Fimela.com, Jakarta Hiking kian populer, jalanya bahkan berhasil menjerat aktris cantik, Adinda Thomas. Setahun belakangan, dara kelahiran Kota Kembang ini mengaku ketagihan naik gunung. Bukan semata tergoda pemandangan menawan, hiking punya peran dan makna tersendiri bagi Dinda.
***
Bukan untuk dilabeli sebagai anak gunung, perempuan yang melangkah ke dunia hiburan lewat modelling ini menganggap proses pendakian sebagai media menempa ilmu praktis. Dengan mendaki, Dinda bisa meraup sudut pandang berbeda tentang sejumlah hal.
Dengan arus perspektif yang demikian deras, gadis berusia 23 tahun ini mengaku hiking membantunya berpikir lebih kreatif. Olah karakter dalam akting yang ditekuni jadi lebih mudah dilakukan. Karenanya, sah sudah hiking jadi kecintaan Dinda.
Bersua orang dengan karakter berbeda, belajar mencari solusi, mesti mahir membaca situasi dan melakukan banyak pengendalian diri selama mendaki, secara tak langsung, mengasah Dinda untuk lebih peka, baik ke dalam maupun luar diri.
Cobain deh naik gunung. Karena benar-benar bisa ngontrol emosi, tahu sekeliling kita, peka terhadap sikap orang dan lebih banyak bersyukur. Karena di atas sana kita akan sadar seberapa kecil kita, pantes nggak sih kita sombong?" kata Dinda dalam wawancara eksklusif bersama Bintang.com di SCTV Tower , Jakarta Pusat, Kamis (16/2).
Dinda akan bercerita tentang hiking yang membuatnya berproses, termasuk dalam karier sebagai aktris. Bagaimana akhirnya benang merah antara hiking dengan akting terjalin. Berikut kutipan wawancara eksklusif bersama Adinda Thomas dalam rangka menyambut ulang tahun Bintang.com kedua.
What's On Fimela
powered by
Hubungan Hiking dengan Akting
Dalam perjalanan, Dinda menemukan korelasi antara hiking dan akting. Tak dalam garis-garis saklek memang, namun pesan tak eksplisit dari hiking membuat Dinda lebih kreatif dalam menggodok karakter yang tengah dimainkan.
Setelah dijalani, hiking dan akting itu berdampak satu sama lain?
Aku ngerasa iya. Kalau hubungan langsung secara fisik sih nggak. tapi ke pikiran. Karena suka naik gunung bikin kita open minded dan bisa mikir lebih kreatif sama hal-hal yang berhubungan dengan akting. Bagaimana mengolah karakter dan segala rupa itu biasanya lebih gampang.
Sudah berapa lama lakuin hiking dan akting bersamaan?
Kalau akting kan aku sudah lima tahun. Hiking sendiri, jujur saja, aku baru mulai tahun lalu. Tapi kalau buat liburan, mengunjungi alam gitu-gitu, udah dari kecil.
Kenapa hiking?
Karena, simple thing sebenarnya, bukan karena aku anak gunung. Aku anak mama papa. Tapi aku pecinta alam. Aku suka banget jalan ke pantai, ke gunung, ke alam. Tapi kenapa aku bisa suka dan terus-terusan naik gunung itu karena kita butuh usaha untuk mendapatkan sesuatu dan melihat yang indah.
Kita sering mendapat kejutan di atas sana. Kadang bisa lihat danau di atas gunung. Dengan kita berjalan, dengan kita berusaha, akan ada pemandangan indah di sana dan di situ biasanya aku ngerasa berhasil ngalahin ego sendiri. Malas, capek, tapi karena aku lawan terus, akhirnya aku dikasih kesempatan untuk menikmati keindahan.
Biasanya kalau hiking sama siapa?
Sama teman-teman kampus. Tapi aku pribadi kalau sama teman-teman yang lain juga nggak apa-apa. Asal mereka mau naik gunung, satu tujuan, sama-sama mau menikmati alam, sama-sama mau silaturahmi sama alam, aku sih mau-mau saja. Kaya kemarin pas tahun baru aku naik gunung sama teman-teman baru, aku nggak masalah banget.
Pasti banyak pengalaman saat nanjak, yang paling diingat?
Di Gunung Semeru. Waktu itu aku pertama kali naik gunung. Di situ teman-teman aku pada nggak percaya, karena kan latihan fisiknya nggak terlalu sering, kadang datang kadang nggak. Mereka nanya, "Yakin mau muncak?". Jadi udah sampai Kalimati, kita taruh semua barang, buat ke puncak Mahameru. Aku disaranin nggak muncak karena terjal banget.
Terus mau muncak jam 12 malam start dari tenda. Supaya sampai pagi, kita ngejar sunrise. Terus aku bilang, "Yang aku tahu, aku mau naik gunung. Aku nggak ngerti ini gunung tertinggi, apa gunung yang berbahaya, yang jelas aku mau nikmatin alam. Aku nggak mau berhenti kalau belum coba muncak.".
Jadi, aku mohon sama mereka buat percaya, buat aku bisa muncak. Akhirnya aku bisa muncak. Senang banget. Keajaiban yang aku temuin adalah aku kan biasanya pakai kacamata kalau naik gunung, karena mataku kurang baik penglihatannya, apalagi dalam malam.
Karena malam itu dingin banget, minus berapa gitu di Mahameru, kacamataku berembun terus-terusan. Akhirnya aku buka kacamata dari 10 menit pertama jalan. Itu jadi keajaiban, kenapa, karena pas pulang muncak aku nggak pake kacamata, aku nggak bisa. Jadi kaya, tadi malam subuh-subuh bisa, ini kok siang bolong malah nggak bisa. Aneh banget. Dari puncak ke tanah landai itu kita tinggal meluncur, kaya main ice skating tapi di pasir. Seru banget sih itu.
Yang paling dinanti saat naik gunung?
Sebenarnya kan aku seringnya naik gunung sama teman kampus. Asyiknya, mereka itu menikmati perjalanan. Bukan cepet-cepet sampai puncak. Jadi ada spot bagus sedikit, berhenti, foto. Jadi bukan seberapa cepat, tapi sebanyak apa quality time yang kita dapat di masing-masing gunung. Jalan sama teman-temannya itu yang paling aku nanti.
Rindu Gunung
Seiring banyaknya pendakian yang dilakoni, Dinda mulai terserang sindrom kangen gunung. Dalam beberapa keadaan, ia mengaku mendamba sensasi hiking. Dinda juga berbagi sejumlah tips naik gunung, terutama bagi perempuan.
Lebih menantang hiking atau akting?
Of course, hiking. Sebetulnya semua punya tantangan, tapi karena hiking benar-benar tenaga, usaha. Kita ngelawan dingin, capek. Kadang orang sekeliling jadi sangat menyebalkan di gunung. Harus sabar, melawan egois, segala rupa deh. Hiking mendidik secara pribadi.
Ada yang nggak sampai puncak nggak?
Banyak, puncak itu optional. Jadi nggak harus. Sebenarnya di gunung tuh begini, kita yang tahu diri kita bagaimana, terutama fisik, misalnya sebelum naik gunung, kita sehat banget, tapi pas udah di gunung, tiba-tiba banyak problem, sakit lah, nggak enak badan lah. Kalau perempuan ya datang bulan. Akhirnya kita bagi tugas, yang nggak muncak bisa jaga tenda.
Punya keinginan main film tentang gunung nggak sih?
Aamin. Semoga ini jadi doa. Pengin banget. bisa ada di alam, menikmati alam, tapi juga sambil bekerja, Itu seru sih.
Pendakian favorit di mana?
Sejauh ini, hmm di mana ya. Semua gunung itu punya kisahnya masing-masing, punya esensi dan tenang masing-masing. Tapi kalau misalnya paling pengin naik lagi, Semeru.
Ngatur waktu untuk nanjak dan kegiatan lain?
Biasanya aku naik gunung kalau libur kuliah. Kalau kerjaan, biasanya aku hold dulu untuk naik gunung.
Harus syuting, tapi kangen gunung, dinda ngapain?
Posting, biasanya lihat video proses nanjak. Kalau nanjak aku sering bikin video, karena momen nanjak itu nggak terulang lagi, capeknya, jalanan setapak yang indah, tiba-tiba kita menemukan pohon yang menjuntai di atas gunung. Itu yang biasanya aku lakuin, flashback.
Tips hiking ala Adinda Thomas?
Buat cewek, karena aku cewek, bawanya yang simple aja. Nggak usah bawa makeup, bawa tisu basah dan kering buat bersih-bersih alat masak sama diri sendiri. Jangan lupa bawa yang hangat-hangat. Kaos kaki, segala rupa. Jangan lupa juga bawa trash bag, itu paling penting. Karena sampah yang kalian bawa ke atas, bawa lagi turun. Jangan ngotorin gunung. Sedih banget lho ketika udah hiking berjam-jam, pas udah di atas, ketemunya sampah, bukan pemandangan indah.
Terakhir, mau naik gunung sampai kapan?
Sampai aku nggak bisa naik gunung lagi. Sampai aku betul-betul nggak bisa, bukan nggak mau. Karena tiap orang bisa naik gunung, tapi mau nggak naik gunung?
Gunung telah berhasil menambat hati Adinda Thomas. Dengan segala keajaiban, dengan berbagai keunikan, serta sulit yang menyertai. Pendakian tak lagi jadi sekedar langkah kaki, namun perjalanan penuh makna dalam kacamata paling pribadi.