Fimela.com, Jakarta Sambil mengetik, karakter Doodle berkacamata di laman Google hari ini, Senin (6/2), dimaksudkan sebagai Pramoedya Ananta Toer. Bukan tanpa sebab, lantaran lelaki yang akrab dipanggil Pram tersebut tengah berulang tahun. Dengan karya-karya yang begitu melegenda, sosok Pram selalu menarik untuk dikenal lebih dekat, untuk dikulik masa silamnya dengan sedikit lebih dalam.
Pram tak dibesarkan di lingkungan yang bisa dikatakan jauh dari tekanan. Sebagaimana dimuat Liptutan6.com, ayahnya, Mastoer Imam Badjoeri, adalah seorang guru yang tadinya bekerja untuk sekolah dasar pemerintah, HIS, di Rembang. Bertahun kemudian, ayah Pram jadi kepala sekolah milik pergerakan Boedi Oetomo di Blora, sedangkan ibunya, Saidah, anak seorang penghulu.
Siapa sangka, karya-karya Pram mengemban keping limpahan kegelisahan, kekaguman pada sang Ibu dan kemarahan bertubi untuk ayahnya yang notabene kecewa dengan keadaan pergerakan dan Pram. Ya, ayahnya kesal karena Pram tak sepandai yang diharapkan. Ia sempat tak naik kelas tiga kali.
Setelah sang Ibu meninggal akibat TBC di usia 34 tahun, Pram bertolak ke Jakarta. Inti karya lelaki yang meghabiskan sebagian besar hidupnya di balik jeruji besi ini adalah nasib rakyat dalam keseharian, tentang bagaimana mencari nafkah dan sembulan ambisi yang kerap dikekang.
Yang sekiranya paling membekas, yakni bagaimana Pram mengisahkan kehidupan di penjara. Dalam sebuah roman tebal, ia menjabar dengan begitu tekun tentang hidup di bui yang malah dicitrakan sebagai universitas kaum revolusioner. Tak diragukan, Pramoedya Ananta Toer telah mengalami banyak hal, termasuk konflik dengan para seniman dan budayawan, penindasan, perampasan, juga penghinaan. Namun sepanjang hidupnya, Pram terus berdalang lewat tulisan hingga tutup usia pada 30 April 2006.