Editor Says: Surat Cinta untuk Indonesia

Floria Zulvi diperbarui 13 Mei 2017, 12:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Kali ini, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk Indonesia. Mungkin terima kasih saja tidak cukup. Di Indonesia, saya menghirup udara saat pertama kali lahir ke dunia. Di Indonesia saya tumbuh menjadi sosok yang selama ini menjadi impian diri sendiri.

***

Ketika banyak yang menanyakan kemana peran pemerintah untuk mendamaikan negeri ini, saya lebih percaya bahwa peran diri sendiri adalah yang utama. Perbaikilah diri dan banyaklah membaca. Kembangkan diri dan jadilah pribadi yang cerdas.

Pada tahun 1998 saya masuk ke sekolah negeri di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur yang dekat sekali dengan Banjarmasin. Saat itu saya menyadari bahwa Indonesia ini beragam. Menjadi orang yang berbeda di dalam kelas, saya tak merasa minder. Justru saya merasa bangga.

Saya lahir di Jakarta dengan ayah dan ibu yang juga lahir di Ibu Kota. Pindah pulau membuat saya menjadi minoritas. Saat kecil, saya sama sekali tak mengerti bahasa Dayak.

Sampai di Balikpapan, anak-anak seumuran saya terlihat antusias menyambut dan kemudian mengajak berkenalan dengan menggunakan bahasa daerah mereka. Di sana saya diam dan tertegun. Tak mengerti sekaligus takjub dan berpikir bahwa saya adalah alien karena perbedaan yang sangat mencolok.

Namun dengan berbedanya saya, mereka sama sekali tak membedakan. Di sana saya diajari untuk berbahasa Dayak. Diajak berkeliling dan mulai main di sawah hingga mengejar angin puyuh yang cukup sering hadir pada waktu itu. Dari situ saya sadar, bahwa kami satu dan ras bukanlah pembeda. Karena warga Indonesia adalah saudara.

2 dari 2 halaman

Saya Mencintai NKRI Sepenuh Hati

Saya mencintai Indonesia sepenuh hati. Ya, hati saya telah jatuh tepatnya di jantung negeri ini, Jakarta. Kemanapun saya pergi, seberapa jauh kaki ini melangkah, bagi saya Jakarta adalah rumah.

Sayang, beberapa waktu belakangan saya tak lagi mengenali wajah Ibu Kota. Semuanya seakan terpecah belah karena Pilkada. Padahal yang saya tahu selama ini kita semua adalah saudara.

Kembali terngiang pada masa lalu, hal yang paling saya sukai ketika berada di Sekolah Dasar adalah pelajaran PPKN. Di sana, saya diajari untuk selalu berbuat baik, menolong, serta gotong royong demi terciptanya kedamaian.

Mungkin pada dasaranya, saya menyukai hal-hal yang bersikap sederhana. Ketika saya menyakiti, saya akan minta maaf. Ketika saya disakiti, saya akan memaafkan. Mungkin saat ini, yang dibutuhkan oleh manusia adalah hal-hal yang sesederhana itu.

Dahulu, hal yang paling menyeramkan bagi saya adalah dendam. Hingga kini, saya masih belajar untuk tidak mendendam. Karena memaafkan adalah yang membuat hidup menjadi positif.

Ya, saya merindukan masa-masa sederhana. Ketika maaf tulus terucap dan ketika memaafkan pun rasanya begitu ikhlas dilakukan. Bukankah seharusnya manusia hidup dalam damai?

Namun di atas itu semua, saya mencintai Indonesia sepenuh hati. Saya harap, Jakarta pun tetap menjadi tujuan saya untuk pulang. Karena isi dari rumah yang sesungguhnya adalah tempat di mana semua anggota keluarga bahagia dan ceria.

 

Salam penuh cinta,

 

Floria Zulvi

Editor Relationship Bintang.com