari peredaran, nama Ira Koesno pun kembali jadi perbincangan lagi ketika ia tampil sebagai moderator debat pertama (dari tiga debat) dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta, 13 Januari lalu. Banyak masyarakat Indonesia, khususnya para pria mengaku gagal fokus karena kecantikan Ira Koesno yang sepertinya tak pernah pudar. Semenjak saat itu, bukan cuma kicauan-kicauan soal kecantikannya yang memenuhi dunia maya, foto Ira Koesno yang dijadikan meme pun sepertinya sudah menjadi menu sarapan pagi yang akan muncul dalam grup BBM atau pun pesan singkat lainnya.
Terlepas dari semua kehebohan soal kecantikan, awet muda, atau pun statusnya yang masih single, saat bekerja menjadi news anchor (pembaca berita) di Liputan 6 SCTV pada 2002 hingga 2004 Ira Koesno dikenal sebagai pembaca berita yang berani dan kritis kepada narasumber yang diwawancarainya. Selain itu, Ira juga dikenal tak segan melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara tegas, lugas, dan cerdas.
Karena beberapa hal yang menjadi kelebihan Ira Koesno tersebutlah ia menjadi salah seorang pembaca berita yang paling digemari. Tak heran jika Ira Koesno pun pernah mendapatkan tiga kali Panasonic Award untuk kategori Pembaca Berita Wanita Terfavorit, yakni pada 1999, 2002, dan 2003. Lalu seperti apa perjalanan karier Ira Koesno dan apa saja resep cantik atau awet mudanya? Di bawah ini adalah obrolan Bintang.com bersama Ira Koesno.
What's On Fimela
powered by
Bekerja Sesuai Passion
“Bekerja harus sesuai passion” bagi Ira Koesno kalimat tersebut bukan hanya sebuah bualan belaka. Ira, yang dari kecil suka dunia tulis menulis pun terus berusaha mengejar apa yang diinginkannya, meskipun pada akhirnya ia harus kembali memilih. Ya, hidup memang sebuah pilihan, dan apapun pilihan yang diambil, haruslah dijalani dengan serius.
Lulus kuliah dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, kok bisa akhirnya jadi seorang jurnalis?
Setelah lulus kuliah, saya bekerja sebagai auditor selama satu tahun. Dan setelah itu, tahun 1996 saya berpikir harus meneruskan sekolah lagi dan mengambil jurusan yang saya tahu akan menjadi pendukung karier saya (Ira Koesno melanjutkan sekolah Master of Arts bidang film dan produksi televisi (2000) dari Universitas Bristol dan Master of Arts bidang jurnalistik (2001) dari Universitas Westminster). Saya sudah tahulah kurang lebih dunia keuangan seperti apa, walaupun jadi auditor cuma satu tahun. Tapi saya punya passion yang lain, yaitu tulis menulis, jadi saya pikir, wah, saya nih belum nyobain passion saya yang lain, yang non keuangan. Ya, saya mencoba untuk mengejar passion saya yang lain itu.
Bagaimana ceritanya bisa bekerja sebagai reporter di SCTV?
Secara kebetulan saya lihat ada lowongan kerja, zaman itu televisi swasta itu baru ada tiga, RCTI, SCTV, dan ANTV baru mau mulai. Zaman itu televisi kan sesuatu banget ya, yaudah saya daftar walaupun nggak punya pengalaman sebagai jurnalis, tapi saya mencoba memasukkan pengalaman saya sebagai juara mengarang, atau misalnya waktu saya bantuin salah satu partner di kantor saya untuk membuat presentasi. Eh, memang dipanggil. Singkat cerita saya keterima, mulai saat itu saya merasa bahwa, oh, iya ya, dunia jurnalistik itu memang menarik.
Kok akhirnya jadi lari ke televisi?
Iya, kalau orang bilang, saya milih jurnalis tapi di TV karena pengin tampil. Saya cuma jawab, terlepas dari itu, bahwa kemudian ada nilai tambah, tampil di TV, saya merasa bahwa paling tidak saya mencoba benar-benar menjalani passion saya yang beda, yakni tulis menulis, salah satunya adalah dengan menjadi jurnalis. Nah, sejak saat itu jadi jatuh cinta dengan dunia jurnalis. Sebelum kita tampil di TV, kita dikasih pelatihan selama tiga bulan, dan di situ bukan hanya diajarkan bagaimana menulis jurnalistik yang baik, tetapi juga bagaimana berbicara di depan kamera, dan sebagainya.
Apa sih kesulitan yang dirasakan saat baru menjadi seorang jurnalis?
Cari beritanya awalnya agak kagok karena tiba-tiba kan jadi wartawan, belum punya pengalaman jadi jurnalis. Seringkali itu masalahnya bukan sama kita, tapi sama narasumber juga karena waktu itu namanya masuk TV itu sesuatu banget, jadi kalau orang itu diajak ngomong itu, kalau yang senang ya senang, yang nggak ya jadi ngumpetnya setengah mati. Jadi, usaha kita untuk membujuk jadi double. Dan kesulitan kedua, awalnya saya memang harus banyak latihan karena kalau saya lihat lagi videonya yang dulu itu gayanya telenovela banget. Padahal saat itu saya dan teman-teman ngerasanya sudah oke, tapi pas dilihat lagi memang nggak banget.
Setelah sudah berhasil mengejar passion, lalu kenapa memutuskan untuk mundur dari dunia jurnalistik?
Jadi, ternyata ketika saya jalankan, saya merasa bahwa passion saya itu, saya memang suka nulis, tapi bukan jadi jurnalis. Karena ternyata jurnalis is not in my blood. Seperti yang pak Karni Ilyas pernah bilang, jadi kalau disayat tangan kita itu ada tulisan jurnalis, jurnalisnya. Kalau nggak gitu, pada satu titik kamu akan merasa jenuh dan kamu nggak akan menjadi siapa-siapa. Saya mulai merasa, saya kehilangan passion. Kenapa ya? Dan saya nggak mau berhenti di situ. Buat saya kalau kamu berada di satu bidang ya kamu harus menjadi yang terbaik. Kalau kamu sudah merasa kehilangan passion dibidang itu ya kamu nggak akan kemana-mana.
Apa yang membuat seorang Ira Koesno akhirnya beralih profesi dari seorang jurnalis menjadi seorang pengusaha?
Ya, itu tadi, saya memang suka menulis, tapi bukan jadi jurnalis. Saya menyadari bahwa passion itu memang iya saya suka tulis menulis, tapi bukan jurnalistik, tapi lebih ke arah media komunikasi. Dan itulah yang menyebabkan kemudian saya pindah kuadran dari pegawai menjadi pengusaha dengan segala usaha dan jerih payah, berkeringat, dan air mata. Karena saya sadar dunia saya bukan jadi jurnalis. Dunianya mungkin beriring, tapi bukan dunia jurnalis.
Hidup Itu Pilihan
Meskipun telah memutuskan untuk mundur dari dunia jurnalis, namun Ira Koesno mengatakan bahwa bukanlah hal yang mustahil jika ia kembali muncul di televisi. Tapi, pekerjaan utamanya tentu saja mengembangkan perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang konsultan media dan Public Relation (PR) bernama Irakoesnocommunication (IKComm).
Setelah memutuskan mundur dari dunia jurnalis, tapi sempat beberapa kali muncul di TV, apakah memang akhirnya kangen tampil di TV?
Bukan kangen karena kilauannya, tapi itu kayak misalnya kamu suka nyanyi, ya, kamu mungkin nggak pengin menjadi penyanyi profesional, tapi karena kamu suka ya kamu membutuhkannya, itu memberikan energi positif buat kamu. Jadi, kalau sekali-kali diminta tampil untuk acara TV, sifatnya rutin kemudian tidak menjadi pekerjaan utama saya, ya saya mau. Kalau sekali-sekali bolehlah ya.
Jadi sudah cinta sama pekerjaan yang sekarang, seorang pengusaha?
Iya, saya mencintai pekerjaan saya yang sekarang. Saya bisa bilang perusahaan itu landai, naiknya pelan-pelan, nggak curam, tapi progress. Saya merasa saya ingin membuktikan bahwa saya bisa menjadi pengusaha dan punya tanggung jawab kepada para pegawai saya untuk membesarkan perusahaan yang saya bangun mulai dari tahun 2006 itu. Awalnya 2004 saya memang bikin production house, lalu saya memutuskan untuk fokus pada perusahaan strategi komunikasi, Irakoesnocommunication (IKComm).
Lama tak muncul di televisi, akhirnya jadi moderator Debat Terbuka Pilgub DKI Jakarta Putaran Pertama Februari 2017. Lalu sejak saat itu nama Ira Koesno menjadi perbincangan masyarakat di dunia maya. Anda nyangka nggak sih kalau jadinya akan seheboh ini?
Sama sekali nggak nyangka. Jadi pemred debat saat itu ngasih tahu saya kalau semua calon gubernur itu nilainya satu digit. Saat itu saya langsung kaget dan bertanya kok bisa nilainya cuma satu digit. Dan pemrednya pun bilang kalau nilai yang lainnya itu milik saya. Sama sekali nggak masuk di otak saya, karena saat dikasih tahu itu kita baru masuk segmen tiga. Sesudah itu saya baru tahu kalau menjadi viral. Tapi kemudian, saya jadi khawatir apakah orang bisa menikmati debat tersebut, poin dari debat itu. Karena saya ini kan ahli komunikasi, ketika orang teralihkan oleh saya berarti saya tidak menjalankan tugas dengan baik donk. Tapi, ketika ternyata banyak orang yang mencari tahu tentang debat itu juga, saya merasa mission accomplished tapi dengan cara yang agak muter.
Ada nggak perubahan yang dirasakan setelah sempat menjadi trending topic?
Jadi kalau zaman dulu itu yang minta foto mungkin ibu-ibu, kalau sekarang beda lagi, anak-anak muda dari generasi millennial juga ada. Kalau soal pekerjaan, saya melihat klien itu jadi lebih trust, jadi lebih banyak tawaran kerjaan yang masuk, baik secara personal atau pun untuk perusahaan.
Tips supaya bisa jadi cewek sukses?
Generasi millennial bisa dibilang adalah generasi yang maunya cepat atau instan. Padahal banyak hal yang tidak bisa diraih dengan cara instan. Intinya adalah kamu harus punya daya tahan, harus ulet. Kredibilitas itu bisa diraih dan dipertahankan apabila kamu punya daya tahan dan kamu punya keuletan untuk meraihnya. Dan akan lebih baik kalau kamu punya mentor karena mentor itu sebenarnya kayak memotong jalan kamu, jadi lebih singkat. Tapi, memang nggak semua orang bisa mendapatkan mentor. Jadi yang paling penting adalah daya tahan, ulet, dan kerjalah di tempat yang memang sesuai dengan passion kamu. Karena kalau bekerja sesuai passion, ada kesulitan apapun kamu akan tetap menjalankannya dengan happy.
Apa resep cantik dan awet muda dari seorang Ira Koesno?
Jaga pola makan, kalau saya sendiri kurangin karbohidrat dan tepung-tepungan. Jadi saya lebih pilih makan dengan nasi merah. Sekarang ini saya juga sedang mengurangi susu dan turunannya. Saya paling minumnya susu almond, tapi kalau lagi pengin makan es krim, ya makan aja. Lalu saya juga makan banyak sayuran, buah, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup. Dan mau nggak mau kamu memang harus punya alokasi untuk ke dokter, saya punya tiga dokter, dokter kulit, dokter endokrin, dan dokter gizi.