Eksklusif Verdi Solaiman, Dicap Aktor Festival dan Antagonis

Henry Hens diperbarui 02 Mei 2017, 07:42 WIB

Fimela.com, Jakarta Istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya mungkin terasa klise. Tapi itulah yang terjadi pada Verdi Solaiman. Aktor yang mampu memainkan beragam jenis peran ini adalah putra dari aktor kawakan Henky Solaiman. Bakat akting Verdi tentu didapat dari ayahnya.

Uniknya, sang ayah awalnya justru tak mengharapkan putranya mengikuti jejaknya terjun ke dunia akting. Henky mengarahkan anaknya untuk berkiprah di bidang lain dan menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari dirinya. Sepertinya harapan Henky pada anak keduanya itu akan berjalan dengan ‘mulus’.

Verdi menempuh pendidikan di Amerika Serikat (AS) di bidang Advertising Design. Setelah tamat kuliah dan bekerja di AS, timbul keinginan dalam diri Verdi untuk kembali ke Tanah Air. Di Indonesia, pemilik nama lengkap Zulverdi Amos Solaiman ini mengambil pekerjaan yang berhubungan dengan dunia hiburan.

Selama menekuni pekerjaannya, Verdi mulai diajak berkiprah di dunia akting. Ia pun sempat belajar akting dan teater di Sakti Aktor Studio pimpinan Eka D. Sitorus.

“Jadi saya diam-diam belajar akting dan teater di tempatnya bang Eka, tanpa sepengetahuan papa saya. Tapi ternyata saya jatuh cinta sama akting dan akhirnya masuk ke dunia film dan televisi,” tutur Verdi Solaiman saat bertandang ke redaksi Bintang.com, beberapa hari lalu. Setelah tampil di teater, Verdi memulai debutnya di film Jakarta Undercover (2006).

Selain sebagai aktor, pria kelahiran 14 Maret 1975 ini juga menjadi creative director untuk promosi film produksi Sinemart Pictures, seperti Jomblo, Pocong, Maaf Saya Menghamili Istri Anda dan Ketika Cinta Bertasbih. Belakangan, Verdi akhirnya merasa mantap berkarir di dunia akting.

Beragam nominasi diperoleh Verdi di berbagai ajang penghargaan. Aktingnya juga mendapat banyak pujian karena kerap mengambil peran yang variatif dan beda. Selain di layar lebar, Verdi juga berkiprah di sinetron dan FTV. Meski sudah banyak bermain film layar lebar, ada banyak kegelisahan sekaligus rasa prihatin seorang Verdi Solaiman.

Seperti dicap sebagai aktor film festival dan sering mendapat tawaran stereotip sebagai orang Cina. Apa yang membuatnya berpikiran kalau wajahnya kurang komersil dan apa tipsnya dalam mengatasi hal-hal seperti itu? Simak hasil wawancara dengan Verdi Solaiman berikut ini.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Dari Advertising ke Akting

Eksklusif Verdi Solaiman (Foto: Galih W. Satria, DI: Muhammad Nurfajri, Stylist: Indah Wulansari/Bintang.com)

Nama Verdi Solaiman memang jarang ada di deretan pemain utama. Namun ia sudah bermain di puluhan film dengan peran yang variatif dan biasanya memerlukan kemampuan khusus. Film apa dan peran apa saja yang dilakoni oleh Verdi di tahun ini.

Apa kesibukan Verdi Solaiman sekarang ini?

Saya lagi syuting tiga film dan satu serial TV. Ada film 5 Cowok Jagoan sama Anggy Umbara lagi. Terus ada film indie gitu judulnya yaitu Guru Ngaji dan Badut Maximal dan Foxtrot Six. Film Guru Ngaji dan Badut Maximal syutingnya di luar Jakarta sutradaranya Erwin Arnada. Ceritanya tentang dua badut di pasar malam, yang salah satunya ternyata guru ngaji, diperankan sama Donny Damara.

Lalu film lainnya tentang apa?

Kalau di 5 Cowok Jagoan, saya main sama Arifin Putra, kita sama-sama alumnus Sakti Aktor Studio. Kita ketemu lagi setelah lama nggak main bareng. Lalu ada Nirina Zubir sama Tika Bravani. Seru banget syutingnya dan baru mulai beberapa hari. Lalu yang akhirnya terwujud adalah Foxtrot Six, sutradaranya Rendy Korompis. Film ini produksi Mario Kassar Production milik produser top Mario Kassar yang bekerjasama dengan Rapid Eye Production. Film ini udah lama direncanakan dan akhirnya bisa diproduksi. Oh iya, saya juga ada film festival judulnya Mobil Bekas dan Kisah Kisah di Dalamnya

Foxtrot Six termasuk film internasional?

Iya dan saya ikut bantu teaser nya sejak 7 tahun lalu. Randi dan tim menggodok cerita sampai 4 tahun. Ini termasuk genre action-sci fi. Syutingnya di Indonesua semua tapi waktunya sekitar 3-4 bulan. Bujetnya lumayan besar karena tentang masa depan, ya beberapa tahun ke depan lah tapi nggak yg tekno banget dan lebih realistis aja. Film ini full pakai bahasa Inggris supaya lebih mudah masuk pasar internasional. Ada produser film Rambo, Mario Kassar yang menangani untuk distribusi filmnya untuk masuk pasar internasional.

Siapa saja yang terlibat di Foxtrot Six?

Selain saya, ada Arifin Putra, Oka Antara sama Mike Lewis. Ada 6 orang tokoh utamanya tapi yang dua lagi belum boleh saya bocorin, hehehe. Saya udah liat jejeran kast nya wah ini bakalan keren banget.

Kalau serial televisi?

Iya, yang serial televisi rencana tayang di Global TV. Ini genrenya komedi judulnya Keluarga Abal-Abal. Tentang keluarga bikinan karena jadi bagian dari program perlindungan saksi. Rencananya tayang bulan Mei ini. Ceritanya memang agak beda dan saya tertarik main.

Apa film Anda yang bakal rilis di tahun ini?

Saya senang karena beberapa film saya sudah dapat tanggal tayang. Ada film Chrisye, Message Man sama Rafathar. Film 5 Cowok Jagoan rencananya juga rilis tahun ini mungkin di akhir tahun. Satu lagi ada film Pai Kau, ini film festival. Sutradaranya Sidi Saleh, yang sebelumnya dikenal sebagai DOP. Kalo Rafathar saya belum tahu pastinya, tapi rencana sih lebaran karena ceritanya sih keluarga banget dan pas buat lebaran. Kalau Message Man kerjasama dengan Australia. Pemainnya ada Paul O’Brien, ada istri saya juga, Mario Irwinsyah, Agni Prathista, Kang Epi dan Mike Lewis. Film tentang pembunuh bayaran yang mau pensiun. Syutingnya sebagian besar di Kepualauan Seribu.

Apa peran Anda di film Chrisye, Rafathar dan Message Men?

Saya cuma bisa bilang peran saya di film Chrisye. Saya jadi Aciu, pemilik Musica Studio, yang juga kakaknya ibu Acin, Wah disini bakalan banyak cameo yang tampil dan pemainnya juga banyak. Selama syuting kita semua didampingi sama istri almarhum Chrisye. Kalau di Rafathar sama Message Men peran saya masih dirahasiakan, Peran saya memang banyak yang dirahasiakan tiap kali main film, hahaha.

Bagaimana awal terjun di dunia akting?

Jadi dulu saya kuliah di advertising karena belum banyak yang mengambil bidang ini. Saya sampai sepuluh tahun kuliah dan kerja di Amrik. Sempat mau pulang di tahun 1998 tapi nggak jadi karena tragedi ’98. Saya baru pulang di tahun 2003. Pas pulang saya diajak Sinemart buat pegang promo film mereka. Yang pertama saya kerjain itu film Jomblo, lalu ada film Pocong dan terakhir film Ketika Cinta Bertasbih. Terus ada teman yang ngajak saya masuk ke Sakti Aktor Studio. Saya sempat nolak soalnya saya kan nggak mau jadi bintang film atau aktor.

Lalu setelah itu?

Teman saya bilang coba dulu aja. Ya udah saya coba ikutan sekali dateng. Pas saya ikutan dan ketemu sama bang Eka Sitorus, saya langsung jatuh cinta. Lalu saya kursus di situ dan akhirnya terjun ke dunia akting. Saya main di teater dulu, baru kemudian ke film dan televisi.

Apa yang membuat Anda jatuh cinta dengan akting?

Saya cinta sama akting, karena suka nonton film dan ngeliat performa akting yg bagus. Tapi sebelum gabung sama bang Eka penilaian saya abstrak, patokan akting yang bagus itu seperti apa. Setelah saya belajar di bang Eka, saya jadi dapet banyak ilmu dan bisa menilai akting. Ada akting yg salah juga ternyata, misalnya kalo aktingnya nggak sesuai sama skrip. Itu jawaban kenapa aktor bagus bisa dapet piala di satu film tapi di film lainnya tidak, padahal orangnya sama dan kemampuannya sama.

Bagaimana dengan papa Anda, beliau setuju Anda terjun ke dunia akting?

Papa memang awalnya nggak mau saya terjun ke akting atau film. Buat apa saya jauh-jauh sekolah ke Amrik tapi akhirnya jadi aktor juga. Jadi saya sempat backstreet, sempat diam-diam tanpa sepengetahuan papa. Saya bikin network sendiri dan kebetulan tampang saya nggak terlalu mirip sama papa jadi nggak banyak orang tahu, hahaha. Baru setelah saya terlibat di beberapa proyek, mereka mulai tahu saya anaknya papa Henky dan ternyata nama papa harum banget. Standar papa tinggi banget. Tapi saya senang karena setelah bermain di beberapa film saya bisa sedikit menghilangkan bayang-bayang papa.

3 dari 3 halaman

Teater Jadi Ilmu Akting Terlengkap

Eksklusif Verdi Solaiman (Foto: Galih W. Satria, DI: Muhammad Nurfajri, Stylist: Indah Wulansari/Bintang.com)

Sempat bacstreet alias diam-diam berkiprah di akting, Verdi Solaiman punya kiat tersendiri agar papanya setuju dengan jalan yang ditempuhnya. Setelah itu, Verdi dan Henky Solaiman sudah tampil bareng di beberapa film. Meski begitu, benarkah Verdi tidak pernah bertanya dan bahkan belajar soal akting dari Henky Solaiman?

Kapan papa Henky setuju Anda jadi aktor?

Papa itu tahu baru tahu saya terjun di akting pas saya undang buat pertunjukkan untuk ujian saya di Sakti Aktor Studio. Pas pertama datang, papa nggak terlalu ada komentar sih. Tapi pas yang kedua saya mesti tampil 2 jam dan pakai dialog bahasa Inggris bareng Arifin Putra, papa dateng dan ngajak temen. Nah, itu berarti dia udah setuju, hahaha. Terus stelah itu kita sempat beberapa kali main film bareng. Yang pertama kita main bareng di film pendek judulnya CINtA, dan papa jadi papa saya juga perannya. Kalau di layar lebar, kita pertama kali main bareng di film Karma, yang juga film pertamanya Joe Taslim.

Pernah bertanya atau belajar akting sama papa?

Kalau soal akting saya lebih banyak belajar dari bang Eka. Kalau papa kan dari Teater Populer, jadi saya sengaja nggak ambil pilihan yang sama ya karena itu tadi, supaya keluar dari bayang-bayang papa. Kalau dari papa saya justru belajar tentang jadi sutradara. Bisa dibilang papa yang ‘cemplungin’ saya ke bidang sutradara. Saya sempat men-direct beberapa FTV dan web series.

Apa beda main teater, film dan sinetron?

Akting itu sebenanarnya dasarnya sama aja. Kita kan based on realism Yang beda mediumnya. Kalo di teater kita harus kuasai panggung dan penonton, suara kita harus nyampe ke penonon paling belakang. Ilmu akting yang paling lengkap itu di teater. Kalo di film ada kamera, tapi tantangan akting di filn , emosi kita dipatah-patah, karena kalo di film kan sesuai scene, emosi kita dicatut, nggak bisa full seperti di teater, Kalo di TV atau sinetron, pada intinya menghalangi orang agar jangan sampai ganti channel. Jadi ya bisa lewat teriak-teriak, nangis-nangis. Apa mesti seperi itu? Nggak juga karena di AS aja udah nggak kayak gitu. Sebenarnya di kita udah ada beberapa yang bagus, tapi memang masih jarang.

Apa saran buat mereka yang mau berkiprah di dunia akting?

Saran saya, kalo mau terun ke dunia seni peran sebaiknya ke teater dulu, Karena kia dituntun pelan-pelan. Persiapan manggung di teater bisa berbulan-bulan. Pas di film jadi lebih singkat bisa sebulan. Dan di sinetron bisa lebih singkat lagi. Dansayangnya, industri kita sudah makin besar tapi institusi pendidikannya masih sedikit. SDM-nya masih kurang, sekolah aktingnya nggak banyak. Itu yang jadi pekerjaan rumah saya, Lukman Sardi dan teman-teman di Rumah Aktor Indonesia (RAI).

Apa kiat menghindari peran stereotip?

Saya sejak awal sudah tahu nggak bakal laku di TV, apalagi saya telat terjun ke akting. Saya kan dari advertising, saya membayangkan diri saya sebagai produk, jadi saya sudah tahu itu. Jadi saya lebih fokus di film. Tapi di film pun saya nggak mau hanya berperan jadi orang Chinese. Saya hindari peran-peran stereotip sepert itu. Saya ingin dikenal sebagai aktor saja dan ternyata saya bisa.

Bagaimana dengan cap sebagai aktor film festival dan pemeran antagonis?

Saya bisa peran aja apa tapi ternyata ada kesan saya spesialis antagonis. Wah saya bilang nggak masalah dibilang spesialis antagonis daripada pemeran kokoh-kokoh mulu, hehehe. Soal pemain film festival, saya juga nggak tahu kenapa jadi begitu, padahal film pertama saya komersil banget. Saya juga terima main di film komersil. Mungkin karena saya sering selektif memilih peran, saya nggak mau peran yang hampir sama di setiap film.

Apa kiatnya bisa bertahan di tengah persaingan yang begitu ketat?

Kalo saya kan nggak ganteng jadi deketnya sama orang di belakang layar saja, jadi sampai sekarang bisa diajak terus main film, hahaha. Beda sama beberapa orang yang ngandelin penonton atau penggemar.

Apa arti akting menurut seorang Verdi Solaiman?

Kalo menurut saya akting itu bukan jadi orang lain, karena kita nggak bakal bisa jadi orang lain. Tapi gimana kita mencari diri saya di orang atau karakter yang kita mainkan dan nanti akan jadi Verdi yang baru. Kalo sekedar meniru malah jadi impersonator.

Apa obsesi atau impian yang ingin diwujudkan?

Saya ke depannya mau jadi sutradara film layar lebar, Saya suka jadi sutradara, mungkin karena saya termasuk OCD dan suka ngatur-ngatur, hahaha. Saya juga pingin suatu hari nanti bisa menyatukan keluarga saya dalam satu film yaitu bapak dan ibu sama istri saya juga. Ibu saya kan pernah main film dan istri saya juga sudah beberapa kali main bareng sayadi film dan sinetron. Siapa tahu nanti ada kesempatan menyutradarai mereka dalam satu produksi.

Aktor yang baik tentu harus bisa memainkan peran apa saja. Begitu juga dengan Verdi Solaiman. Beragam peran sudah pernah dijalani olehnya dan ia pun terbuka menerima peran dan film apa saja. Dengan latar belakang teater serta bakat yang menurun dari ayahnya, Verdi pun bisa menjalani segala macam peran baik di film maupun layar kaca.