Fimela.com, Jakarta Bagi masyarakat modern, selain makan, untuk menyambung hidup, mereka juga butuh koneksi WiFi. Di zaman serba digital dan mengandalkan teknologi seperti saat ini, rasanya begitu hampa hidup tanpa koneksi internet yang didapat dari WiFi. Namun, tampaknya, sinyal WiFi bukan jadi hal penting bagi perempuan 43 tahun asal Chichester, West Sussex. Mengapa?
Diwartakan oleh Mirror, Rachel Hinks, nama perempuan tersebut, menderita hipersensitif terhadap gelombang elektromagnetik, di mana medan elektromagnetik berbahaya timbul dari sinyal WiFi dan tiang telepon di sekitarnya. Akibat alergi tersebut, Rachel terpaksa harus keluar dari pekerjaan dan rumahnya sendiri. Sebab, sinyal WiFi hanya akan membuatnya merasakan getaran yang keras, ruam pada kulit, dan sakit kepala.
Untuk menghindari sinyal WiFi, perempuan yang juga menderita lupus tersebut terpaksa pindah ke sebuah gubuk. Setiap hari, ia berkendara ke rumah untuk bisa memberi makan kucing dan membawanya ke luar untuk menemaninya mengekspos dirinya dari sinyal yang membuat keadaannya memburuk.
"Pada awalnya saya mendapati gejala ringan, saya perhatikan ketika saya menelepon, telinga saya terbakar setelah sekitar sepuluh menit, dan ketika saya mencoba untuk menggunakan laptop ber-WiFi saya terasa sangat lelah sehingga saya terpaksa kembali menggunakan kabel koneksi," kata Rachel dikutip dari Mirror.
Pertama kali, Rachel mulai merasakan gejala alergi pada Desember 2015 lalu. Saat ini, hipersensitivitas pada gelombang elektromagnetik belum terdeteksi dan diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).