Fimela.com, Jakarta Siapa yang tak kenal dengan Elza Syarief. Pengacara kondang ini dikenal luas publik menangani banyak perkara, dari yang kecil sampai yang besar. Ia tak pandang bulu dalam memberikan bantuan hukum. Meski tidak mendapatkan bayaran sekalipun.
“Harta bagi saya itu bukan segala-galanya. Tapi kebahagiaan itu segala-galanya, dan kebahagiaan itu tidak selalu didapat dengan uang, melainkan dari ikut membahagiakan orang sehingga hidup bisa lebih menjadi berharga,” kata Elza.
Elza Syarief lahir di Jakarta, 24 Juli 1957. Ia merupakan anak sulung dari pasangan Drs. Syarief dan Hj. Betty. Sejak kecil hingga remaja ia menjalani hidup secara nomaden. Ia banyak berpindah kota ketika masih duduk di bangku sekolah karena mengikuti tugas sang ayah yang bekerja di Bank Indonesia.
Hingga akhirnya ia menambatkan hatinya di dunia hukum dan masuk Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta. Keputusan ini diambilnya setelah bercerai dari suami pertamanya.
Elza menuturkan, tertarik dengan dunia hukum berawal dari cita-citanya yang ingin banyak membantu orang lain. Dokter adalah salah satu profesi awal yang diimpikannya. Namun, karena memiliki keterbatasan tidak bisa melihat darah, akhirnya Elza memilih membantu kesulitan orang lain dengan memberikan bantuan hukum.
Kasus demi kasus ditangani Elza. Ia pun menjelma menjadi sosok pengacara handal. Namanya kian melejit setelah menangani banyak kasus perusahaan besar dan menangani perkara Tommy Soeharto bersama Nudirman Munir, Elza berjuang membela hak putra mantan orang nomor satu Indonesia itu dalam kasus tukar guling Bulog dengan Goro - perusahaan milik Tommy. Setelah itu, ia dikenal banyak menangani kasus selebriti, pengusaha, dan juga pejabat.
Meski sudah sukses menjadi seorang pengacara. Elza tidak mau tergantung dengan profesinya itu untuk mencari penghasilan. Ia mulai merambah bisnis dengan mendirikan perusahaan. Ia juga mendirikan organisasi untuk bisa lebih banyak membantu orang lain, terutama kaum perempuan.
Sedangkan untuk mengamalkan ilmunya, Ia menjadi dosen di Universitas Batam dan Universitas Pancasila. Ia saat ini sedang berusaha meraih gelar professor.
Di tengah kesibukannya, Elza merupakan ibu yang dekat dengan anak-anaknya. Wanita yang jago masak ini tak melupakan perannya sebagai seorang ibu rumah tangga.
Menariknya, Elza yang gemilang sebagai seorang pengacara-- suatu profesi yang mengandalkan keahlian dalam berbicara-- tidak disangka dahulunya merupakan anak yang sulit dalam berbicara. Lantas bagaimana dirinya bisa memilih pengacara sebagai profesi yang digelutinya? Simak wawancara selengkapnya Bintang.com dengan Elza Syarief di bawah ini:
Elza Syarief Gemar Membaca dan Menolong Orang Lain
Dimanapun Elza berada, di situ pula akan ada sebuah buku yang menemaninya. Ya, Elza sejak kecil luar biasa gemar membaca. Selain itu, perempuan yang yang serba bisa ini mendedikasikan hidupnya untuk membuat banyak orang bahagia dengan profesi yang degelutinya.
Seperti apa sosok Anda ketika kecil?
Waktu kecil saya orangnya pendiam dan tertutup. Tapi senang mengamati sesuatu. Karena tidak banyak bicara, saya pernah disangka bisu. Saat usia saya tiga tahun, ayah membawa saya ke dokter. Kata dokter saya memang malas bicara saja dan menyimpulkan kemampuan berpikir saya lebih cepat dari respon untuk berbicara. Setalah umur lima tahun, saya baru lancar bicara.
Sampai sekarang pun kalau saya bicara cepat, kata-katanya suka terbalik-balik. Jadi saya harus menata kata-kata dan bicaranya tidak terlalu cepat.
Apa yang membuat Anda pendiam ?
Jadi hobi saya memang senang membaca, mungkin anak-anak seusia saya lagi senang main, saya senangnya duduk dan baca. Saat usia saya 7 tahun saja, buku saya sudah satu peti, saya memang orang yang luar biasa senang membaca dan ingatan saya tergolong kuat.
Saya waktu SD sering ikut pertandingan mencongak dan selalu juar, saya juga juara menulis halus. Bahkan SD dua kali melompat kelas.
Saat saya S1 di Jayabaya, saya adalah mahasiswi berprestasi. Saya orang pertama yang lulus di antara angkatan saya. Setelah lulus, saya langsung jadi lawyer. Saya bangga juga saat pertama kali menangani kasus, saya sudah banyak diliput media massa karena kasus yang saya tangani termasuk besar. Kemudian saat S2 di Unpad, saya berhasil lulus kurang dari 9 bulan dengan IPK 3, 89 . dan yang paling berprestasi saat saya selesaikan S3, Hukum bisnis yang dibilang paling sulit karena tidak banyak peminatnya. Saya dapat nilai 3, 99 hampir 4.
Bagaimana reaksi orangtua Anda ketika melihat Anda menjadi seorang pengacara?
Orangtua saya tidak menyangka yang tadinya malas bicara sekarang modal nyari duitnya dari bicara. Tapi semuanya bisa terjadi karena saya kalau sudah menetapkan sesuatu saya sungguh-sungguh bekerja dan belajar dan tidak maulu untuk bertanya dan saya tidak pernah berhenti membaca.
Bagaimana cara Anda mengatur waktu dengan keluarga?
Saya tidak punya kehidupan malam, habis kerja langsung pulang ke rumah. Jarang ke salon, hobi masak. Anak-anak saya sayang sama saya, karena saya jago masak, menjahit juga mendesain pakaian, saya juga bisa nyanyi, renang, saya juga karateka. Saya memang banyak kegiatan, makanya saya nggak pernah main. Saya belajar terus, saya kerjanya di mana-mana baca buku.
Kenapa Anda tertarik di bidang hukum?
Kalau kuliah memang saya tadinya mau kedokteran, tapi untuk jadi dokter nggak mudah, saya mesti melihat darah, saya nggak bisa, sehingga saya urungkan niat saya jadi dokter dan kebetulan ayah saya kerja di Bank dan hubungannya dengan notaris. Melihat itu, saya berniat menjadi mau jadi notaries. Makanya saya mengambil hukum. Tapi setelah saya lulus kuliah di bidang hukum, saya melihat notaries, notaries kurang dinamis sehingga saya memilih menjadi lawyer karena bagi saya lebih menantang.
Di dunia hukum juga ada profesi Jaksa, dan Hakim, kenapa pilih menjadi pengacara?
Karena kalau lawyer adalah posisinya berada di masyarakat. Saya berpikir ingin bekerja seperti dokter yang banyak menolong orang. Jadi saya berpendapat, satu-satunya yang bisa menolong masyarakat posisinya adalah lawyer.
Apakah itu Anda terapkan setelah menjadi pengacara?
Selama saya menjadi lawyer, presentasenya lebih banyak yang tidak dibayar dibanding dibayar. Pertama kali saya memberi bantuan hukum, itu kasus pemutusan hubungan kerja satpam secara massal di Telkom, kemudian urusan tanah masyarakat yang diserobot pengusaha real estate, masalah perempuan seperti KDRT, dan banyak lagi. Yang terbaru, masalah perempuan yang menjadi korban Aa gatot Brajamusti. Itu nggak ada duitnya. Tapi saya senang minimal saya dapat doa mereka ya. Doa orang yang bersih hati itu kan terkabul.
Apa keuntungan memberikan bantuan hukum secara gratis bagi Anda?
Sebetulnya saya membantu orang tidak punya tujuan untuk dapat nilai lebih atau tidak, pertama adalah untuk menambah ilmu, sehingga kita menjadi tahu cara menangani kasus, lika likunya kita bisa tahu. Kalau lawyer itu kan jam terbang, bukan teori. Jadi kalau mau ahli dan memiliki jam terbang tinggi, kita harus megang banyak perkara, sehingga kita tahu negative dan postif bagaimana orang merekayasa sesuatu dan mengungkap kasus menjadi terang benderang. Jadi untuk ilmu, saya nggak pandang bulu ada duit atau tidak, dengan kita banyak menangani perkara otomatis keahlian kita bertambah. Alasan kedua, ada kepuasan bathin bisa membantu orang, bisa membahagiakan orang lain. Harta bagi saya itu bukan segala-galanya. Tapi kebahagiaan itu segala-galanya, dan kebahagiaan itu tidak selalu didapat dengan uang, melainkan dari ikut membahagiakan orang sehingga hidup bisa lebih menjadi berharga.
Cara Elza Syarief Ingin Menikmati Masa Pensiun
Menjadi pengacara sukses, tak lantas membuat Elza hanya menekuni satu profesi. Demi ingin membantu banyak orang, terutama kaum perempuan. Ia membuka usaha dan organisasi khusus perempuan. Setelah bekerja keras menggapai impiannya, Elza sudah merencanakan masa pensiuannya yang diharapnya masih bisa bermanfaat untuk banyak orang.
Apa lagi yang Ingin Anda Capai?
Saya ikut IKADIN, saya bisnis, saya juga pada bulan Februari 2016 membentuk Perkumpulan perempuan wirausaha Indonesia (Perwira) disitu saya bisa membantu program pemerintah dan membantu perempuan bisa mandiri dan menjadi salah satu tonggak perekonomian yang mana penghasil keuangan dari nonmigas, jadi Indonesia bisa mandiri dalam mendapatkan devisa Negara.
Bisa dijelaskan secara rinci seperti apa Perwira dan bagaimana cara membantu kaum perempuan?
Saya merasa hidup saya lumayan, disitulah saya ingin berbagi ilmu agar perempuan bisa sama dengan saya. Kan nggak boleh pelit sama ilmu. Jadi kami kasih pendidikan anggota seperti finance, distribusi, dan sebagainya. Dan yang paling menggembirakan saya sudah memiliki 150 ribu UKM dan UMKM semuanya perempuan. Saya dengan Perwira sudah berencana untuk goes International dan saya sudah menjalin hubungan dengan beberapa negara yang memerlaukan produk dari Indonesia seperti kacang, kopi, kemiri, pakaian, dan lain sebagainya.
Jadi harapan saya, anggota Perwira walaupun mereka di rumah, mengurus anak, mereka bisa menghasilkan uang. Tidak tergantung dengan penghasilan suami saja. Jadi di rumah saja sambil ngurus anak masih bisa menghasilkan uang. Bisa membantu suami, dan tidak merongrong kepada suami karena punya penghasilan.
Ada Organisasi sejenis dan Anda sempat menjadi Ketuanya, lantas apa bedanya?
Kalau saya melihat konsepnya berbeda ya. Kalau yang kemarin itu nirlaba, sedangkan Perwira murni mencari laba. Bagaimana membantu anggota kita kalau tidak punya uang. Dan untuk mendapat dukungan pemerintah, izinnya harus komplit. kita lengkap sampai izin impor ekspor ada. Kalau yang itu kan, hanya sebatas kumpulan perempuan saja. Anda bisa cek organisasi lain, yang sepertinya hanya menjadi pendukung partai. Beda dengan Perwira yang non partai dan murni mencari uang. Cuma satu-satunya di Indonesia saya pikir.
Kapan Anda mulai terjun ke dunia bisnis ?
Bisnis saya pertama 2010, saya buka pertambangan Ziolid dan juga pabriknya, bisnis peternakan sidat, pertambangan besi, dan perkebunan.
Banyak pengacara yang menjadi anggota DPR, kalau Anda?
Terus terang kegiatan saya sudah banyak yah, memang saya pernah nyaleg di Hanura. Tapi, saya bilang saya nyaleg untuk ambil suara saja , saya nggak berminat masuk Senayan. Kalau saya masuk Senayan, semua akan saya tingalkan seperti lawyer dan dosen untuk fokus di sana. Kalau saya digaji sama Negara, kalau saya nggak fokus, nanti bisnis saya bagaimana? Untuk satu jabatan meninggalkan yang lain, rasanya rugi. Inilah saya, saya sudah nyaman dengan ini dan saya bisa leluasa traveling ke luar negeri. Kalau di DPR kan nggak bebas.
Apa cita-cita Anda setelah pensiun?
Cita-cita saya nanti kalau sudah pensiun, setelah usaha lawyer saya diambil alih sama anak saya, saya mau jalan-jalan keliling dunia. Tapi bukan holiday, saya mau ke universitas-universitas untuk mengajar, dan bikin buku. Doain ya, semoga 2018 saya bisa ambil gelar professor.
*******
Demikian wawancara dengan Elza Syarief. Sosok perempuan inspiratif yang penuh perjuangan dalam berupaya mengangkat derajat diri sendiri dan juga kaum perempuan untuk lebih baik. Sukses Bu Elza.