Fimela.com, Jakarta Pernikahan Nani Wijaya dan Ajip Rosidi memang fenomenal. Saya bersyukur menjadi salah satu saksi peristiwa tersebut. Apalagi acara dilangsungkan di Cirebon, tempat saya pernah menghabiskan masa kecil dan remaja. Kebetulan pula, saya dan keluarga Nani Wijaya tergolong dekat, lantaran dahulu mendiang Sukma Ayu adalah sahabat saya.
Jadi ingat cerita saat anak pertama saya lahir, Bu Nani, biasa saya memanggil Nani Wijaya, memberikan hadiah berupa baby troller dengan merk ternama. Saat itu saya senang dan bangga menceritakan hadiah tersebut kepada teman, kerabat, saudara. "Ini dari Bu Nani, Nani Wijaya, ibunya almarhumah Sukma Ayu," kata saya setiap ada yang bilang baby troller-nya bagus.
Kembali ke pembahasan, saat mendengar kabar Nani Wijaya akan menikah dengan Ajip Rosidi, saya pun ikut bahagia. Bukan sekadar saya akan mendapatkan berita tentang pernikahan Nani Wijaya dan Ajip Rosidi, namun ada hal lain yang terbersit di pikiran saya. "Hebat, di usia Bu Nani yang sudah menginjak 72 tahun, bisa membuat keputusan yang sangat penting."
Meski ada suara sumbang atas pernikahan tersebut, saya percaya Nani Wijaya pasti sudah memikirkan matang-matang keputusannya. Apalagi pernikahan tersebut memang benar-benar untuk tujuan ibadah. Hal tersebut juga diungkapkan Kiai Haji Noor Zein, kerabat Ajip Rosidi yang berhasil saya dan tim temui.
"Mereka itu lebih dari remaja malah. Bangun tidur telepon, sampai mau tidur lagi telepon. Mau salat tahajud telepon," ujar Noor Zein, Sabtu (15/4/2017).
Nani Wijaya dan Ajip Rosidi akhirnya menikah pada Minggu (16/4/2017) di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon. Pemiihan Cirebon juga lantaran Bu Nani lahir di Cirebon, orangtuanya berasal dari Kuningan, sementara Ajip Rosidi merupakan kelahiran Jatiwangi, Majalengka. Dua daerah tersebut masih masuk wilayah 3 Cirebon.
Menikah itu ibadah
Dalam agama, menikah itu memang ibadah. Jadi hal yang wajib dilakukan setiap orang yang mempercayainya. Bu Nani dan Pak Ajip pun punya pemikiran demikian, setelah ditinggal pergi pasangan mereka masing-masing untuk selama-lamanya. Bukan berarti mereka tidak setia, namun saya berpikir dalam kehidupan, apalagi di masa tua, memang perlu pasangan untuk saling berbagi cerita dan teman hidup. Bukankah semakin tua, manusia semakin sensitif dan lebih butuh pendamping.
Menariknya, pernikahan Bu Nani dan Pak Ajip dijadikan bahan inspirasi bagi para jomblo untuk berkaca, bahwa pernikahan itu sangat penting dalam kehidupan. Bahwa sejatinya, manusia itu tidak bisa hidup dalam kesendirian, manusia adalah mahluk sosial.
Memang, tidak mudah untuk memutuskan menikah karena pasti akan ada tantangan dan rintangan dalam menjalani rumah tangga. Namun disitulah tantangannya. Disitu kita diuji bagaimana membuat keputusan, bagaimana menahan hawa nafsu dan lain sebagainya.
Kisah pernikahan Nani Wijaya dan Ajip Rosidi juga membuat kita semua bisa belajar, bahwa jodoh sudah diatur oleh Sang Pencipta. Tidak terbersit dalam pikiran Bu Nani dan Pak Ajip, jika keduanya akan menikah. Padahal mereka sudah saling kenal sejak lama. Mendiang suami Nani Wijaya, Misbach Yusa Biran, merupakan teman dan sahabat Ajip Rosidi.
Jika memang ada niat dan keinginan, urusan jodoh pasti akan menemui jalan. Ajip yang tidak ingin sendiri dalam menghabiskan masa tuanya, memang telah berniat untuk mencari pendamping. Bukan untuk melampiaskan shahwat, namun untuk bisa beribadah bersama. Jadi sungguh kelewatan jika ada pemberitaan yang menulis, pernikahan mereka memang bukan untuk memiliki anak. Sangat tidak masuk logika, di usia Bu Nani Wijaya yang sudah lewat masa menopouse, urusan memiliki anak jadi pemberitaan.
Belajar dari kisah cinta Nani Wijaya dan Ajip Rosidi, bagi para jomblo, jangan takut untuk membuat keputusan menikah. Jika usia sudah mencukupi dan niat itu sudah ada, tidak ada salahnya untuk menyegerakan menuju pelaminan. Masalah rezeki, biar Tuhan yang mengaturnya. Bukan begitu bukan?