Menyiapkan Warisan Terbaik Sebelum Ajal Menjemput

Dadan Eka Permana diperbarui 30 Jan 2017, 19:51 WIB

Fimela.com, Jakarta Kematian pasti datang. Meski tidak diketahui kapan pastinya, banyak orang yang menyadarinya. Maka dari itu, mereka sudah menyiapkan segala sesuatunya jauh sebelum kematian itu menjemput. 

Misal, beberapa orang bersusah payah demi mengumpulkan harta benda untuk menjamin kehidupan bagi anak cucunya sebagai warisan yang bisa dibanggakan. Tidak salah memang. Yang penting adalah cara mendapatkannya dengan cara yang halal.

Meski demikian, bukan hanya harta benda saja yang bisa menjadi warisan terbaik. Ilmu, integritas, menanamkan disiplin, berbuat baik semasa hidup, itu juga perlu dan nilainya melebihi dari sekadar harta benda.

Halnya seperti kisah Pria ini yang semasa hidupnya terus menanamkan kebaikan dan takut untuk berbuat kejahatan. Hasilnya tak pernah disangka oleh anak-anaknya.

Dilansir dari Intisari online, seorang pria bernama Tom Smith, pada detik-detik kematiannya, memanggil anak-anaknya. Ia tak memberi harta benda, melainkan hanya sebuah nasihat kepada anak-anaknya untuk mengikuti jejak hidupnya agar mendapat ketenangan jiwa dalam semua hal yang mereka lakukan di dunia.

Hanya putrinya, Sara, yang mengeluh dengan apa yang diwariskan ayahnya. Padahal, ayahnya semasa hidup adalah seorang professional di bidangnya. Ia pun mengutarakan kekecewaan terhadap ayahnya

"Ayah, saya kecewa Anda meninggalkan kami tanpa uang sepeser pun di bank. Para ayah lain, yang Ayah katakan sebagai koruptor dan pencuri dana publik, bisa mewariskan rumah dan properti untuk anak-anak mereka; kita bahkan tinggal dalam apartemen sewaan. Maaf, saya tidak bisa mengikuti jejak hidup Anda. Pergilah Ayah, biarkan kami mencari jalan hidup sendiri.”

Tiga tahun setelah kematian ayahnya, Sara pergi untuk wawancara pekerjaan di sebuah perusahaan multinasional. Saat wawancara Ketua panitia bertanya, "Saudara ini punya nama Smith yang mana?"

Sara menjawab, "Saya Sara Smith. Ayah saya adalah Tom Smith yang sudah meninggal.” Ketua Panitia memotong, "Ya Tuhan, Anda ini putrinya Tom Smith?"

Dia berbalik bicara kepada anggota-anggota lain dan berkata, "Pak Smith ini adalah salah satu yang menandatangani formulir keanggotaan saya di Institut Administrator dan rekomendasinya tersebut membuat saya diterima bekerja di posisi saya sekarang ini. Dia melakukan semua ini dengan cuma-cuma. Saya bahkan tidak tahu alamatnya, dan dia tidak pernah tahu saya. Dia hanya melakukannya untuk keprofesionalan saya.”

Dia lalu berbalik ke Sara, "Saya tidak punya pertanyaan untuk Anda lagi. Anda sudah mendapat pekerjaan ini. Silahkan datang besok, semua surat penugasan Anda akan saya siapkan untuk Anda.”

Setelah bertahun-tahun bekerja, Sara Smith menjadi Corporate Affairs Manager perusahaan dengan dua mobil dan supirnya. Apartmen dua lantai disediakan sebagai kantornya, dan gaji besar di luar tunjangan dan biaya-biaya lainnya.

Setelah beberapa tahun bekerja di perusahaan, Pimpinan perusahaan datang dari Amerika mengumumkan niatnya untuk mengundurkan diri dan mencari penggantinya. Orang dengan kepribadian dan integritas yang tinggi adalah yang dicari. Lagi-lagi para konsultan perusahaan menominasikan Sara Smith.

Dalam sebuah wawancara, Sara Smith ditanya rahasia kesuksesannya. Dengan air mata berlinang, dia menjawab, "Ayah telah membuka jalan bagiku. Hanya setelah ia meninggal, aku baru sadar bahwa dia secara finansial miskin tapi ia luar biasa kaya akan integritas, disiplin dan kejujuran.”

Dia ditanya lagi, "Mengapa Anda menangis? Bukankah Anda sekarang bukan lagi sebagai seorang anak yang merindukan ayahnya yang sudah pergi dalam waktu yang lama?”

Sara menjawab, "Pada saat kematiannya, aku menghina ayah karena menjadi orang yang jujur dan berintegritas tinggi. Aku berharap dia akan memaafkanku dalam kuburnya sekarang. Aku sebenarnya tidak akan bisa sesukses ini. Ayah yang telah melakukannya untukku. Dan aku tinggal berjalan meraih suksesku.”

Akhirnya Sara ditanya lagi, “Apakah Anda akan mengikuti jejak kaki ayahmu seperti yang ia dahulu minta?”

Dan Sara menjawab dengan sederhana, "Aku sekarang mengagumi Ayah. Aku memiliki foto besar yang tergantung di ruang tamu dan di pintu masuk rumahku. Dia layak memperoleh apa pun yang saya miliki ... setelah Tuhan.”