Rano Karno Tekankan Pluralisme di Film The Last Barongsai

Puput Puji Lestari diperbarui 14 Jan 2017, 17:42 WIB

Fimela.com, Jakarta Sibuk sebagai Gubernur Banten, tak membatasi kreatifitas Rano Karno. Kegelisahan untuk membuat film tak bisa dibendung. Lewat Karnos Film, Rano mempersiapkan film The Last Barongsai yang direncanakan tayang tanggal 26 Januari 2017 menjelang perayaan tahun baru Cina.

Film ini merupakan bentuk kegelisahan Rano selama 8 tahun. Barongsai menjadi simbol plurisme yang terjadi di Indonesia. "Yang saya bingung kenapa ya setiap saya produksi pasti kontennya budaya. Ide untuk membuat film The Last Barongsai itu udah lama yak, udah dari 2008, sejak saya jadi Wakil Bupati di Tangerang belm sesibuk ini," ujar Rano ditemui di kawasan Lebak Bulus, Jaksel, Sabtu (7/1/2017).

Rano menjelaskan The Last Barongsai adalah pengendapan lama dari sebuah pengamatan Rano, kemudian berjalan menjadi tulisan dan jadi skenario film. "Saya lihat sejarah tahun 1740 tentang etnis Tionghoa di banten khususnya di Tangerang yang orang kenal dengan Cina Benteng. Itu peristiwa VOC dengan etnis ini menarik untuk jadi sebuah kajian sehingga saya lihat 70 persen kebudayaan Betawi dari Cina," paparnya.

Rano menuturkan generasi muda yang belajar Barongsai sejak dulu bukan cuma keturunan Cina. Kisah filmnya sangat tepat diputar saat beberapa masyarakat menggugat toleransi di Indonesia.

"Saya nggak tahu kok bisa gini. Referensi saya tentang buku 1740, dan saya gak tahu saya ada dalam frame budaya itu. Kalau dilihat situasi sekarang gak pernah nyangka. Persiapan film 2 tahun, anak-anak latihan Barongsai 7 bulan dari nol. Azis gagap, Dion Wiyoko latihan di Tangerang dari nol. Jadi gak semudah itu," tegas Rano Karno.