Editor Says: Tak Mampu Bersaing, Angkutan Online Masih Dimusuhi

Edy Suherli diperbarui 13 Mar 2017, 12:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Kehadiran angkutan online baik roda dua maupun roda empat masih menjadi momok. Mereka yang selama ini berada di zona nyaman melakoni aktifitas bisnis transportasi baik perorangan maupun berbadan hukum usaha konvensional amat terpukul dengan kehadiran transportasi berbasis aplikasi online ini. Tak mampu bersaing, main hakim sendiri pun dilakoni.

Kehadiran angkutan berbasis online memang menjungkirbalikkan keadaan. Angkutan yang tadinya mahal dan lambat kini berubah menjadi cepat dan murah. Tak usah heran kalau banyak  orang yang berpaling ke transportasi online. Daya tariknya, ya murah dan cepat. Terus terang saya juga tergoda dengan dua kata kunci itu.

Semula saya berangkat ke kantor dengan kendaraan pribadi, lama-lama  tergoda juga dengan pada moda transportasi yang pemesanannya berbasis online ini. Alasan utama beralih ke angkutan berbasis online adalah soal waktu dan efisiensi biaya. Banyak sekali waktu yang terpangkas dengan menggunakan trasportasi online yang dipadukan dengan trasportasi publik.

Sebelum mengunakan angkutan online, waktu tempuh dari kediaman saya di bilangan Bintaro, Ciputat, Tangsel menuju ke kantor yang berada di kawasan Gondangdia Menteng, Jakarta Pusat di pagi hari (jam sibuk) bisa 2,5 sampai 3 jam. Kalau saat tengah malam bisa 1,5 jam saja. Bandingkan dengan moda trasportasi publik (commuter line) yang dipadukan dengan ojek online, waktu tempuh dari Bintaro menju Menteng hanya satu jam hingga 1,2 jam. Soal biaya, engga usah ditanya; murah abizz, kata anak muda sekarang.

Saya yakin banyak orang yang beralih kepada angkutan publik dan angkutan online karena pertimbangan yang serupa. Kalau tidak percaya silahkan melakukan survey kecil-kecilan pada teman atau tetangga di sekitar Anda.

Tak berapa lama trasporasi online sudah menjadi primadona baik bagi pelaku (driver) maupun pengguna jasa seperti saya. Booming angkutan online terjadi mana-mana. Di sekitar Jabodetabek, eksistensi angkutan online sudah sangat jelas terlihat dan mendesak angkutan konvensional. Unjung-ujungnya angkutan online banyak dimusuhi. Kasus terakhir yang terjadi di Tangerang, pengemudi ojek online dicegat dan dipukuli. Di Bandung sebuah kendaraan minibus yang membawa anggota keluarga dicegat dan dirusak secara anarkis, karena disangka  angkutan online.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Ikut Arus Atau Tergilas

Ojek Online sudah mewabah di mana-mana. (Liputan6.com)

Perkembangan teknologi merambah ke segala sisi kehidupan, termasuk sektor transportasi. Pemesanan angkutan dengan menggunakan alat komunikasi berkembang begitu pesat. Kalau dulu alat komunikasi hanya digunakan untuk memesan melalui operator perusahaan taksi. Kini dengan aplikasi khusus pemesanan bisa dilakukan dengan amat mudah. 

Pengguna jasa dan penyedia jasa amat cepat terhubung satu sama lain melalui aplikasi yang sudah tersedia. Seorang pengemudi ojek online atau taksi online yang sedang duduk-duduk entah di mana bisa mendapatkan penumpang saat aplikasinya diaktifkan.

Kemudahan dan kecepatan adalah kata kunci lain yang menjadi keunggulan transportasi online. Apa karena hal itu, sehingga transportasi online harus dimusuh? Apakah karena ini pengemudi taksi online harus dikejar dan dipaksa berhenti beroperasi? Apakah karena hal ini perilaku main hakim sendiri dan tindakan anarkis dilakukan karena tidak senang dengan pengemudi angkutan online?

Kemajuan teknologi sejatinya tak harus ditentang. Soalnya tak ada gunakan menentang dan melakukan perlawanan. Kita tak akan mampu melawan dan membendung kemanjuan teknologi yang juga merambah ke ranah transportasi.

Semula sebuah perusahaan taksi terkemuka di Jakarta yang juga memiliki cabang di banyak kota besar di Indonesia coba melakukan perlawanan pada hadirnya transportasi berbasis online. Bahkan mereka mengerahkan pengemudikan untuk berunjukrasa. Namun apa yang didapat, justru antipati dari publik.

 

Menyikapi keadaan seperti ini memang hanya ada dua pilihan; ikut arus besar atau tergilas. Inilah yang dilakukan oleh perusahaan taksi besar yang tadinya menentang, kini berkolaborasi dengan pelaku usaha transportasi online. Setelah ini siapa lagi yang menyusul? Kalau perorang sudah tak terhitung. Pengemudi ojek pangkalan alias opang sudah banyak yang bergabung menjadi pengemudi ojek online. Kalau bisa ikut bergabung mengapa harus memusuhi dan melakukan tindakan anarkis?

Semoga penegak hukum bisa mengambil tindakan tegas bagi mereka yang melakukan aksi anarkis pada penegemudi angkutan online. Bersaing secara sehat dengan memberikan keunggulan layanan dan kemudahan adalah cara untuk merebut hati pengguna jasa transportasi.