Fimela.com, Jakarta Belakangan ini berita atau informasi hoax (palsu) semakin banyak beredar. Kehadiran media sosial (medsos) memang memberi kemudahan dalam membagi dan mendapat informasi secara cepat kapanpun dan dimanapun, termasuk berita hoax. Namun, selalu ada sisi lain dibalik kemajuan teknologi.
Banyak berita yang diragukan kebenarannya tapi justru dipercaya kebenarannya oleh banyak orang. Sebaiknya kita meningkatkan kewaspadaan dalam menerima informasi yang datang dari medsos dan pesan singkat. Jangan melahap bulat-bulat berita palsu dan dengan enteng menyebarkannya.
Pemerintah pun tak tinggal diam. Sudah ada peraturan yang bisa menjerat para penyebar informasi hoax. Bahkan pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia) kabarnya sudah menyiapkan fatwa untuk mengatasi maraknya berita hoax. Saya sendiri masih kurang paham, apa maksud sejumlah orang menyebarkan informasi hoax.
Apa ada tujuan politis, sekedar iseng atau memang sudah jadi hobi yang mungkin bikin mereka bangga dan lebih percaya diri? Yang jelas, kalau melihat dan meraskan maraknya soal hoax, saya jadi ingat lagi di era 80-an dan 90-an. Maklum saja, memang saya dibesarkan di era itu. Tepatnya mungkin saat Orde Baru (Orba) masih berkuasa dibawah pimpinan Soeharto atau Pak Harto.
Generasi sekarang mungkin sering melihat stiker maupun poster bergambar Pak Harto dengan tulisan yang kira-kira artinya seperti ini “Masih enak di jaman aku (Soeharto) kan?” Buat sebagian orang mungkin saja mengatakan setuju. Harus diakui di jaman Orba, rasanya tak ada yang berani membuat berita hoax seperti sekarang ini. Oke, tapi kan dulu belum ada internet apalagi medsos seperti sekarang?
Memang benar. Tapi dulu juga banyak media yang bisa digunakan terutama media internal untuk kalangan tertentu. Mereka bisa saja menyebarkan berita hoax tapi biasanya hanya dalam lingkup atau komunitas tertentu saja. Itupun dengan risiko akan mendapat masalah hukum kalau ketahuan pihak penguasa.
Saat itu rezim Orba memang sangat menguasai media informasi agar semua situasi selalu aman terkendali. Pihak penguasa, apalagi presiden dan pejabat tinggi lainnya, tak boleh diusik apalagi dikritik. Pengawasan terhadap media pun sangat ketat, apalagi bagi media yang suka mengkritisi pemerintah. Kembali ke soal hoax, saya jadi punya kesimpulan sendiri yang mungkin saja salah atau kurang pas.
Kalau menurut saya, berita hoax sudah ada sejak era 90-an, 80-an atau bahkan 70-an, yaitu saat rezim Orba masih berkuasa. Alasannya, melalui media terutama yang dikelola oleh pemerintah seperti TVRI dan RRI, rezim Orba menyebarkan berita hoax dalam tanda kutip. Tentunya hoax versi Orba beda dengan situasi saat ini.
Berita Hoax Agar Situasi Aman
Kalau sekarang hoax disebarkan untuk menganggu stabilitas dan membuat banyak orang resah, hoax di jaman dulu justru sebaliknya. Berita hoax dulu terkesan sengaja dibuat agar situasi negara terkesan aman, tenteram makmur dan terkendali. Contohnya, siaran berita di jaman Orba hampir selalu seragam yaitu acara seremonial yang dihadiri para pejabat.
Semuanya berlangsung dengan baik, mereka terlihat dekat dengan rakyat dan rakyat pun tak ada yang protes ataupun mengeluh. Mau contoh lagi? Para generasi jadul pasti tahu acara Laporan Khusus yang muncul di pertengahan 80-an. Acara mingguan yang hadir tiap pekan seusai acara ‘Dunia Dalam Berita’ di TVRI itu melaporkan hasil rapat Presiden dengan para menterinya atau sering disebut sidang kabinet.
Hasil rapat dibacakan oleh menteri paling populer saat itu, Harmoko, yang menjabat sebagai Menteri Penerangan. Tentunya hasil rapat selalu dibilang baik, berjalan dengan lancar dan kesimpulannya negara kita semakin maju. Kata-kata “Menurut pentujuk bapak Presiden” yang sering diucapkan Harmoko begitu populer dan jadi tren saat itu.
Rasanya nyaris tak ada kekurangan apalagi kelemahan kinerja pemerintah dalam laporan yang dibawakan oleh Harmoko. Saking kesalnya dengan perkataan sang menteri yang sering tak sesuai dengan kenyataan, nama Harmoko diplesetkan menjadi ‘Hari-hari Masih Omong Kosong’.
Dan satu contoh lagi yang mungkin masih membekas sampai sekarang, dialog pak Harto dengan rakyat (terutama petani) yang disiarkan di televisi. Di acara itu sang presiden biasanya mengemukakan kemajuan Indonesia dan hasil kerja pemerintah yang tentunya positif sambil tak lupa memuji peran rakyat.
Tapi terbayangkah kalau semua atau sebagian besar informasi yang disampaika sang penguasa ternyata hoax? Faktanya sudah menunjukkan, Indonesia memang sempat berjaya dalam berbagai hal, tapi semua itu hanya sementara. Memasuki pertengahan 90-an, negara kita makin terpuruk dan kekuasaan Orba pun semakin melemah dan digoyang banyak pihak.
Puncaknya, rezim Orba tumbang di bulan Mei 1998 seiring dengan pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden RI. Jadi kesimpulan sementara saya, berita atau informasi hoax dengan tujuan apapun bukanlah hal yang terpuji. “Yang mana daripada berita atau informasi hoax harus dimusnahken dari negeri ini, bukan begitu bukan?”