Fimela.com, Jakarta Ketika orang lain ragu untuk membantu banyak orang, Valencia Mieke Randa justru hadir dan mendedikasikan dirinya buat orang-orang yang membutuhkan. Perempuan yang akrab disapa Silly ini merupakan pendiri dari Blood4Life, sebuah gerakan yang mempertemukan antara pasien yang membutuhkan transfusi darah dan pendonor.
Dia membesarkan komunitasnya ini dari nol, bersama teman-temannya. Menggunakan Twitter sebagai 'mesin' pembagi berita yang cepat dan memiliki jangkauan luas, Blood4Life sukses sebagai komunitas yang hadir untuk membantu Palang Merah Indonesia (PMI).
Silly tak begitu saja menemukan ide cemerlang ini untuk membantu pasien-pasien yang tadinya begitu sulit untuk mendapatkan transfusi darah. Bermula ketika dia sibuk mengatar ibunya yang sakit ginjal untuk cuci darah, dua kali dalam seminggu. Dia mengalami kesulitan untuk mendapatkan transfusi darah buat ibunya. Dari sana, dia menyadari suatu permasalahan.
"Pada saat itu saya sadar, betapa banyak orang yang ingin mendonorkan darah. Di satu sisi, banyak juga pasien atau keluarganya yang membutuhkan transfusi darah, tapi tidak tahu ke mana harus mencari," kata Silly kepada Karla Farhana di kantor Bintang.com.
Kesuksesan Blood4Life ternyata merantai kebaikan lainnya. Silly juga membangun rumah singgah untuk keluarga-keluarga pasien yang datang jauh-jauh ke Ibu Kota, namun tak tahu harus tinggal di mana. Rumah singgah itu dia beri nama Rumah Harapan. Tak berhenti di situ saja, ibu dari tiga anak ini juga membuat gerakan 3LittleAngels.
Perempuan yang satu ini memang pantas dijuluki malaikat tak bersayap. Pasalnya, dia tak berhenti membantu orang-orang yang membutuhkan. Bahkan, dia sampai rela melepas kariernya demi mencurahkan waktu dan tenaganya untuk membantu banyak orang. Namun, bagaimana Silly memulai semua gerakan luar biasa ini? Simak wawancara eksklusif bersama Bintang.com berikut ini.
Dari Blogger Hingga Pendiri Blood4Life
Pertama kali, apa yang membuat Mbak Silly tercetus ingin membuat gerakan Bloood4Life?
Ini ceritanya panjang. Ceritanya berawal dari blog saya yang dulu namanya “SillyStupidLife.” Isinya tentang cerita-cerita di kehidupan saya yang lucu-lucu. Kebodohan saya dalam kehidupan sehari-hari, lebih tepatnya. Saya dulu bukan blogger yang terkenal dengan ribuan pembaca. Dulu hanya ada 40 orang yang subscribe. Tapi mereka menjadi pembaca setia blog saya. Hingga akhirnya tahun 2009, ibu saya jatuh sakit.
Bolak-balik saya menemani ibu saya ke rumah sakit. Sampai pada akhirnya ibu saya ini membutuhkan tranfusi darah. Saya saat itu bingung, karena betapa susahnya dulu mencari darah untuk ibu saya. Untuk mendapatkan sekantong darah, saya bisa menunggu hingga 3 hari. Padahal, sebenarnya, begitu banyak orang-orang yang membutuhkan transfusi darah di rumah sakit. Di saat yang sama, saya yakin ada banyak orang yang ingin menolong mendonasikan darah mereka. Tapi mereka tidak tahu harus ke mana mendonorkan darahnya. Jadi kedua masalah ini bertemu dan hati saya tergerak untuk membantu dengan mencetuskan gerakan Blood4Life.
Bagaimana gerakan tersebut akhirnya mendapat sambutan yang antusias?
Saya lantas mencurahkan kegundahan saya lewat blog saya. Saya juga berbicara kepada 40 orang yang berlangganan blog saya lewat mailing list. Ide ini saya sampaikan kepada mereka. Mereka akhirnya ikut membantu, bersama-sama dengan blogger lain yang sudah berpengalaman mendonasikan darah.
Bagaimana cara Mbak dan kawan-kawan menemukan pasien yang benar-benar membutuhkan darah dan juga calon pendonor?
Saya dan teman-teman akhirnya membuat sebuah akun di Twitter, namanya Blood4LifeID. Kami saling menyebarkan informasi, siapa saja pasien yang sakit berat dan membutuhkan transfusi darah secepatnya. Twitter menjadi media yang tepat saya rasa untuk hal ini, karena proses penyebaran informasi berlangsung sangat cepat dan jangkauannya luas. Pada saat itu, di Tangerang, kami berkumpul untuk pertama kalinya membentuk gerakan ini.
Bagaimana membagi waktu antara pekerjaan, keluarga, dan juga Blood4Life?
Sebelum itu, saya masih bekerja di sebuah perusahaan. Karier saya baik, sambil mengurus ketiga anak saya. Namun, ketika saya rasa anak-anak sudah bisa dilepas, saya akhirnya keluar dari perusahaan dan fokus untuk Blood4Life dan membantu orang banyak.
Karier begitu baik, apa yang membuat Mbak yakin untuk melepaskan semuanya demi Blood4Life?
Tentu itu tidak mudah. Siapa yang tak ingin memiliki karier baik? Tapi saya percaya Tuhan selalu bersama saya dan keluarga. Kalau ada orang yang ingin betul-betul tulus membantu orang lain tanpa pamrih, masa iya Tuhan tak akan membantu dan memberikan kebaikan yang setimpal? Saya percaya Tuhan akan memberkati.
Apakah tidak takut kehidupan finansial Mbak dan keluarga akan tidak stabil ketika memutuskan untukk resign?
Dulu, ibu saya bilang perempuan itu harus siap ditinggal. Maksudnya, menjadi seorang perempuan itu harus kuat, tangguh, dan mandiri. Termasuk dalam finansial.
Rumah Harapan, Tempat Singgah Keluarga Pasien
Setelah Blood4Life berdiri, apa lagi gerakan lainnya?
Sejak saya aktif dalam gerakan ini, saya jadi sering mengunjungi rumah sakit bersama teman-teman, untuk mengumpulkan data yang lebih banyak dan lengkap siapa-siapa saja yang membutuhkan darah. Saya lakukan kunjungan setiap 2 minggu.
Pada saat itu, saya melihat banyak pasien yang tidur di lantai rumah sakit. Saya sempat bertanya, kenapa tidak pulang saja dan beristirahat? Mereka menjawab tidak punya uang dan juga rumah. Jadi, mereka ternyata datang dari berbagai daerah yang cukup jauh dari Jakarta. Mereka yang dengan uang pas-pasan tidak tahu kalau biaya pengobatan besar. Akhirnya, biaya untuk sewa tempat tinggal pun tidak kecover. Dari sini, saya dan teman-teman akhirnya tergerak untuk membuat rumah singgah buat keluarga-keluarga pasien yang tidak mampu. Rumah singgah ini lantas kami beri nama Rumah Harapan.
Bagaimana proses mekanisme Rumah Harapan ini?
Jadi kami menyediakan rumah singgah untuk para keluarga pasien yang tidak mampu. Di sana, mereka akan mendapatkan tempat tinggal sementara, gratis, tanpa bayaran apa pun. Sehingga, mereka juga bisa beristirahat dan mengurangi sedikit beban pikiran dan tenaga mereka. Saya kasihan melihat mereka. Pasti lelah harus tidur di lantai rumah sakit beralaskan kardus yang dilapisi lagi dengan pakaian mereka. Sementara kalau ada petugas rumah sakit, mereka harus bangkit dan melarikan diri agar tidak kena marah.
Di Rumah Harapan ini, saya dan teman-teman tidak mau hanya memberi tampungan saja. Saya bersikeras, kalau mau membantu jangan setengah-setengah. Jadi kami bukan cuma menyediakan tempat untuk istirahat, tapi juga keperluan mereka, termasuk air minum dan lainnya.
Apa saja kegiatan yang dilakukan di Rumah Harapan?
Ada banyak. Selain membantu mengurus kebutuhan mereka, kami juga fokus membantu pasien. Pasiennya biasanya anak-anak yang menderita penyakit serius seperti kanker, jantung, dan lainnya. Anak-anak yang menderita penyakit berat ini juga kami hibur. Kami ajak bercanda. Kami tidak mau mereka merasakan sakit yang diderita. Jadi kami bernyanyi bersama, dan bersenang-senang.
Apa saja kesulitan mendirikan Rumah Harapan?
Memberikan fasilitas rumah singgah beserta kebutuhan keluarga secara Cuma-Cuma itu tak mudah. Saya ingat, pada awalnya saya mencari sebuah rumah. Memberikan fasilitas ini perlu banyak uang. Saya menemukan sebuah rumah yang sangat cocok untuk dijadikan rumah singgah. Tapi harganya Rp100 juta. Sementara saya hanya punya Rp1 juta pada saat itu.
Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Bagaimana bisa saya mencari uang sebanyak itu dalam waktu dekat. Akhirnya saya coba bicara dengan sang pemilik. Dan ternyata dia setuju, saya berikan Rp1 juta untuk pembayaran pertama. Untuk membayar rumah tersebut, saya melakukan apa pun. Inilah kenapa harus percaya dengan berkat Tuhan. Saya tiba-tiba mendapat tawaran banyak pekerjaan. Mulai dari seminar hingga menjadi pembicara di berbagai acara. Dari situ, akhirnya saya bisa membayar utang rumah tersebut, dalam 13 kali cicilan.
Pernahkah merasa lelah menjalankan semua gerakan ini?
Lelah tidak. Tapi saya sempat merasa, saya ingin seperti orang lain. Belanja ke sana-ke mari, jalan-jalan ke luar negeri. Tapi saya akhirnya menguatkan hati untuk tetap membantu orang-orang yang membutuhkan. Akhirnya, Tuhan membalas apa yang waktu itu saya inginkan. Saya bisa pergi ke luar negeri gratis meski di bawah misi yang sama dan lewat undangan.
Menjalani kehidupan untuk membantu sesama tidak mudah. Siapa yang mengajari Mbak untuk tetap kuat dan tegar?
Saya dulu sempat bertanya-tanya, apa rencana Tuhan terhadap saya. Saya belajar banyak dari anak saya yang paling besar, untuk mendengar apa saja yang dibutuhkan anak-anak berkebutuhan khusus. Anak kedua saya mengajarkan untuk lebih kuat.