Editor Says: Coldplay Singapore dan Sindiran Netizen Indonesia

fitriandiani diperbarui 03 Apr 2017, 12:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Kedatangan Coldplay ke Singapore dalam rangka tur dunia album A Head Full Of Dreams-nya pada 31 Maret dan 1 April kemarin disambut dengan gegap gempita, Indonesia tentu tak ketinggalan euforianya. Setelah perburuan tiket yang luar biasa rebutannya akhir tahun lalu, dilanjutkan lagi dengan perburuan tiket pesawat yang jadi luar biasa juga mahalnya. Di ranah dunia maya, luar biasa juga perbincangan negatifnya. Sindiran mengarah kepada mereka yang dinilai 'mendadak Coldplay' karena AHFODTour Singapore ini.

Sindiran orang-orang di dunia maya sebenarnya tak terlalu beragam, berkisar di dikotomi fans lama dan fans dadakan, kemampuan kelas menengah Indonesia yang mentok mengejar Coldplay di Asia, juga ledekan untuk mereka yang terus menerus membicarakan perjalannya ke Negeri Singa.

"Yang ribut-ribut mau nonton Coldplay, coba sebutin nama personelnya selain Chris Martin?"

"Halah, paling tahunya cuma The Scientist, Fix You, sama lagu-lagu hits di album ini"

Begitulah kurang lebih.

Saya heran, kalau mereka yang datang cuma tahu beberapa lagu dari Coldplay, memangnya kenapa? Coldplay pun nggak pernah memisah-misahkan fansnya antara yang baru dengan yang lama. Mana yang hapal semua lagu dan mana yang nggak. Konser ini terbuka untuk semua, siapapun yang punya uang dan ingin datang, bisa hadir. Bukankah begitu?

Netizen Indonesia gemar mengurusi hal-hal sepele. Orang debat dikit disuruh piknik, giliran ada orang piknik disindir-sindir. Ketika sindiran dijadikan budaya, kita jadi tampak seperti bangsa yang kurang bahagia.

Padahal kalau orang-orang yang menyindir sana-sini itu mau sedikit berbesar hati, membiarkan semua kebahagiaan setelah nonton konser Coldplay tumpah ruah, mereka pasti menyadari satu hal: bagi sebagian orang konser Coldplay memang sekadar piknik, sekadar kemampuan dan tersedianya waktu luang. Tapi bagi sebagian orang lainnya, konser itu adalah mimpi yang jadi nyata.

Kendati demikian, perbedaan itu sama sekali tak tampak saat semuanya sudah berkumpul di sana. Semuanya membaur dengan wajah yang sama excited-nya.

2 dari 2 halaman

Konser Coldplay adalah Kebahagiaan dan Mimpi Bersama

Konser Coldplay adalah kebahagiaan dan mimpi banyak orang. (Foto: Bintang.com/Fitri Andiani)

Saat lampu stadium padam, semua bersorak kencang mengetahui bahwa saat yang dinanti-nanti akan segera tiba. Alunan musik pembuka membuat semua penonton kembali bersorak menyambut permainan apik Chris Martin, Jonny Buckland, Guy Berryman, dan Will Champion di atas panggung. Meriahnya lighting khas Coldplay pun mulai tampak menyorot dari berbagai arah. Ditambah kelap-kelip Xylobands yang mengikuti irama lagu, juga confetti yang menghujani para penonton. Semua merasakan euforia tersebut tanpa terkecuali, tanpa ditanyai "siapa nama personel Coldplay selain Chris Martin?" atau "Sejak kapan kamu ngefans sama Coldplay?"

Konser A Head Full Of Dreams yang digelar Coldplay membuat National Stadium Singapore dipenuhi orang-orang yang membawa mimpi di kepalanya. Saya sendiri meyakini, ada orang-orang yang keluar dari sana selepas konser itu dengan membawa mimpi baru. Ada yang tadinya biasa saja jadi mengidolakan, yang sudah mengidolakan jadi tambah kagum. Konser Coldplay mengubah banyak hal dalam diri seseorang, atau setidaknya dalam diri saya pribadi.

Saya datang ke sana karena nonton konser Coldplay secara langsung adalah mimpi saya. My life goals. Dengan terwujudnya mimpi tersebut saya jadi lebih percaya diri untuk bermimpi yang lain lagi, bahwa tak ada mimpi yang terlalu jauh untuk diraih jika kamu selalu menanamkannya di kepala. Dari sini pula saya belajar, jika kamu punya mimpi, peliharalah mimpimu, berkata dan bersikaplah seolah-olah saat kamu bangun dari tidur esok hari; mimpimu akan jadi nyata. 

Terima kasih, Coldplay. You are my dreams. The dreams that came true.

 

 

Salam,

Fitri Andiani