Editor Says: Nasib Film Religi Islam dan Kuasa Penonton

Komarudin diperbarui 07 Apr 2017, 13:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Beberapa tahun belakangan banyak bermunculan film religi Islam. Terbaru adalah film Bid'ah Cinta. Film yang mengangkat tema perbedaan aliran keagamaan itu mendapat apresiasi cukup luas. Salah satunya dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Film Bid'ah Cinta bercerita tentang dua perbedaan pendapat di kalangan umat Islam sehingga rentan menimbulkan perpecahan. Sang sutradara Nurman Hakim mengatakan, film ini mencoba mengangkat fenomena bidah yang kerap jadi polemik di masyarakat.

Merebaknya film religi Islam dimulai pada 2008 ketika diluncurkan film religi Islam yang paling fenomenal, yaitu Ayat Ayat Cinta yang disutradari Hanung Bramantyo. Kemudian muncul film Doa yang Mengancam, Perempuan Berkalung Sorban, Sang Pencerah, dan lain-lain.

Kehadiran film bertema keislaman mengingatkan saya atas pernyataan tokoh perfilman nasional, Usmar Ismail, beberapa tahun lalu. Bagi Usmar, film menjadi media untuk berdakwah. Pernyataan tersebut dimuat dalam buku Usmar Ismail berjudul Mengupas Film.

"Membuat film untuk maksud komersial semata-mata..., teranglah tidak sesuai dengan ajaran Islam. Maka hanyalah tinggal lagi satu jalan bagi para sineas muslimin, yaitu mengabdikan karya-karya mereka di atas jalan yang diredlai Allah yang pada hakikatnya jalan itu cukup lebar, luas dan lapang untuk bergerak. Justru sumber-sumber Ilham adalah langsung dari Wahyu ilahi seperti yang kita maktubkan di dalam kitab suci Alquran dan seperti yang telah diteladankan oleh Nabi Besar Muhammad SAW," kata Usmar (Usmar Ismail,1986:101).

Pandangan Usmar seperti ingin membantah pernyataan "seni untuk seni'. Sebagai karya seni, film dapat juga digunakan untuk berdakwah. Ia tak sekadar bermuatan sebagai hiburan, tapi untuk bisa digunakan untuk mencerahkan umat manusia.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Kuasa Penonton

Meski pasar muslim telah terbentuk, tapi jumlah penonton yang besar belum tentu jadi jaminan sebagai target pasar yang besar pula. Artinya, jumlah penonton tidaklah banyak, bahkan menjadi minoritas.

Sebagai contoh, berdasarkan data Wikipedia, film religi bertema keislaman masih jauh jumlah penontonnya ketimbang film bertema komedi maupun film bertema cinta lainnya.

Merujuk data yang diakses dari Wikipedia, Kamis (6/4/2017), saat ini film Warkop DKI reborn: Jangkrik Bos! Part 1 masih berada di posisi teratas dengan jumlah 6.858.616 penonton. Di bawah film tersebut, Laskar Pelangi 4.631.841 penonton, Habibie & Ainun 4.488.889 penonton, Ada Apa dengan Cinta? 2 sebesar 3.665.509 penonton, dan film Ayat-ayat Cinta 3.581.947 penonton. 

Sementara itu, khusus untuk tahun 2016, film Bulan Terbelah di Langit Amerika 2 meraih 582.487 penonton. Film tersebut berada di peringkat 13 dari 15 film Indonesia peringkat teratas.

Berdasarkan data itu, selera pasar sangat menentukan, meski para pembuat film telah mengerahkan segala jurusnya untuk membuat film yang bagus agar bisa ditonton banyak orang. Penonton adalah raja yang sulit untuk diintervensi. Mereka bebas menentukan film yang mereka tonton.

Melihat data yang ada, para film maker harus sungguh-sungguh dalam membuat film. Tema keislaman yang mereka angkat pun harus digodok secara matang, juga tak sekadar bersifat hal yang menimbulkan kontroversial atau pun tema cinta. Riset sangat penting untuk dilakukan. Hal itu perlu  agar film bertema Islam tak terperosok dalam "minimnya jumlah penonton".

Salam,

Komarudin

Editor Kanal Celeb